Diumurnya yang ke 27 tahun, Afra belum terpikir untuk menikah apalagi dengan kondisi ekonomi keluarganya yang serba kekurangan. Hingga suatu hari disaat Afra mengikuti pengajian bersama sahabatnya tiba-tiba sebuah lamaran datang pada Afra dari seorang pria yang tidak ia kenal.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Apa Afra akan menolak atau mernerima lamaran pria tersebut?
Siapa pria yang melamar Afra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Malam harinya, pengajian pun dilakukan di masjid, semua santri dan santriwati berkumpul. Pengajian ini sebagai bentuk syukuran atas kedatang Afra sebagai keluarga baru pondok pesantren Fathurrahman.
Setelah pengajian, Abi Fauzan pun menyampaikan kabar mengenai pernikahan Gus Faiz, akhirnya terjawab sudah mengenai perempuan yang sejak kemarin menjadi topik hangat di kalangan santriwati yaitu Afra yang merupakan istri dari Faiz.
Faiz yang disamping Abi Fauzan membenarkan mengenai kabar pernikahannya, sayangnya Afra tidak ada disini karena Faiz yang melarangnya, Afra saat ini tetap berada di rumah bersama Umi Marwa.
Setelah pengajian, godaan tak henti-hentinya di dapatkan oleh Faiz terutama dari pengurus pondok. "Masyaallah, Gus. Ternyata yang pergi ke kota waktu itu buat nikah ya," goda Ustadz Adit.
"Alhamdulillah, Ustadz. Ternyata jodohnya ada di kota," ucap Faiz.
"Namanya Ning Afra, betul Gus?" tanya Ustadz Adit.
"Betul Ustadz," jawab Faiz.
"Makanya kemarin saya sudah penasaran, siapa Ning Afra kok sampai mau bersentuhan dengan Gus Faiz," ucap Ustadz Adit.
"Pasti semua kemarin ingin menghujat saya," ucap Faiz.
"Bukan menghujat Gus, hanya saja bertanya-tanya," ucap Ustadz Adit.
"Ning Afra tidak hadir Gus?" tanya Ustadzah Jihan.
"Tudak Ustadzah, saya memang sengaja tidak memperbolehkan istri saya ikut karena banyak orang, saya tidak mau istri saya kelelahan menyapa semua orang yang hadir," ucap Faiz.
"Masyaallah Gus, beruntungnya Ning Afra menjadi istri Gus Faiz," ucap Ustadzah Jihan.
"Bukan istri saya yang beruntung, tapi saya yang beruntung Ustadzah karena istri saya mau menerima saya," ucap Faiz.
"Bagaimana bisa Gus Faiz bertemu dengan Ning Afra?" tanya Ustadz Adit.
"Karena Allah, Allah yang mempertemukan saya dengan istri saya Ustadz. Allah yang membukakan hati saya untuk tertarik dengan istri saya sehingga saya berani mengutarakan perasaan saya dan menikahinya," ucap Faiz.
"Masyaallah Gus, saya terharu mendengarnya. Saya jadi ingin bertemu dengan Ning Afra," ucap Ustadzah Jihan.
"Silahkan Ustadzah ke rumah, insyaallah istri saya ada disana," ucap Faiz.
"Insyaallah Gus," ucap Ustadzah Jihan.
Setelah berbincang-bincang, Faiz pun memutuskan untuk pulang karena memang masjid sudah mulai sepi.
Faiz masuk ke dalam rumah dan mendapati Afra yang berada di ruang tamu tengah mengobrol dengan Umi Marwa, "Kenapa gak langsung pulang?" tanya Umi Marwa.
"Tadi Faiz ngobrol dulu sama Ustadz Adit," ucap Faiz lalu duduk di samping Afra.
"Mas udah makan?" tanya Afra.
"Alhamdulillah, sudah. Tadi Mas makan di masjid bareng yang lain," ucap Faiz.
"Makanannya enak Mas?" tanya Afra.
"Enak," jawab Faiz dan diangguki Afra.
"Sudah malam, kalian istirahat aja," ucap Umi Marwa.
"Iya, Umi. Kalau gitu, Faiz sama Afra ke kamar dulu ya," ucap Faiz.
"Iya," jawab Umi Marwa.
Faiz dan Afra pun masuk ke kamar, mereka bersiap-siap untuk tidur. "Mas Faiz, ini punya Mas Faiz? tadi aku lihat kotak ini jatuh," tanya Afra dengan menunjuk sebuah kotak yang sejak tadi berada di lantai.
"Coba kamu bawa kesini," ucap Faiz yang sudah berada diatas ranjang.
Afra pun membawa kotak tersebut pada Faiz, lalu Faiz menerimanya dan membuka kotak tersebut. Begitu kotak tersebut dibuka, Afra melihat sebuah mukena serta beberapa alat sholat lainnya yang tampak begitu indah.
"Ini buat kamu," ucap Faiz.
