Maksud hati merayakan bridal shower sebagai pelepasan masa lajang bersama teman-temannya menjelang hari pernikahan, Aruni justru terjebak dalam jurang petaka.
Cita-citanya untuk menjalani mahligai impian bersama pria mapan dan dewasa yang telah dipilihkan kedua orang tuanya musnah pasca melewati malam panjang bersama Rajendra, calon adik ipar sekaligus presiden mahasiswa yang tak lebih dari sampah di matanya.
.
.
"Kamu boleh meminta apapun, kecuali perceraian, Aruni." ~ Rajendra Baihaqi
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 05 - Dia Suamimu ~
"Saya terima nikah dan kawinannya Aruni Giova Anderson binti Renaga Anderson dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Hanya dalam satu tarikan napas, sighat qabul dengan membawa nama Aruni Giova Anderson lolos dari bibirnya.
Dengan demikian, hal itu juga berarti gadis cantik yang seharusnya menjadi kakak iparnya itu resmi menjadi istrinya.
Ucapan itu juga disambut dengan kata Sah dari para saksi dan tak terbantahkan lagi, mulai detik ini mereka adalah pasangan suami istri yang terikat tali pernikahan.
Tak hanya di hadapan orang tua dan keluarga, tapi juga di hadapan Tuhan. Rajendra tidak tahu bagaimana ke depannya, tapi yang pasti dia hanya berusaha menapaki jalannya satu persatu.
Sama seperti yang sudah-sudah, sekalipun dia nakal luar biasa, tapi pada akhirnya tetap patuh pada keinginan Bagas sebagai kakaknya.
Pun dengan Aruni, sama iyanya. Sedikit pun dia tidak bisa menerka nasibnya akan bagaimana. Mungkinkan menikah dengan pria yang tak begitu dewasa dan jauh dari kata mapan secara personal juga bisa membahagiakan? Entahlah, dia juga ragu tentang hal ini.
Selepas kata akad, keduanya lebih banyak diam. Tak ubahnya bak pasangan yang dijodohkan secara paksa, begitulah mereka.
Bahkan, Aruni tak ingin begitu lama di sana. Setelah doa bersama, Aruni bergegas ke kamar dengan alasan lelah.
Sebagai ibu, Zavia juga tidak bisa memaksa putrinya untuk tetap di sana lebih lama. Alangkah kacaunya Aruni andai dia juga memperlakukan sang putri dengan sangat kejam.
"Mau Mommy pijitin?" tanya Zavia begitu pintu kamar tertutup, dan Aruni dengan wajah lelahnya mengangguk pelan.
Selama ini memang sudah biasa, dia begitu dimanja dan diperlakukan layaknya anak raja.
Meski begitu, bukan berarti Aruni tumbuh menjadi anak yang seenaknya. Dia masih paham situasi, bisa menempatkan diri.
Senyumnya terbit begitu hangat manakala sentuhan Mommy-nya terasa di bagian lengan kanan.
Beberapa saat terdiam, Aruni belum mengatakan apa-apa dan hanya memandangi wajah cantik Mommy-nya.
"Mom ...."
"Iya, Sayang? Kenapa?" Sama seperti Daddy-nya, meski Aruni melakukan sesuatu yang dinilai salah, wanita itu masih bersikap lembut seperti biasanya.
Hal itulah yang membuat Aruni justru kian menyesal dan sedih jujur saja. "Maaf ya, Mom, sudah bikin kecewa."
Aruni berkata jujur dengan sesak yang kian menggunung di dalam dada. Permintaan maaf itu kembali lolos karena dia memang merasa bersalah atas kejadian yang telah menimpanya.
"It's okay, Aruni ... Mommy sudah bilang jangan terus-terusan merasa bersalah, seperti Daddy bilang semua ini belum terbuka sepenuhnya."
"Iya, Mom, sampai detik ini aku masih menerka-nerka apa yang terjadi ... aku yakin betul tidak salah kamar, dan sewaktu masuk juga pintunya agak terbuka, aku pikir benar," aku Aruni sama sekali tidak mendapatkan titik kesalahan yang sekiranya dia lakukan.
"Teman-temanmu itu bagaimana? Apa mereka tahu sesuatu?" Zavia kembali mengulik informasi dari putrinya, karena sejauh yang dia ketahui dari teman dekat Aruni, mereka juga kebingungan malam itu.
"Mereka juga bingung, Mom, kata mereka, satu jam setelah menungguku mereka telepon Mommy 'kan?"
"Iya, benar."
"Nah, setelah itu mereka sadar aku hilang dan mulai mencari ku dan baru mengabari Daddy pas jam 11 an."
Zavia mengangguk, dia juga ingat betul bagaimana kronologinya saat ketiga teman dekat Aruni datang dan menyampaikan kabar tak terduga malam itu.
Hilangnya Aruni malam itu cukup menggemparkan, tak sedikit anggota keluarga bahkan teman yang juga turun ke lapangan.
Mereka berbagi tugas, sepupu dan omnya yang ada di Jakarta rela tidak tidur demi mencari keberadaan Aruni.
Dewangga dan Dewantara mencarinya di jalanan, Ganendra dan Galaxy mendatangi teman-teman Aruni yang lain, sementara Bagas bersama Daddy Aga juga ke berbagai tempat dan berakhir di hotel itu tepat jam tujuh pagi.
