NovelToon NovelToon
Cinta Suami Amnesia

Cinta Suami Amnesia

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Penyesalan Suami / Suami amnesia
Popularitas:11.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mama eNdut

Anara Bella seorang gadis yang mandiri dan baik hati. Ia tak sengaja di pertemukan dengan seorang pria amnesia yang tengah mengalami kecelakaan, pertemuan itu malah menghantarkan mereka pada suatu ikatan pernikahan yang tidak terduga. Mereka mulai membangun kehidupan bersama, dan Anara mulai mengembangkan perasaan cinta terhadap Alvian.
Di saat rasa cinta tumbuh di hati keduanya, pria itu mengalami kejadian yang membuat ingatan aslinya kembali, melupakan ingatan indah kebersamaannya dengan Anara dan hanya sedikit menyisakan kebencian untuk gadis itu.
Bagaimana bisa ada rasa benci?
Akankah Anara memperjuangkan cintanya?
Berhasil atau berakhir!
Mari kita lanjutkan cerita ini untuk menemukan jawabannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama eNdut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rasa Takut

Nara duduk termenung di deretan kursi penumpang paling belakang di dalam bus yang kini membawanya pulang ke kampung halamannya. Setelah meyakinkan Vian jika dirinya akan baik-baik saja, Vian pun mengizinkan Nara untuk pulang sendiri tanpa dirinya. Entah apa yang akan terjadi nanati setelah ia menginjakkan kakinya kembali di kampung, dengan berita pernikahannya yang telah menyebar.

“Semoga Ibu tidak marah padaku. Huft, Mungkin seharusnya akan lebih baik jika aku datang bersama Mas Vian, setidaknya bukan hanya aku yang akan di marahi nanti”, gumam Nara.

Perjalanan yang di tempuh untuk sampai ke kampung halamannya memakan waktu cukup lama sekitar delapan sampai dua belas jam tergantung pada kondisi lalu lintas dan juga cuaca, sehingga Nara memutuskan untuk mengistirahatkan pikirannya dengan menutup mata sembari memasang earphone di telinganya berharap jika nanti ia bisa terlelap.

Cukup lama Nara tertidur hingga goncangan bus yang melewati polisi tidur membangunkannya. Nara membuka sedikit gorden pada jendela dan melihat jika saat ini bus yang ia tumpangi memasuki area tempat makan.

"Ah sudah waktunya makan siang", gumam Nara yang mulai bersiap-siap untuk turun. Selain untuk mengisi perutnya yang memang sudah merasa lapar Nara juga menggunakan kesempatan ini untuk pergi ke kamar mandi. Walaupun di bus menyediakan toilet namun Nara merasa tak nyaman menggunakannya.

Sembari memakan makanannya Nara memainkan ponselnya berbalas pesan bersama Vian yang terus saja menanyai dirinya sampai di mana dan juga keadaannya bagaimana? Suami yang perhatian bukan!

Waktu menunjukkan pukul empat sore, Nara turun di sebuah tempat pemberhentian bus yang berjarak kurang lebih tiga kilometer dari rumahnya sehingga ia meminta kakak sepupunya atau lebih tepatnya kakak dari Mia untuk menjemputnya.

“Nara, aku disini”.

Nara yang mendengar serta melihat sepupunya di seberang jalan segera berlari menghampirinya, dia adalah Abas, kakak sepupu Nara.

“Mas Abas”.

“Bagaimana kabarmu Nara?”.

“Nara baik Mas, Mas Abas sendiri bagaimana kabarnya?”.

“Seperti yang kamu lihat Nar, Mas sehat dan baik-baik saja”.

Setelah saling menanyakan kabar, Abas segera meminta Nara untuk segera naik ke motornya karena orang rumah sudah menunggunya. Barang bawaan Nara juga tidak banyak hanya tas ransel berukuran besar dan satu tas selempang kecil yang berisi ponsel dan dompet.

“Apa Mas Abas memberitahu Ibuk jika aku pulang Mas?”.

“Iya Nar, setelah kamu mengabari ku tadi Mas langsung bilang ke Bulek. Tidak apa-apa kan? Apa Mas sudah mengacaukan sesuatu?".

“Tidak Mas, tidak apa-apa”.

Tiga kilo adalah jarak yang singkat jika di tempuh dengan sepeda motor, kini mereka telah memasuki jalan kecil dan itu berarti mereka akan segera sampai ke rumah. Wajah Nara berubah pias, ia merasa gugup dan takut, bahkan tangannya terasa sangat dingin.