"Tapi, aku udah punya mukena Mas," ucap Afra.
"Anggap ini sebagai mahar yang tidak aku berikan saat akad," ucap Faiz.
"Maksud Mas Faiz?" tanya Afra.
"Biasanya kalau akad nikah, ada seperangkat alat sholat, tapi waktu itu aku tidak memberikan mahar itu," ucap Faiz.
"Tapi, kan memang tidak boleh menggunakan mahar seperangkat alat sholat Mas, makanya waktu itu aku juga gak meminta seperangkat alat sholat," ucap Afra.
"Masyaallah, ternyata kamu tau soal itu," ucap Faiz.
"Aku pernah baca buku dan dalam buku itu menjelaskan soal mahar," ucap Afra dan membuat Faiz tersenyum.
"Karena itu, ini mahar setelah kita menikah. Mahar khusus dari aku buat kamu, mahar ini aku berikan sebagai bentuk tanggungjawabku dalam membimbing kamu, bantu aku ya untuk menjalankan tugasku sebagai suami," ucap Faiz.
"Iya, Mas. Mas Faiz juga bantu aku, maaf kalau aku belum bisa menjadi istri yang diinginkan Mas Faiz, aku bakal berusaha. Tapi, memang perlu waktu," ucap Afra.
"Iya, kita sama-sama belajar ya. Yang terpenting dalam rumahtangga ini, saling komunikasi dan saling percaya, aku tidak tau apa rumahtangga kita akan baik-baik saja sampai nanti, makanya kita harus saling percaya, kalau ada yang mengganjal di pikiran kamu, kamu harus memastikannya jangan langsung percaya dengan omongan orang ya," ucap Faiz.
"Iya, Mas. Aku bakal berusaha mengingatnya," ucap Afra.
"Ini kamu lihat," ucap Faiz.
Afra pun melihat mukena tersebut, "Bagus banget, Mas," ucap Afra.
'Ini pasti mahal, lihat motifnya aja kelihatan mahal, belum lagi renda-renda gini jadi kelihatan cantik,'
"Sebenarnya, aku udah beli ini semua dari lama," ucap Faiz.
"Mas sempat gagal menikah?" tanya Afra.
"Astaghfirullah, Mas gak pernah dekat dengan perempuan manapun, kamu menjadi perempuan pertama yang Mas dekati loh," ucap Faiz.
"Terus tadi kata Mas, Mas udah beli ini dari lama," ucap Afra.
"Iya, Mas udah beli ini dari lama. Mas dulu pergi ke kota, sekitar 1 tahun lalu, terus Mas lihat barang-barang ini dan bagus bahkan Umi juga bilang bagus buat istri Mas, padahal Mas belum nikah waktu itu. Tapi, akhirnya Umi nyuruh Mas beli buat jaga-jaga siapa tau Mas mau nikah, ya walaupun lama tapi akhirnya Mas nikah juga dan ini buat kamu, maaf karena Mas ngasihnya barang lama," ucap Faiz.
"Gapapa Mas, barang-barangnya masih kelihatan bagus kok," ucap Afra lalu Afra menaruh mukena tersebut ke keranjang kotor.
"Kenapa kamu taruh di keranjang kotor?" tanya Faiz.
"Mau di cuci dulu Mas sebelum dipakai," ucap Afra.
"Kenapa harus di cuci, mukenanya gak kotor?" tanya Faiz.
"Tapi kan mukenanya baru, aku dari dulu kalau punya pakaian atau kain yang baru gitu pasti aku cuci dulu sebelum aku pakai," ucap Afra.
"Buat?" tanya Faiz.
"Ya kalau gak di cuci dulu, keras bed aja gitu Mas. Emangnya Mas Faiz gak pernah dicuci dulu?" tanya Afra.
"Gak pernah, aku tinggal pakai aja," ucap Faiz.
"Tapi kn bau Mas," ucap Afra.
"Bisa pakai parfum, gak ngaruh kok," ucap Faiz.
"Berarti mulai sekarang harus dicuci dulu," ucap Afra.
"Yaudah, nanti di laundry aja," ucap Faiz.
"Jangan Mas, aku yang cuci aja. Lebih bagus kaku manual gak pakai mesin," ucap Afra.
"Nanti kamu capek," ucap Faiz.
"Gak bakal, cuma cuci baju dong Mas," ucap Afra.
"Yaudah, besok kamu bilang ya kalau mau menjemurnya, nanti biar aku bantu," ucap Faiz dan diangguki Afra.
.
.
.
Bersambung.....
mantaaaabh
lanjut ka elaaaa 👍🏻🌹🌹
semangaaaaaaats 💪🏻💪🏻🌹🌹
dasar cocote Ra pada ada akhlaknya
lanjut ka elaaaaa 👍🏻🌹🌹🌹
semangaaaaaats 💪🏻💪🏻
senewen q jadinya
lanjut ka elaaaaaaa
semangaaaaaats 💪🏻💪🏻