Dan, Aruni yang berhasil ditemukan juga atas inisiatif Bagaskara yang mengatakan akan menggedor semua kamar hotel di sana.
.
.
"Ehm, tapi satu hal yang ingin Mommy pastikan, Aruni."
"Apa, Mom?" Kening Aruni berkerut seketika tatkala Mommy Zavia kembali memasuki mode seriusnya.
"Kamu sendiri yakin bahwa Rajendra tidak menodaimu 'kan?"
Zavia masih dengan kemungkinan-kemungkinan yang belum juga bisa dia tarik kesimpulannya. Sama seperti Renaga, dia juga sangat ragu dan tidak begitu yakin bahwa putrinya telah sekotor itu.
"Iya, sewaktu pertama terjaga memang aku sempat mengira bahwa dia telah melakukan yang macam-macam ... tapi, saat aku bisa berpikir jernih, aku yakin Rajendra tidak menyentuhku."
"Hem, Daddy-mu juga bilang begitu ... tapi anehnya, Bagas menolak visum?" Zavia memastikan, walau sebenarnya tentang masalah ini sudah pernah dia bahas bersama suaminya secara serius.
Tanpa keraguan, meski sebenarnya agak memalukan, Aruni menganggap perlahan. "Iya, Mom, aku juga kaget kenapa dia secepat itu memutuskan, Kak Bagas menolak visum dengan alasan bagaimanapun aku sudah terjamah."
Tak ada tanggapan, Zavia hanya menghela napas panjang. "Cukup membingungkan memang, dan kata Daddy-mu dia memaksa Rajendra bertanggung jawab?"
"Hem, Kak Bagas memaksa dan kala itu, dia hanya punya pilihan menikahiku atau mati, Mom." Sembari bercerita, Aruni juga sambil mengingat apa yang terjadi di hotel waktu itu.
Zavia mengangguk pelan, mencoba mencari benang merah dari apa yang terjadi pada keluarga mereka.
"Sebenarnya sedikit aneh ya, sejak awal Daddy-mu bercerita sudah merasa Bagas tidak beres."
"Sama, aku juga merasa begitu." Aruni mengungkapkan keresahan yang memang juga dia rasakan.
Sejak awal, dia merasa Bagaskara aneh. Keputusannya untuk memaksa Rajendra juga tidak masuk akal, karena seperti diambil sepihak dan tanpa menunggu persetujuan Daddy-nya lebih dulu.
Padahal, saat itu Bagaskara tidak menangkap basah mereka sendirian, tapi berdua yang mana seharusnya, keputusan ada di tangan Daddy Aga.
"Ehm, tapi seaneh-anehnya Kak Bagas, lebih aneh lagi Daddy, Mom."
"Kenapa begitu?"
"Ya aneh saja, kenapa Daddy tidak menolak keputusan Kak Bagas padahal kan ...." Ucapan Aruni terhenti, semua yang terjadi terasa membingungkan dan menimbulkan tanya di benaknya sejak awal jujur saja.
"Soal it-"
Tok ... tok ... tok
Belum selesai mereka bicara, dan tepat di bagian paling inti menurut Aruni, pintu justru diketuk dari luar hingga memaksakan pembicaraan mereka harus berhenti.
Begitu terbuka, tampak Rajendra berdiri di ambang pintu dengan Daddy Aga di sebelahnya.
Kemungkinan, sudah diberikan izin untuk istirahat karena saat ini penampilan Rajendra hampir menyerupai pasien sakit keras.
"Rajendra mau masuk, Mommy keluar dulu ya," pamit Zavia sembari memberikan sentuhan di punggung tangan putrinya. "Jaga sikap, bagaimanapun keadaannya dia suamimu dan ... jujur saja Mommy kasihan padanya, Runi."
Ogah-ogahan Aruni menanggapi, tentu saja dia tidak bersedia jika ditanya dari dalam lubuk hati.
Namun, sorot mata Daddy-nya membuat Aruni ciut. Meski memang tidak marah, tetap saja takut.
"Masuklah, kau terlihat lelah." Suara berat Daddy-nya terdengar begitu mempersilakan Rajendra masuk.
Pria itu tampak ragu, mungkin karena Aruni masih diam membisu. Sampai akhirnya, dia perlahan melangkah masuk dan beberapa detik setelahnya, pintu tertutup.
Seketika, Aruni menghela napas panjang karena tahu betul hal itu pasti ulah kedua orang tuanya.
Menyisakan mereka berdua, Aruni belum bersedia bicara. Bahkan, ketika Rajendra masuk, dia bermaksud keluar dan tepat di saat melewati pria itu, pergelangan tangan Aruni dia genggam dengan begitu eratnya.
Sebuah tindakan sederhana yang membuat jantung Aruni berdegup tak karu-karuan, karena jujur saja di dalam lubuk hatinya ada ketakutan mana kala menatap mata tajam Rajendra yang kini resmi menjadi suaminya. "Ada apa?"
.
.
- To Be Continued -
apa Rajendra jadi minder kan Runnn..
ayo tanggung jawab..
❤❤❤❤❤❤❤