Terlahir dari keluarga berada dan putri bungsu satu satunya, tidak menjamin hidup Sabira Rajendra bahagia.
Justru gadis cantik yang berusia 18 th itu sangat di benci oleh keluarganya.
Karena sebelum kelahiran Sabira, keluarga Rajendra mempunyai anak angkat perempuan, yang sangat pintar mengambil hati keluarga Rajendra.
Sabira di usir oleh keluarganya karena kesalahan yang tidak pernah dia perbuat.
Penasaran dengan kisah Sabira, yukkkk..... ikuti cerita nya..... 😁😁😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Abang." pekik Sabira kesal karena di kerjai oleh Devan, diam diam Devan berdiri di belakang adiknya yang sedang memasak mie instan di dapur.
Devan hanya terkekeh melihat wajah kesal sang adik.
"Kenapa makan mie itu? padahal abang sudah bawakan makan malam buat kita." omel Devan yang tidak suka adiknya memakan mie instan tersebut.
Sabira nyengir kuda melihat wajah kesal sang abang.
"Lagi pengen bang, dari kemaren udah pengen tapi nggak sempat bikin mulu, ya udah sekarang udah nggak bisa di tunda lagi." cengir Sabira.
"Baiklah, tapi makan berdua sama abang." tegas Devan tidak menyia nyiakan kesempatan untuk bisa semakin dekat dengan adik bungsunya itu.
"Tap... " ucapan Sabira terpotong, di sela oleh Devan.
"Makan berdua abang, atau nggak sama sekali." ancam Devan, tapi di dalam hatinya bersorak gembira, karena bisa mengancam sang adik.
"Hmm... Baik lah." pasrah Sabira menyetujui permintaan abangnya itu, dari pada tidak di izinkan makan mie instan yang dari tadi sudah membuat air liurnya ingin menetes.
"Nah, ini baru benar." ujar Devan tanpa permisi lansung saja mengambil sendok yang ada di tangan Sabira, dan lansung menyendok mie rebus itu ke mulutnya.
"Abang." kesal Sabira, karena sendoknya di rebut oleh sang abang.
"Apa? " acuh Devan.
"Itu sendok ku..., " rengek Sabira.
"Oh.... Sendok adek, tapi kok ada di tangan abang ya, ya udah sih, sini abang suapin aja." Devan tersenyum manis, dan menyuapkan mie yang sudah di tiup supaya dingin ke arah mulut Sabira.
"Ak." ucap Devan membuka mulutnya, mau tidak mau Sabira menurut membuka mulutnya, dengan senang hati Devan menyuapi sang adik.
Sungguh Devan sangat bahagia, bisa kembali dekat dengan sang adik, ada rasa bersalah yang tidak bisa Devan ungkap kan kepada sang adik, telah membuat gadis cantik tinggi semampai itu itu kehilangan kasih sayang dan perhatian darinya.
Hati Sabira menghangat mendapatkan perlakuan manis dari abangnya itu, dia berharap semua ini bukan hanya mimpi, dan tidak ada lagi orang jahat memisahkan dia dan abangnya.
Devan dengan telaten menyuapi sang adik dan bergantian dengan dirinya, sungguh ini makan paling nikmat seumur hidupnya.
"Yah... Habis." Devan kecewa, mie yang dia makan sudah habis, padahal dia masih ingin menyuapi sang adik.
"Alhamdulillah, rasanya nikmat sekali, ini makan terenak yang Bira rasakan seumur hidup Bira." celetuk Sabira dengan ria.
Devan tertegun mendengar ucapan sang adik, rupanya adiknya pun sama merasakan apa yang dia rasakan.
"Klau gitu, abang akan menyuapi kamu setiap hari." semangat Devan.
"Ck, ngaco. Gimana ceritanya." cibir Sabira.
"Ya bisa lah, apa susahnya, abang bisa melakukannya." ucap Devan tak mau kalah.
"Emang abang akan datang setiap hari, saat aku makan cibir Sabira lagi.
" Hmm... Abang akan tinggal di sini bersama kamu, sayang." ucap Devan mantab.
"Ihhh... Jangan ngadu ngadu deh, nanti keluarga abang mencari abang." ucap Sabira tersenyum pahit, ada rasa kecewa dan benci dan rindu secara bersamaan dirinya kepada keluarganya itu.
"Abang tidak perduli, abang akan tinggal di sini bersama adik abang." ucap Devan meraih tangan Sabira dan membawanya ke dalam dekapannya, dia tau adiknya saat ini sedang merasa sedih karena ulang orang tua dan abangnya itu.
Terserah abang aja, abang mau tinggal di sini, atau pulang ke sana, aku nggak perduli." acuh Sabira melengos menghindari tatapan mata Devan.
