NovelToon NovelToon
Janji Dibawah Langit

Janji Dibawah Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: vin97

Alexa tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam. Tanpa pilihan, ia harus menikah dengan Angkasa-pria yang nyaris asing baginya. Bukan karena permintaan keluarga, bukan pula karena cinta, tetapi karena sebuah alasan yang tak bisa dijelaskan.

Alexa terjebak dalam kehidupan yang tak pernah ia inginkan, tapi semakin ia mencoba memahami pria itu, semakin banyak hal yang tak masuk akal dalam pernikahan mereka.

Di balik sorot mata tajam Angkasa, ada sesuatu yang tersembunyi. Sebuah kebenaran yang perlahan mulai terungkap. Saat Alexa mulai menerima takdirnya, ia menyadari bahwa pernikahan ini bukan sekadar ikatan biasa-ada janji yang harus ditepati, ada masa lalu yang belum selesai.

Namun, ketika semuanya mulai masuk akal, datanglah pilihan: bertahan dalam pernikahan yang penuh teka-teki atau melepaskan segalanya dan menghadapi konsekuensinya.

Di bawah langit yang sama, akankah hati mereka menemukan jalan untuk saling memahami? Atau pernikahan ini hanya menjadi awal da

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vin97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Usaha Terakhir

Paginya, suasana di rumah terasa lebih sepi dari biasanya, Alexa sudah pamit meninggalkan rumah. Ibu duduk di ruang tamu, memandangi langit malam yang gelap. Pikirannya penuh dengan kecemasan. Nabila, anak sulungnya, semakin sering pulang larut malam tanpa memberi penjelasan, dan jika ditanya, ia hanya menjawab seadanya atau bahkan menghindar. Ibu merasa ada yang salah, tapi ia tidak tahu bagaimana cara menanganinya. Setiap kali mencoba berbicara dengan Nabila, selalu ada tembok yang menghalangi.

Akhirnya, ibu memutuskan untuk mendekati Nabila malam itu juga. Setelah mendengar pintu kamar Nabila tertutup, ibu mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintunya.

"Nabila," suara ibu terdengar lembut namun penuh kerisauan. "Bisakah kita bicara sebentar?"

Nabila membuka pintu kamar dengan ekspresi datar, tanpa senyum ataupun sapa. "Ada apa?" katanya dengan nada yang lebih datar dari biasanya.

Ibu menghela napas, menatap putrinya dengan penuh perhatian. "Aku khawatir, Nak. Kamu sering keluar malam belakangan ini, tanpa memberi tahu ibu ke mana kamu pergi. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu tidak mau berbicara dengan ibu lagi?"

"Apa yang terjadi pada kamu, Nabila?" Ibu bertanya lagi, kali ini dengan suara lebih tegas, namun masih penuh kekhawatiran. "Kamu tidak seperti dulu. Dulu kamu selalu bisa diajak bicara, dan sekarang... sekarang kamu selalu menghindar."

Nabila menatap ibunya dengan tatapan tajam. "Aku tidak menghindar, Bu. Aku cuma tidak merasa nyaman. Kamu dan Alexa terus menginginkan aku di rumah, terus menuntut aku ada di samping kalian."

Ibu terdiam, terkejut dengan respon itu. "Apa maksudmu dengan tidak bisa terus seperti ini, Nabila? Kami hanya ingin kamu merasa nyaman, kami ingin kita tetap bersama sebagai keluarga."

"Dan itu masalahnya!" Nabila mendongak, suaranya mulai meninggi. "Kamu selalu ingin kami bersama, tapi kamu tidak pernah peduli dengan apa yang aku inginkan! Kamu ingin aku di rumah, selalu ada untuk kalian, tapi kamu tidak tahu apa yang aku rasakan! Aku merasa terjebak, Bu."

Ibu terdiam, merasa hatinya mulai diliputi kebingungannya. "Kamu merasa terjebak?" tanya ibu, berusaha mencari tahu lebih lanjut. "Tapi kami tidak ingin mengekangmu. Kami hanya ingin kamu merasa dicintai dan didukung."

"Tapi itu tidak berarti buat aku!" Nabila membentak, suaranya keras. "Aku tidak ingin merasa seperti tanggung jawab yang harus terus dijaga! Aku tidak ingin terus merasa terikat dengan kalian, aku ingin memilih jalanku sendiri."

Ibu merasa sangat terluka dengan kata-kata itu, namun ia berusaha tetap tenang. "Nabila, aku tidak tahu kalau kamu merasa seperti ini," jawab ibu dengan suara pelan, penuh penyesalan. "Ibu tidak bermaksud menahanmu, aku hanya ingin kita tetap saling mendukung. Aku takut kamu merasa sendirian."

