NovelToon NovelToon
ANAK MAMA

ANAK MAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Kehidupan di Kantor
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kata Kunci

Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 02.

Aroma maskulin merebak disebuah ruang kerja sangat luas. Ruangan itu bukan hanya berisikan meja dan kursi kerja melainkan serangkaian sofa empuk juga televisi cukup besar nampak menghiasi dinding di depannya. Danar lelaki tidak begitu tampan dan selalu berat wajah dingin serta angkuh itu terlihat sedang tenggelam sangat dalam pada berkas - berkas pekerjaannya. Urat - urat tegas di kulit putih pucat lelaki itu mulai bermunculan seiring dengan kerutan di kedua alis tebalnya terbentuk saat membaca sebuah laporan.

Tok...

Tok...

Tok...

Ketukkan 3 kali terdengar dari luar ruangannya. Danar menghela napas singkat dan tanpa melihat kearah asal suara, lelaki itu memberi perintah Sang Tamu untuk masuk dan perlahan daun pintu yang terbuat dari campuran besi itu terbuka. Sosok lelaki muda tampan dengan perawakan cukup pendek masuk dengan langkah penuh keraguannya. Sembari berjalan mendekat kearah Danar, terlihat kartu tanda pengenal yang dikenakannya pun ikut bergoyang hingga menimbulkan suara kecil yang sampai mengusik telinga Sang Atasan hingga kedua alis nya pun ikut naik secara perlahan. Disaat bersamaan wajah lelaki berkulit pucat itu seketika berubah merekah ketika dilihat kehadiran Sang Tamu.

"Sean, duduk..." ujar Danar dengan senyum yang sangat jarang ditunjukkan pada para bawahannya yang lain.

Lelaki muda bernama Sean itu membalas senyuman Danar, namun bahasa tubuhnya menolak untuk duduk hingga membuat atasannya tersebut merasakan sebuah keanehan.

"Terimakasih Pak. Hehm, begini Pak...," ucap Sean sambil membenahi intonasi suaranya yang agak serak dan agak bergetar.

Danar merubah posisi duduk dari tegak menjadi bersandar di dinding kursi dengan kedua tangan terjalin di bawah ujung dasinya. Perlahan dilepas kacamata minus yang dikenakannya dengan pandangan lurus ke hadapan Sean.

"Ini berkas hasil wawancara kemarin dan juga...," lagi - lagi ucapan Sean terhenti, kali ini sambil menyerahkan satu lagi sebuah amplop berdampingan dengan berkas tadi.

Pandangan ramah Danar seketika hilang, bukan karena berkas wawancara namun karena kertas tebal satunya. Helaan napas panjang terdengar jelas, mata sinis, tatapan menyipit terlihat jelas dari wajah Danar.

"Mmm, Pak. Sebelumnya saya ingin berterimakasih atas semua sikap juga kesempatan baik yang selalu Bapak juga PT. ABS berikan...," ucapan Sean membuat ekspresi kaku juga dingin Danar bangkit.

Diteguk salivanya sekali dengan bulir keringat kecil mulai muncul di kening Sean. Danar sudah membaca judul amplop tersebut dan yang tersisa kini hanya tatapan daftarnya pada salah satu orang kepercayaannya itu. Selain ucapan - ucapan yang selalu tidak lengkap, lelaki tampan itu mengambil sesuatu dari dalam jas yang dikenakannya dan kembali diberikannya pada Danar.

"Jika, ada waktu besar harapan saya untuk Bapak datang dan bertemu dengan...," lagi dan lagi ucapannya terhenti, namun kali ini bukan karena dirinya melainkan Danar yang memotong.

"Keluar...," perintah singkat lelaki tidak begitu tampan itu.

Debaran jantung Sean meningkat, walaupun sebenarnya dia sudah mempersiapkan diri untuk semua kemungkinan terburuk saat menyerahkan surat pengunduran diri serta undangan pernikahannya pada Danar. Namun, ini kali pertama dan terakhirnya mendapatkan perlakuan dingin dari Sang Atasan. Lelaki muda tampan itu memperlihatkan senyum lebar singkat, tatapan tulus serta anggukan kepala sekali sebelum akhirnya berbalik dan keluar dari ruangan Danar.