“Semua akan baik-baik saja Nar, ceritakan yang sejujurnya, Bulek pasti akan mengerti”, ucap Abas yang melihat wajah serta gerak-gerik gelisah Nara dari kaca spion.

“Jadi Mas juga sudah mendengar kabar itu Mas?”.

Abas mengangguk sebagai jawaban, ia tidak menanyai Nara lebih lanjut, ia ingin mendengar penjelasan dari Nara saat di rumah bersama keluarganya. Walaupun Abas dan Nara hanya sebatas sepupu namun Abas sangat menyanyangi Nara seperti ia menyayangi Mia adik kandungnya.

“Kita sampai", ucap Abas setelah menghentikan laju motornya.

Nara segera turun, ia menatap sejenak rumah yang hampir setengah tahun lebih ini ia tinggalkan. Bentuk rumah masih sama hanya saja tembok yang dulunya hanya bangunan kasar kini sudah halus dengan cat berwarna biru muda. Di sana juga terlihat lebih banyak tanaman yang tertata rapi di pinggiran teras. Ibu Nara memang menyukai tanaman, bisa di bilang berkebun adalah hobi beliau, walaupun sudah lelah dengan bekerja di sawah tetapi beliau tetap sempat merawat tanaman-tanamannya sehingga bisa se-rimbun dan seindah ini.

“Anara”, panggil sebuah suara dari ambang pintu dimana di sana sudah berdiri seseorang yang amat Nara rindukan, dia adalah Murni, Ibunya.

“Ibu”. Nara mendekat, mencium tangan Ibunya lantas memeluk erat beliau. “Nara kangen Bu”, ucapnya.

“Ibu juga kangen Nak. Kenapa tidak langsung masuk tadi?”. Ibu Murni adalah sosok yang hangat bagi Naraa, pasti semua anak akan merasakan hal yang sama sepertinya terhadap Ibu mereka.

“Aku terpana melihat tanaman-tanaman yang Ibu tanam, cantik-cantik Buk, apalagi rumah kita sekarang sudah lebih bagus dari sebelum Nara tinggal enam bulan lalu”.

“Bukankah semua ini berkat kerja kerasmu Nak”.

Ibu Murni memang merenovasi rumah ini dengan memakai uang yang Nara kirimkan setiap bulannya. Walaupun Nara meminta uang itu untuk kebutuhan sehari-hari Ibunya di rumah namun beliau tidak sedikitpun memakainnya, untuk hidupnya sehari-hari Ibu Murni masih mempunyai simpanan sendiri. Lagi pula beliau juga mempunyai penghasilan dari pekerjaannya di sawah dan juga dari menjual beberapa hasil kebun seperti kelapa, daun pisang dan lain sebagainya.

“Seperti itulah Ibuku”.

Ibu Murni tersenyum, lantas meminta Nara untuk masuk ke dalam sementara Abas kembali ke rumah terlebih dahulu untuk memarkirkan motornya. Rumah Abas persis di samping rumah Nara, tak terhalang apapun hanya jalan kecil sebagai pemisah.

“Ibu kenapa tidak mengabari aku jika Ibu di rawat di puskesmas selama beberapa hari? Ibu sakit tapa?”, tanya Nara setelah duduk di kursi ruang tamu bersama dengan Ibunya.

“Ibu hanya kelelahan Nara, lagi pula sekarang Ibu sudah baik-baik saja. Ibu tidak ingin kamu khawatir”.

“Pasti ini semua gara-gara Nara kan Bu? Mengenai kabar tentang itu, aku-”.

“Nara, bukankah lebih baik jika kamu istirahat atau membersihkan dirimu dulu! Kamu baru saja tiba. Ibu tahu kamu pasti lelah, perjalannmu cukup jauh. Ibu akan menyiapkan makan malam terlebih dahulu setelah makan kita bisa lanjut bicara”.

“Baiklah Bu, Nara akan ke kamar dulu”.

Ibu Murni memberikan Nara waktu untuk menenangkan dirinya atau lebih tepatnya untuk menyiapkan mental sebelum ia mengatakan yang sebenarnya begitupun dengan Bu Murni sendiri yang juga memerlukannya.

Kamar ini masih terlihat sama hanya saja seperti bangunan tembok di ruangan lainnya, kamar Nara juga sudah di cat dengan warna senada.

“Ibu memang tahu keinginan putrinya”, gumam Nara sembari terus mengamati sekeliling. Sejak dulu Nara memang menyukai warna itu.