"Dan itulah masalahnya!" Nabila hampir menangis, namun ia menahan emosinya. "Ibu berbicara seolah tidak menahanku, tapi ibu melakukannya."

Ibu merasa hatinya semakin berat mendengar kata-kata itu. Ia merasa seperti telah gagal sebagai ibu, gagal memahami perasaan anaknya. "Nabila, aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku selalu ada untukmu, apapun yang terjadi. Tapi jika aku terlalu mengatur, tolong beri tahu ibu."

"Ya, beri tahu?" Nabila tertawa pahit. "Aku sudah sering memberitahumu, Bu, tapi kamu tidak pernah mengerti. Kamu selalu sibuk dengan apa yang kamu inginkan untukku, bukan dengan apa yang aku butuhkan."

Ibu merasakan perasaan hancur. Nabila berbicara dengan keras kepala, dan sepertinya tidak ada jalan untuk membuatnya mengerti apa yang ibu rasakan. "Aku hanya takut kehilanganmu, Nak," jawab ibu dengan suara serak, "Aku tidak tahu bagaimana cara memberimu kebebasan, tapi aku tidak ingin kamu merasa sendirian."

"Jika kamu benar-benar ingin memberiku kebebasan, maka biarkan aku pergi!" Nabila berkata dengan tegas, "Biarkan aku hidup dengan caraku sendiri, atau setidaknya biarkan aku tinggal bersama ayah"

Ibu terdiam sejenak. Rasanya seperti dunia runtuh di hadapannya. Ia tidak bisa membayangkan jika Nabila benar-benar pergi, atau jika hubungan mereka tetap seperti ini. "Aku ingin kamu tahu bahwa aku mencintaimu, Nabila," kata ibu dengan suara lirih. "Apapun yang terjadi, ibu akan selalu mencintaimu."

Nabila bangkit dan meninggalkan ibunya sendiri disana.

Sedangkan Ibu tetap berdiri di sana, merasakan kesedihan yang dalam. Ia tahu, meskipun ia mencintai Nabila, mungkin saat ini Nabila tidak ingin mendengarnya. Mungkin apa yang ibu inginkan dan apa yang Nabila butuhkan terlalu jauh berbeda. Tanpa berkata apa-apa lagi, ibu perlahan keluar dari kamar dan menutup pintu dengan hati yang hancur.

Percakapan itu tidak menyelesaikan masalah. Nabila tetap keras kepala, dan ibu tidak tahu bagaimana cara melanjutkan. Namun, meskipun mereka terpisah oleh jarak emosional, ibu tahu satu hal pasti—ia tidak akan pernah berhenti mencintai Nabila, bahkan jika saat ini mereka belum bisa menemukan titik temu.

---

Alexa duduk termenung diluar sana, ia bingung sampai kapan harus melakukan hal ini. Ia tidak berhenti mencari pekerjaan setiap harinya meskipun ia sadar begitu sulit mendapatkan pekerjaan.

Ia tiba-tiba teringat pada pria yang menawarkan pekerjaan, ia menjadi menyesal kenapa ia tak menerima tawaran itu.

"Dimana aku bisa bertemu dengan pria itu lagi ?"

"Apa malam ini dia akan ke club ?" Tanyanya dengan bimbang.

---

Pagi itu, ibu-ibu di pasar sedang sibuk memilih bahan makanan untuk keperluan dapur. Di antara mereka, ada seorang wanita yang baru saja tiba dan tampak mengenakan pakaian sederhana namun rapi. Ibu Alexa dan Nabila baru saja datang untuk membeli sayuran yang akan dimasak malam nanti.

"Halo ibu-ibu!" sapa ibu Alexa ramah, sambil tersenyum dan melambaikan tangan.

"Halo, ibu Alexa!" balas salah satu ibu dengan senyum hangat. "Lagi belanja apa nih?"

"Ah, lagi mikir juga nih, Bu," jawab ibu Alexa sambil memilih sayur.

"Oh, ngomong-ngomong, Alexa itu kenapa tidak bekerja lagi di sekolah? Kok saya dengar dia nggak ngajar lagi?" tanya ibu yang baru saja menyapa, dengan nada yang agak penasaran.

Pertanyaan itu membuat ibu Alexa terkejut. "Maksudnya, Bu? Alexa masih bekerja kok, hari ini juga sudah berangkat ke sekolah," jawabnya cepat, berusaha menghindari kecurigaan.

"Ah masa? Cucu saya bilang Alexa sudah nggak jadi guru lagi," jawab ibu itu, semakin meyakinkan dirinya.

Ibu Alexa merasa kaget dan bingung, namun ia tetap mencoba tersenyum dan menjawab, "Mungkin ada salah paham. Nanti saya tanyakan pada Alexa, Bu."