"Yess.... Akhirnya, abang bisa tidur nyenyak dengan memeluk guling hidup abang." sorak Devan.
Sabira hanya mencibir kesal, padahal di dalam hati sangat bahagia, dia pun sama bisa merasakan tidur nyenyak saat di dekap hangat oleh sang abang.
"Non, besok pagi, bibi jadi ke sekolah non? " tiba tiba bi Tuti datang ke arah mereka.
Mata Sabira lansung melirik ke arah Devan, tapi hanya sekilas, dan kembali menatap bibi yang sudah dia anggap keluarga sendiri.
"Jadi bi, bibi berangkatnya bareng Bira aja, besok bibi pakai baju yang Bira belikan kemaren ya. " sahut Sabira lembut.
"Ngapain bibi ke sekolah adek? " sela Devan.
"Oh.... Itu, jadi perwakilan orang tua Bira, karena Bira beberapa hari yang lalu memenangkan lomba, dan besok penyerahankan tropi dan hadiahnya.
Seketika hati Devan bagai di hujan belati, jadi selama ini bi Tuti yang yang berperan menjadi orang tua adiknya, yang selalu ada untuk adik bungsunya itu, sungguh rasa sesal yang mendalam Devan rasakan saat ini, adik kesayangannya selama ini tidak mendapatkan kasih sayang dari keluarganya, bahkan lebih tepatnya menjadi anak yang terabaikan.
"Biar abang yang mewakilinya." putus Devan dengan tegas.
"Abang kan kerja." sahut Sabira.
"Masa bodoh pekerjaan, abang tidak perduli, abang mau menjadi wali adek mulai sekarang, jadi klau ada apa apa, tolong Bira kasih tau abang ya." pinta Devan dengan lembut kepada sang adik.
Bi Tuti sangat bahagia mendengar ucapan Galang tersebut, sebenarnya bi Tuti sengaja menemui adik dan abang itu, dia ingin tau respon dari Devan, apa Devan benar benar sudah berubah dan perhatian sama adiknya, atau sama saja seperti dulu, ternyata Devan sudah berubah, dan kembali perhatian dan menyanyangi nona mudanya seperti dulu lagi.
"Abang yakin? " tanya Sabira ragu.
"Tentu saja, adek ragu sama abang." sendu Devan.
"Sedikit." acuh Sabira, dia tidak mau berharap banyak kepada sang abang, takut nanti di php seperti yang sudah sudah, dan kembali melukai hati mungilnya.
"Adek harus percaya sama abang, abang nggak akan melakukan kesalahan yang sama seperti yang sudah sudah." ucap Devan sungguh sungguh, meyakinkan sang adik.
"Nggak mau ah, percaya sama abang." tolak Sabira.
Seketika wajah Devan berubah sendu, "maaf. Abang sudah banyak membuat adek kecewa." lirih Devan, adiknya itu pasti kecewa dengan kelakuannya dulu, yang lebih mementingkan Aura atau teman temannya, dari pada menghadiri pertemuan di sekolah adik bungsunya itu.
"Ihhhsss.... Bukan itu, percaya sama abang itu Musyrik, percaya tuh sama Tuhan." ucap Sabira terbahak dia berhasil mengerjai sang abang, dengan cepat Sabira berdiri dan berlari menjauhi sang abang.
"Ya.... Kamu mengerjai abang ya! " pekik Devan dan ikut berlari mengejar sang adik ke halaman belakang, di sana ada taman, walau tidak besar namun cukup lah untuk mereka kejar kejaran.
Bi Tuti melihat itu menangis haru, akhirnya nona mudanya bisa kembali merasakan kasih sayang dari keluarganya, walau bukan orang tuanya, setidaknya Devan sang abang yang memang dari dulu sangat menyanyangi Sabira itu sudah kembali seperti dulu lagi.
"Berbahagialah nona, bibi ikut senang melihat nona bisa tersenyum lepas seperti ini, semoga tidak ada lagi orang jahat yang ingin memisahkan kalian lagi." gumam bi Tuti.
"Ampun abang. " ucap Sabira terbahak bahak karena berhasil di tangkap oleh Devan, Devan menggelitik Sabira tanpa ampun.
"Rasakan, emang enak, bisa bisanya abang di kerjai." oceh Devan yang terus menggelitik sang adik.
Sungguh Devan saat ini sangat bahagia, bisa kembali bercanda ria seperti ini bersama adik semata wayangnya.
"Hahahaha.... Ampun." gelak tawa Sabira di gelatik oleh Devan.
Bersambung....
Haiii.... Jangan lupa like komen dan vote ya.. 😘😘😘😘
ᴄᴘᴛ ʟᴀʜ ᴋᴀᴜ ʙᴋᴛ ᴋɴ