Sepeninggal Sean, Danar terdiam dan membeku cukup lama dengan pandangan datar pada kedua benda yang diserahkan oleh bawahan kepercayaannya itu. Hingga tiba - tiba terdengar suara tawa kecil yang perlahan menjadi sedikit terbahak.

Brak...

Semua berkas yang awalnya tertata cukup rapi diatas mejanya kini sudah berserakan diatas lantai. Danar menghentakkan telapak tangannya keatas meja itu beberapa kali, guna melampiaskan kekesalannya.

"Harus berapa orang berbakat lagi yang pergi dari sini hanya karena...what? kasih sayang? cinta? komitmen? what the...," ucapnya sambil mengumpat dan tatapan datar yang berubah bengis terlihat disertai deru napas yang terdengar cukup cepat. Direnggangkan simpul dasinya agar dia bisa bernapas lebih lega, masih dalam kondisi amarah yang meletup - letup, Danar menarik salah satu lacinya dan mengambil sebuah korek.

Tubuhnya agak tertunduk guna mengambil surat undangan pernikahan Sean, lalu disulut api dari ujung kertas cukup tebal itu. Kemudian dilempar undangan yang mulai terbakar itu ke tempat sampah stainless di dekatnya, tidak lupa dimatikannya lebih dulu sensor api di dalam ruangannya itu.

Setelah puas melihat undangan itu terbakar habis, senyum kejamnya kembali muncul dan perlahan dia berjongkok untuk memungut semua berkas dilantai. Pandangan datar dan dinginnya sekali lagi berubah menjadi senang seperti habis memenangkan sebuah pertandingan.

"I found it...," ucapnya singkat sembari mengangkat selembar kertas.

Dengan posisi berdiri, satu tangannya mengambil gagang telepon dan dia langsung menghubungkan ke sebuah nomer. Perintah tegas, lugas dan jelas terdengar jelas. Selepas itu satu jarinya memukul - mukul pelan ujung kertas yang diambilnya dengan senyum menyeringai.

xxxxxxxx

Seorang pria agak tua dengan tanda pengenal yang bergoyang terlihat tenang keluar dari ruangan Danar sembari membawa sebuah berkas. Pak Nurdin nama yang terpampang jelas di tanda pengenal itu, berpakaian kemeja kotak - kotak biru berjalan dengan pikiran yang tidak begitu fokus akibat permintaan Danar Sang Atasan. Danar memberikan sebuah perintah tidak lazim dipikiran Pak Nurdin sendiri.

"Siapa Luna Saphira?" batin Pak Nurdin yang kini sudah keluar dari dalam lift dan terus berjalan kearah ruang divisinya berada.

Pria agak tua itu kemudian membuka berkas yang dibawanya dan kertas pertama yang dilihatnya adalah kertas profil Luna. Pak Nurdin membacanya dengan sesama dengan salah satu alis yang naik kemudian pandangannya beralih ke sudut ruangan.

"Profil seorang lulusan Sma biasa dan dari keluarga yang sepertinya biasa juga. Cukup aneh melihat ketertarikan Pak Danar pada seorang gadis biasa yang melamar sebagai cleaning service." ucap pelan pria agak tua itu.

Beberapa jam sebelumnya...

Danar sudah terlihat lebih tenang selepas mendapat kejutan besar dari salah satu karyawan berbakat juga sangat dia percaya, Sean. Lelaki bertubuh atletis itu berdiri sambil memandang sebuah lukisan abstrak yang terpajang diruangannya.

Sebuah ketukan pintu terdengar kembali, kali ini dengan cukup cepat lelaki tidak begitu tampan itu membalikkan tubuhnya dan berjalan kearah mejanya. Tamu yang masuk kali ini adalah seorang pria agak tua berpakaian kemeja kotak - kotak biru.