"Saya juga sering lihat Alexa keluar malam," sambung ibu yang satu lagi, dengan nada yang lebih serius.

Kalimat itu membuat ibu Alexa semakin terkejut. Ia mencoba menenangkan dirinya, namun hatinya mulai resah. "Mungkin kalian salah orang, Bu. Nanti saya tanya langsung sama Alexa ya," jawab ibu Alexa, berusaha untuk membela putrinya, meski hati mulai dipenuhi keraguan.

Setelah beberapa saat, ibu Alexa akhirnya mengakhiri percakapan itu dan pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, ia terus memikirkan percakapan tadi. Mengapa ibu-ibu itu begitu yakin bahwa Alexa tidak bekerja lagi? Dan tentang keluhan mereka yang melihat Alexa keluar malam? Semua itu terasa begitu berat baginya.

Sesampainya di rumah, ibu Alexa duduk di ruang tamu, cemas menunggu kedatangan putrinya. Namun waktu berlalu begitu lama, dan rasa cemas itu semakin menumpuk di hatinya. Tiba-tiba, tubuhnya terasa lemas, dan kepalanya mulai berputar. Ia mencoba bangkit untuk meminum obat, tetapi kakinya tak kuat menopang tubuhnya. Tanpa bisa menghindar, ibu Alexa terjatuh ke lantai dengan tubuh yang lemas.

Alexa kembali ke rumah dengan wajah lelah setelah mencari pekerjaan seharian. Namun, begitu ia melangkah masuk, ia terkejut melihat ibunya tergeletak tak sadarkan diri di lantai ruang tamu.

"Ibu!" teriak Alexa panik, berlari menghampiri ibunya dan segera memeriksa nadinya. Tanpa pikir panjang, Alexa segera menghubungi ojek online dan meminta bantuan untuk membawa ibunya ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, dokter yang memeriksa ibu Alexa memberi kabar buruk. "Penyakit ibu Anda sudah semakin parah. Kanker ususnya harus segera dioperasi. Ini satu-satunya jalan untuk menyelamatkannya."

Alexa merasa hatinya hancur. Biaya operasi yang sangat besar membuatnya terjebak dalam dilema. Ia ingin sekali menyelamatkan ibunya, tetapi bagaimana ia bisa mengumpulkan uang sebanyak itu?

Alexa tidak menyerah begitu saja. Ia mencoba mencari pinjaman ke beberapa temannya, namun tak ada yang bisa membantunya. Semua orang seolah tidak mampu memenuhi permintaannya. Keputusasaannya semakin dalam, namun di tengah kebingungannya, satu nama muncul di pikirannya—Angkasa.

Entah mengapa, Angkasa tiba-tiba saja muncul di benaknya sebagai satu-satunya orang yang mungkin bisa membantunya. Meskipun hubungan mereka tidak baik, ia tahu bahwa Angkasa memiliki uang yang cukup untuk membantu.

Malam itu, hujan turun begitu deras. Alexa tak peduli. Ia menuju kantor Angkasa. Namun, sesampainya di sana, ia mendapati kantor itu kosong. Dengan rasa putus asa, Alexa menghubungi Angkasa melalui telepon.

"Kerumahku jika kau ingin bicara," jawab Angkasa dengan nada dingin di ujung telepon.

Alexa tak ragu lagi. Ia segera menuju rumah besar milik keluarga Angkasa, meskipun tubuhnya sudah basah kuyup karena hujan yang turun begitu deras. Begitu sampai di depan gerbang, Alexa menunggu di luar, enggan untuk masuk dalam keadaan basah.

Tak lama kemudian, Angkasa keluar dengan wajah cemas melihat kondisi Alexa. "Masuklah, kau harus berganti pakaian," ujarnya dengan nada dingin, berusaha terlihat tidak cemas.

Alexa menggeleng, menolak masuk. "Aku... aku perlu bicara denganmu," katanya terbata-bata. "Mungkin aku terlihat tidak tahu malu, tapi bisakah aku meminjam uang padamu? Aku berjanji akan mengembalikannya, walaupun tidak secepatnya."

Angkasa menatap Alexa dengan mata yang tajam, tidak segera berkata apa-apa. Namun, setelah beberapa saat, ia akhirnya berbicara dengan nada yang tidak terduga.

"Aku akan membiarkanmu meminjam uang dariku," ucap Angkasa, suaranya penuh perhitungan. "Tapi ada satu syarat."

Alexa terkejut. "Apa itu?"

"Aku akan memberimu uang itu, asalkan kau menikah denganku."

Angkasa menatapnya tanpa ekspresi. "Kau tidak punya banyak pilihan, Alexa. Ini satu-satunya cara aku bisa membantumu."

To be continued

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!