Menyukai seseorang itu bukan hal baru untuk Bagas, boleh dibilang ia adalah seorang playernya hati wanita dengan background yang mumpuni untuk menaklukan setiap lawan jenis dan bermain hati. Namun kenyataan lantas menamparnya, ia justru jatuh hati pada seorang keturunan ningrat yang penuh dengan aturan yang mengikat hidupnya. Hubungan itu tak bisa lebih pelik lagi ketika ia tau mereka terikat oleh status adik dan kakak.
Bagaimana nasib kisah cinta Bagas? apakah harus kandas atau justru ia yang memiliki jiwa pejuang akan terus mengejar Sasmita?
Spin off Bukan Citra Rasmi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hipertenlove~ Bab 12
Dan benar saja, apa yang disampaikan apih adalah apa yang diminta amih tadi.
Tenggorokannya tercekat saat mau tak mau ia mengatakan iya, ditambah wajah apih menyiratkan pengharapan luar biasa dari Sasi, bagaimana Sasi bisa menolaknya.
"Seren taun, taun ini tanggal berapa?" tanya nya pada apih.
"Tanggal 18-22 Rayagung kalender sunda wiwitan itu jatuh di bulan 6. Di tanggal lewat dari selikuran. Sekitar 24, tapi mungkin nanti kita pulang dari sebelumnya. Buat siapin damar sewu."
*Teh, ada di rumah*?
Nyatanya kini mang Ujang membelokan stir mobil ke rumah ibun Ganis, dimana Asmi berada sekarang.
Asmi memang sudah berada di waktu-waktu krusial melahirkan saat ini, bahkan itu bisa terlihat dari kondisi perutnya yang seperti akan meledak kata Sasi.
Sudah benar-benar turun, bahkan wajah Asmi terlihat sembab-sembab dan bening padahal teteh-nya itu tidak sedang menangis.
Mendengar deru mesin mobil di depan rumah, Asmi tau jika ada seseorang yang datang, "itu suara mobil siapa, Mi?" tanya ibun yang masih membuat bolu karamel, penganan turun temurun dari ibu Nata dan kini disukai anak mantu.
"Sasi kayanya bun, tapi suara mobilnya kaya mobil punya amih..." jawab Asmi, udara Bandung yang dingin tak serta merta membuat Asmi sejuk, ia justru berkeringat saat ini. Entah karena memang berada di dapur bersama segudang aktivitas pastry-nya dan ibun, atau memang ada lain hal sebagai sebabnya.
"Oh," angguk ibun, memotong bolu loyang pertama untuk dimakan disini. Sementara yang sedang dimatangkan untuk dibawa Asmi dan Alva pulang.
"Bentar, biar Asmi liat dulu...siapa tau datangnya rame-rame sama amih..." kekehnya menaruh bungkusan tepung dan gula yang tengah dibereskan lalu berjalan ke arah depan, langkahnya cukup terasa berat, dan tak bebas mengingat bagian selang k4ngannya terasa cenat-cenut dan seperti terhalang. Bahkan bila boleh jujur, sejak tadi pagi di rumah....ia sudah merasakan tak enak di bagian perutnya.
Ia turun dari mobil saat mesin mobil belum benar-benar dimatikan, dan membiarkan mang Ujang memarkirkan mobil itu di bahu jalan saja, tepat di depan rumah ibun Ganis, mengingat halaman kecil rumah itu sudah terisi penuh oleh mobil Asmi dan motor milik om Nata.
Langkahnya cepat ke arah undakan tangga kecil dan memasuki teras dimana mang Eka, setia nungguin menak gila di dalamnya sambil *gogoleran* alias rebahan di kursi depan rumah kaya anak ilang. Ia segera bangkit mana kala melihat Sasi turun dari mobil, "den rara sama mang Ujang, den?" tanya nya basa-basi.
Sasi mengangguk, "iya mang E. Kenapa di luar, mang? Ngga dikasih masuk apa gimana?" jelas Sasi tidak sedang bertanya karena ia langsung melengos masuk ke dalam rumah yang tak ditutup pintunya. Mang Eka hanya mendengus tertawa saja mendengar selorohan raden raranya, den rara Sasmita memang begitu adanya.
"Jang!" seru mang Eka, sudah lama tak jumpa sejak dipisahkan tempat dinas. Jika dulu ia masih satu rumah dengan Ujang, sekarang ia ikut den rara Asmi ke rumahnya.
"*Naha nu eta mobilna euy*, (**kenapa yang itu mobilnya**) ganti...punya den nganten *lain* (**bukan**) itu mah?!" ujarnya mengawali obrolan dengan mang Ujang yang baru turun.
\*\*\*
"Hallo bumil!" ia menyapa Asmi sambil cengengesan, sejurus kemudian hatinya terasa ser-serran melihat si teteh manis sepaket perutnya. Begitu ngeri plus miris liat teteh seksi idaman kaum adam terutama beberapa penerus ningrat lain, dulu. Sekarang justru sedang hamil besar dan berwajah sembab. Kemolekan tubuh yang berubah sekejap ketika seorang wanita harus mengandung benih.
"Teh, kalo liat teteh teh ya...jadi inget film malam jum'at kliwon..." tawanya lebih meledak lagi.
"Amit-amit Sasi ih! Yang meletus perutnya, pindah ke belakang? Naudzubillah siah!" Asmi menggeplak Sasi. Namun Sasi masih tertawa disana dan ia mengusap calon keponakan kecilnya di dalam perut Asmi, "hey kamu." Obrolnya berjongkok, "kapan keluar? Ngga mau liat dunia, emangnya? Cepetan keluar banyak wewe cantik loh di bumi..." ujarnya membuat Asmi tertawa renyah dan kembali mendaratkan geplakan pelannya di bahu adiknya itu.