"Apa Bapak sudah mendapatkan kabar dari Sean?" tanya Danar sembari membenahi posisi duduknya.

Pak Nurdin menjawab disertai anggukan kepala. Danar pun ikut mengangguk sambil menyerahkan sebuah berkas kepada pria agak tua yang berdiri di depan mejanya. Pak Nurdin pun mengambil berkas itu sambil bertanya,

"Bapak sudah selesai memeriksa hasil wawancara ini?"

"Sudah, ada salah satu calon staff baru cleaning service bernama Luna Saphira, pastikan perempuan itu diterima disini bukan di anak perusahaan ABS...," jawab serta perintah Danar jelas.

Pak Nurdin dibuat bingung oleh Danar, dipandang sampul berkas ditangannya. Danar yang melihat hal itu memandang dengan tatapan datar khasnya dengan saling menautkan kedua jemarinya.

"Apa begitu sulit untuk mewujudkan permintaan saya, Pak?" tanya Danar dengan satu alis yang naik.

Dengan cepat Pak Nurdin meneguk saliva dan menggelengkan kepala.

"Tentu tidak Pak Danar...," jawab pria agak tua itu dengan suara agak bergetar.

xxxxxxxx

Disebuah jalan cukup lebar dan memasuki kawasan perumahan, berdiri kokoh sebuah bangunan lantai 3 yang merupakan rumah kontrakkan. disanalah seorang perempuan muda bernama Luna Saphira menetap, perempuan itu kini terlihat sedang bersenandung di dalam kamar mandi sambil membasuh seluruh tubuhnya dengan air dingin yang turun dari shower. Luna mengusap pelan helaian rambut juga kulitnya yang putih langsat. Cukup lama perempuan manis itu mandi hingga tanpa ia ketahui sebuah pesan singkat masuk ke gawai pintarnya.

"Wiuh, seger bener...," ujar perempuan berambut lurus kaku nan panjang itu.

Kemudian dengan alat pengering rambut dia duduk di depan cermin meja riasnya. Luna nampak memandang pantulan cermin dirinya.

"Kira - kira aku bakal keterima nggak, ya? Kalau keterima berarti aku bakalan satu kantor sama Kak Winda. Nah, kalau Kak Winda ember? Trus Mas Bagas tau, pasti...ck," gumamnya membayangkan masa depan yang belum pasti.

Untuk menenangkan diri dengan cepat dia menggelengkan kepalanya dan melanjutkan mengerikan rambut. Selepas dirasa cukup kering, sebagai seorang perempuan kebanyakan, Luna melanjutkan ritual perawatan kulit wajah setelah melempar handuknya kesembarang tempat. Saat sedang asik dengan ritualnya, tiba - tiba dia teringat akan gawai pintar yang sempat dia biarkan menganggur. Kedua matanya yang cukup indah menyisir area dekat meja rias hingga benda yang dicarinya ditemukan. Saat sedang memegang gawai itu dengan satu tangan yang lain tetap mengusap obat kecantikannya, perlahan gerakan Luna melambat dengan diiringi kedua pupil yang melebar. Dia berdiri dengan mulut yang agak terbuka kini, sebenarnya ingin bersuara namun tidak ada suara yang keluar.

"Ya Tuhan, terimakasih. Sebagai hambaMu yang benar - benar kurang taat dan bersyukur, Engkau selalu baik. Kalau boleh, ini kalau boleh Tuhan. Satu lagi, kali ini bener - bener satu lagi. Tolong lancarkan proses training dan selama hamba bekerja di PT. ABS minim kesalahan. Oh, oh, dapet atasan yang sangat - sangat baik dan nggak galak sama sekali. Oke Tuhan?" pinta Luna dengan suara lumayan keras serta kerlingan diselipkan antara kedua jemari yang bertaut dan kepala menengadahnya.

