DEWI Dari LEMBAH IBLIS

Jiang He menceritakan semua pengalamanya selama di dalam goa. Ia juga menunjukkan buku kuno yang ia bawa.

"Kenapa tulisannya seperti ini?" tanya Guru Xi dengan bingung. Beliau membolak_balikkan buku itu dengan bingung. Karena tidak ada satu huruf pun yang ia mengerti.

"Apakah Guru belum pernah melihat tulisan seperti ini?" tanya Jiang He dengan heran.

"Belum pernah. Ini pertama kalinya,"jawab Guru Xi dengan jujur. Tatapanya tidak beralih dari buku yang ia pegang.

Jiang He merasa kaget. Namun setelah mencari dalam memorinya ternyata aksara disini memang berbeda dengan aksara latin.

"Apa Kamu mengerti dengan tulisan ini?" tanya Guru Xi.

"Tentu saja. Ini dinamakan tulisan latin."

"Syukurlah kalau begitu. Kamu bisa mempelajarinya dengan baik. Kalau emang ada sesuatu yang tidak kamu mengerti, kamu bisa bertanya padaku."

"Terima kasih Guru."

"Tidak usah sungkan. Untuk berterima kasih cukup menyediakan makan malam. Perutku sudah lapar."

"Baiklah."

Jiang He pergi ke dapur untuk memasak. Bisa saja ia mengeluarkan makanan dari ruang dimensinya. Namun guru Xi belum tahu jika ia memiliki ruang. Jadi lebih baik memanfaatkan barang yang sudah ada di dapur.

"kenapa tidak ambil makanan dari ruang?" tanya Liong sambil terus memperhatikan Jiang He yang sedang memasak. Dia sudah sering melihat sang Dewi memasak . Jadi tidak heran lagi melihat Jiang He memasak.

"Makanan siap saji yang ada di dalam ruang tidak ada disini. Bahan makanan disini juga sudah tersedia. Jadi lebih baik memanfaatkannya dengan baik. Apakah kamu juga mau makan?"

"Tentu saja."

"Apa makanan yang biasa kamu makan?"

"Tentu saja hewan hutan. Mau apa lagi?"

Liong akan keluar dari dalam goa tujuh hari sekali. Ia tidak setiap hari mengisi perutnya.

"Tidak dimasak dong?"

"Menurut Nona Aku bisa masak?"

Jiang He memandang tubuh liong dengan seksama. Kemudian tubuhnya saat pertama kali bertemu. Dengan dua tubuh ini memang tidak memungkinkan untuk memasak.

Sebenarnya tanpa membayangkannya, jiang He juga sudah tahu jawabanya. Memangnya ada hewan yang memasak sendiri makanannya?

Mungkin ada. Tapi ia tidak pernah mengetahuinya.

"Belum tahu. Mungkin saja Dewi pernah mengajarimu memasak."

"Aku hanya tahu cara memanggang daging."

Jiang He terus mengobrol sampai makanan yang ia buat selesai di masak. Setelah itu membawanya ke depan. Nampak Guru Xi sedang memejamkan matanya di kursi.

"Silahkan makan" ucap Jiang he dengan semangat. Guru Xi langsung membuka kedua matanya.

Jiang He meletakkan dua mangkok mie dengan suwiran ayam di atas meja. Setelah itu kembali kedapur untuk mengambil daging dan juga sayur tumis sebagai pelengkapnya.

"Keterampilan masakmu sungguh luar biasa. Jika Kamu membuka restoran pasti banyak yang pergi kesana. Apa Kamu tertarik?"

"Kalau begitu tak jadi mencari pusaka milik sang Dewi?"

"Abaikan saja ucapanku."

Guru Xi sebenarnya hanya ingin berbasa-basi. Meski keahlian masaknya sangat hebat, namun kemampuan bertarungnya sangat dibutuhkan.

Mereka tak lagi berbicara sampai selesai makan. Jiang He masuk kedalam kamarnya setelah mencuci semua peralatan yang kotor.

Di dalam kamar, jiang He mengajak Liong untuk masuk ke dalam ruang. Ada baiknya untuk memulai pelajaran lebih awal. Lagi pula pelatihan dari Guru Xi juga sudah selesai untuk hari ini.

Satu hari didunia nyata sama dengan satu bulan di dalam ruang. Jadi Jiang He mempunyai banyak waktu di dalam ruang.

Ternyata di dalam kabut ada pemandangan yang menakjubkan layaknya dunia fantasi. Jiang He merasa terpana saat melihatnya.

"Bagus banget, " pekik Jiang He dengan mata yang berbinar.

"Tempat ini bisa Nona jadikan tempat latihan."

"Apa tidak hancur? "

"Nona tenang saja. Karena tempat ini memang digunakan untuk berlatih. "

"Bukannya untuk bersantai? "

"Jangan tertipu dengan tampilannya. Baik itu air, bunga dan semua yang ada disini mempunyai keistimewaan masing-masing. Anda bisa berlatih elemen air dengan sungai itu."

"Oh... kirain tempat berlibur. "

Apa yang dikatakan Liong bukan omong kosong belaka. Beberpa tumbuhan yang ada disana bisa berjalam seperti manusi. Bahkan bisa bertarung dengan Jiang He. Namun mereka tunduk pada Jiang he sebagai pemilikinya.

Sungai yang mengalir itu berasal sumber air suci. Air sungai itu memiliki banyak manfaat. Salah satunya memulihkan cakra yang terkuras dan mengobati penyakit.

Buah-buahan yang tumbuh mempunyai kualitas super. Tidak hanya dari segi bentuknya, rasanya juga sangat enak.

Jiang he duduk di bawah pohon mangga yang berbuah. Ia dengan lahap menyantap buahnya.

Jiang He sangat senang mendapatkan sumberdaya mengagumkan seperti ini.

"Bagaimana Nona, Apakah Anda senang?" tanya Liong yang duduk di pangkuannya.

"Sangat senang. Kapan lagi bisa menikmati buah mangga seenak ini."

"Kalau begitu kapan Nona mulai berlatih?"

"Secepatnya."