"Engga ah. Buat aku, yang paling cantik tetep mamah..." jawab Asmi dengan suara yang dibuat-dibuat seperti anak kecil. Sasi meledakan tawanya lagi, "haa! geuleuh!" (jijik) cibirnya bergidik.
"Aduhh, apa atuh meni rame gini ini teh?" ibun Ganis ikut keluar dengan membawa sepiring bolu karamel yang telah dipotong-potong.
"Eh, ibunnn, sehat bun?" Sasi segera meraih punggung tangan ibun dan salim takzim.
"Alhamdulillah, ngga tau perasaan ibun aja atau emang iya...Sasi keliatan makin cantik denok, makin bahe noll!"
Sasi tersenyum bangga, sementara Asmi hanya melengkungkan bibirnya dan membuat gestur muntahnya.
"Udah makan belum kamu teh? Makan siang dulu yuk!" ajak Asmi digelengi Sasi, "engga ah. Udah kenyang, tadi dibekelin nasi tutug oncom sama ambu Euis." Tolaknya, meski tak begitu lama kemudian, ia mencomot bolu karamel di piring yang baru ibun Ganis sajikan. Dan untuk itu, membuat Asmi mendengus, *tadi* *bilangnya kenyang*....
Sasi masih menikmati bolu, saat kemudian terdengar suara mesin motor dari luar. Ia cukup dibuat celingukan saat tau milik siapa motor itu. Dan Asmi, justru masuk ke kamar Alva.
Bahkan kini suara berat khas itu menyusul terdengar menyapa mang Eka dan mang Ujang.
Sasi melebarkan senyuman dan siap menyerbu pintu depan, namun sejurus kemudian otaknya memikirkan ide usil. Gadis itu masuk ke balik pintu berniat mengejutkan manusia lak nat yang sebentar lagi akan masuk.
"A Bagas ini mah..." kikiknya jahil, Sasi segera bersembunyi di balik pintu yang terbuka.
Ia benar-benar greget sampai-sampai senyumannya tetap bertahan disana, terdengar langkah kaki menjejaki teras, namun Sasi dibuat cukup mengernyit manakala telinganya menangkap suara seorang perempuan di luar.
Tak ada waktu untuknya berpikir karena jelas langkah kaki itu semakin dekat. Tak ingin kehilangan moment, Sasi langsung keluar secara tiba-tiba dengan kepala yang dibuat seolah penampakan melongo dari balik pintu, "boo!"
"Astagfirullah!" jerit Salsa segera menutup wajahnya saking terkejut saat sebuah kepala tiba-tiba muncul bersama rambut panjang terurainya. Bahkan gadis itu langsung menarik menyembunyikan wajahnya di lengan Bagas.
"Si...." tegur Bagas cukup ikut terkejut juga. Sasi sedikit dibuat tertawa sekaligus tak menyangka, sebenarnya ia salah sasaran...meski tak mengurangi kelucuan menurutnya.
Sasi tertawa renyah, "eh...salah sasaran teh, maaf." Ujarnya.
Namun gerak refleks Bagas tadi, yang tertangkap oleh netra Sasmita, cukup membuat sudut hatinya berdenyut. Tangan Bagas refleks melindungi kepala Salsa dan itu cukup sukses menerjunkan selera humor Sasi saat itu.
"Ya ampun, Sasi ihh...kaget aku!" Salsa menyentuh dadanya namun kemudian cukup dibuat excited oleh sikap kekanakan Sasi, yang menurutnya adalah kemajuan hubungannya dengan Bagas, setidaknya ia bisa dekat dengan adik Bagas.
Bagas berdecak, "kamu tuh." Lantas Bagas meraih Sasi dan menjewer telinga gadis itu yang mengelak dan kabur ke dalam, "ibunnnn!"
Hingga ke arah ruang tengah, saat Salsa hanya berada di ruang depan, Bagas menangkap Sasi dan mencoba memasukan kepala Sasi gemas ke dalam dekapannya.
"A Bagas ih, ibunnnn!" jeritnya lagi, Salsa masih tertawa-tawa di tempatnya meski tak melihat keduanya bertengkar. Padahal jika saja ia melihat, Sasi dan Bagas justru jatuh di sofa depan televisi bersama, dengan Sasi yang berada dalam kungkungan Bagas.
"Jail." Rutuk Bagas memandang lekat Sasi. Dan perasaan itu, hanyut membuai kedua insan ini dalam deru nafas yang memburu. Sampai saat Sasi ingat dengan situasi, ia mendorong Bagas lalu bangun, "aduh ah! Acak-acakan rambut Sasi..." keluhnya hanya begitu saja, lantas adik kecil itu justru bergerak ke arah kamar Alva dimana Asmi berada, "teh Asmi...Sasi teh sampai lupa kalo kesini mau----" ia membuka pintu dam masuk, setelah sebelumnya sempat berucap maaf pada Salsa atas sikapnya tadi.
"Tetehhhh!!!! Ibun!!! A Bagassss! Teh Asmi ngompollll! Mau lahiran!!!" jeritnya membuat semua orang panik.
.
.
.
.
.
nanti Wilang jawab kangen dgn setulus hati giliran kamunya yg bingung
galau
apalagi kalo ternyata kedepan kalian bakal 'didekatkan' 😲
wilang calon bodyguard kamu lhoyaaa kedepan
makin gabisa curi2 waktu kesempatan dan ngeles alesan deh kamu sama keluarga