Suara doa Luna yang cukup keras membuat beberapa tetangganya terkejut dan juga menggelengkan kepala. Karena kegirangan juga dipeluk dan dicium gawai pintarnya dengan sedikit tari - tarian kecil dilakukan sebagai tanda perayaan atas semua doanya yang terkabul.

xxxxxxxx

Suara musik sangat kencang terdengar jelas, lampu kerlap - kerlip disertai gerakan memutar juga terlihat segerombolan orang meluk - liukkan tubuh tidak karuan. Samar terlihat seorang perempuan muda dengan wajah sangat merah dan sudah dibantu jalan oleh seorang lelaki tinggi.

Perempuan itu terlihat dibawa keluar dari keramaian tadi menuju sebuah parkiran mobil. Sebuah sedan mewah telah menunggu keduanya, mobil itu dikendarai oleh Si Lelaki dan Si Perempuan diletakkan di kursi sebelahnya, sesekali dipandang wajah perempuan itu dengan senyum miring nan puasnya. Hotel megah, itu tujuan dari mobil Si Lelaki. Setelah naik melalui lift untuk menuju ke kamar yang telah dipesan, Si Lelaki yang menggendong Si Perempuan terlihat menurunkannya secara perlahan untuk menutup pintu kamar, perempuan muda itu dapat berdiri namun sangat lemah juga lunglai. Saat akan berbalik dan berniat menggendong kembali Si Perempuan, wajah Si Lelaki sudah lebih dulu dipegang dengan kedua tangan perempuan muda itu dan bibirnya menempel dengan cukup kasar ke bibir Si Lelaki. Perbuatannya itu membuat mata Si Lelaki terbelalak sesaat, namun kemudian dengan gerakan perlahan membalas perbuatan Si Perempuan dengan lembut hingga malam panas diantara keduanya tidak bisa dihindari.

"Argh...," Luna berteriak cukup kencang dan kedua matanya terbuka dan kedua tangan yang sudah lebih dulu bergerak seperti memberikan perlawanan terhadap sesuatu.

Perempuan manis itu langsung bangun dan terduduk dengan peluh yang membasahi wajah dan lehernya. Digelengkan kepalanya, lalu pandangan mata Luna menyisir keadaan sekitarnya beberapa saat sebelum tarikan napas panjang dengan hembusan yang dalam dilakukannya. Satu tangan perempuan muda itu mengurut pelan dadanya untuk memberikan sinyal aman.

"Nggak, nggak, itu nggak nyata. Mimpi, iya, itu mimpi. Sebaiknya aku mandi lalu doa malam agar merasa lebih tenang." ujarnya pelan.

Saat sedang mandi, Luna tidak serta merta melupakan kejadian tadi. dibawa guyuran air, kepalanya merunduk dengan kedua mata yang terbuka.

"Sial*n, kenapa harus mimpi kayak gitu sih? Pertanda sial kah? Nggak, denger Luna itu semua nggak pernah terjadi. Nggak...," batinnya sambil kemudian mendongak dan kemudian melanjutkan mandi.

Ditempat lain, Danar sedang duduk dengan sangat santai. Ditemani segelas minuman beralkohol dengan alunan musik favoritnya, terlihat jelas ekspresi rileksasinya. Sesekali diambil dan diputar pelan gelas cembung minumannya, dicium aroma minuman itu baru setelahnya diteguk pelan. Kedua matanya yang tertutup perlahan terbuka dengan senyum lebar menatap gelas dihadapannya.

"Luna - Saphira. Hehehe, kita lihat. Apa kali ini, kamu akan berhasil kabur lagi?" ucapnya santai dengan aksen licik khasnya.

Diacungkan tinggi gelas minuman itu tinggi ke depan seperti gerakan bersulang, lalu diteguk habis minuman itu dengan senyum sangat lebar menghiasi wajah lumayan tampannya malam itu.

Malam yang sama, ditempat berbeda. Begitu juga dengan harapan mereka yang juga tidak sama. Danar dan Luna, akankah takdir bisa memenuhi secara adil harapan mereka atau malah sebaliknya?.

********

1
Mak e Tongblung
beberapa kali "mengangguk" kok "menganggur" , tolong diperhatikan thor
Kata Kunci: 🙇‍♀️🙇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!