Buku-buku Nara seperti buku pelajaran, majalah, novel dan sebagainya masih tersusun rapi di rak buku. Poster boyband korea miliknya juga masih tertempel cantik di dinding tepat di atas meja belajarnya. Nara melepaskan tas ranselnya lantas membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan sprei berwarna putih bermotif bunga, terlihat jelas jika Ibunya sering membersihkan dan mengganti sprei di ranjangnya.

“Enaknya”, gumam Naraa sembari berguling, tengkurap dan terlentang menikmati ranjangnya yang terasa begitu nyaman.

Ting ! notifikasi pesan berbunyi, Nara segera merogoh ponsel dari saku celana jeansnya, terlihat satu pesan di layar.

“Mas Vian”, gumam Nara saat membaca nama yang tertera di sana.

[Nara, bagaimana? Apa sudah sampai dirumah?] tulis Vian pada pesan tersebut.

Baru saja Nara hendak membalas tiba-tiba saja sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya.

"Halo Mas, aku sudah sampai di rumah," ucap Nara setelah ia mengangkat telepon.

"Syukurlah, aku khawatir kamu akan lelah selama perjalanan,".

"Aku baik-baik saja, Makasih ya Mas sudah menelepon,".

"Aku akan selalu meneleponmu, aku ingin tahu kabarmu setiap saat,". Aya tersenyum mendengar ucapan Vian, ia merasa bahagia memiliki suami yang sangat perhatian. "Bagaimana dengan Ibu? Apa dia sudah tahu tentang kita?" tanya Vian.

Nara menghela napas, ia belum memberitahu Ibunya tentang pernikahan itu.

"Belum, Mas. Saat aku hendak menjelaskan, Ibu memintaku untuk beristirahat terlebih dahulu, Mas Vian tidak perlu khawatir, semua pasti baik-baik saja. Aku akan berusaha menjelaskannya dan membuatnya mengerti," ucap Aya.

Sementara Nara tengah berada di kamar, Ibu Murni kini tengah sibuk berada di dapur menyiapkan bahan makanan yang akan ia masak. Bu Murni mengeluarkan potongan daging ayam dari kulkas lantas merendamnya dengan air dingin, sembari menunggu es pada ayam itu mencair, Bu Murni beralih pada terong, tomat, cabe dan bahan lainnya untuk ia cuci.

“Bulek, Mbak Nara udah pulangkan? Di mana sekarang?”, tanya Mia yang baru saja tiba.

“Mbakmu sedang di kamarnya Mi”.

“Ami kesana ya Bulek”.

Baru saja gadis berusia delapan belas tahun itu hendak beranjak, Bu Murni dengan cepat menarik kaos bagian belakang gadis itu dan menyeretnya mendekat.

“Mbakmu sedang istirahat sebaiknya kamu membantu Bulek memasak saja ya”.

“Huft”.

Dengan wajah yang sedikit di tekuk, Ami pun menyanggupi permintaan Buleknya itu. Tanpa di minta Ami yang tau jika Buleknya akan membuat makanan kesukaan Nara pun segera mengambil alih terong dan memotongnya beberapa bagian, setelahnya merendamnya dengan air garam. Kemudian beralih pada tomat yang ia potong menjadi dua, mengupas bawang merah dan putih serta cabai kemudian ia haluskan dengan blender.

“Nanti ajak Mas, Ibu sama Bapakmu kemari untuk makan bersama ya Mi”.

“Ini ceritanya makan besar menyambut kepulangan Mbak Nara ya Bulek”.

“Ya bisa di bilang seperti itu Mi, walaupun makanannya sederhana yang pentingkan rasa kekeluargaannya, bukan begitu Mi?”.

“Pastilah Bulek, benar sekali”.

“Habis itu tolong siapkan lalapannya ya Mi, ada selada dan timun di kulkas”.

“Baik Bulek”.

Keduanya memasak sembari mengobrol, hubungan Bu Murni dengan Ami juga terbilang sangat dekat, bahkan tak sungkan Ami makan, mandi dan tidur di rumah Buleknya itu.

1
WiwikAgus
bagus /Good/
Antok Antok
kelomang lukis jadi inget mainan jaman kecil dulu
Antok Antok
Menarik
Antok Antok
Semakin menarik... semoga novel ini berlanjut sampai tamat. dan banyak p mbacanya yang suka.... lanjut torrrrr
Antok Antok
Awal yang bagus, lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!