NovelToon NovelToon
Mardo & Kuntilanaknya

Mardo & Kuntilanaknya

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:352
Nilai: 5
Nama Author: Riva Armis

Mardo, pemuda yang dulu cuma hobi mancing, kini terpaksa 'mancing' makhluk gaib demi pekerjaan baru yang absurd. Kontrak kerjanya bersama Dea, seorang Ratu Kuntilanak Merah yang lebih sering dandan daripada tidur, mewajibkan Mardo untuk berlatih pedang, membaca buku tua, dan bertemu makhluk gaib yang kadang lebih aneh daripada teman-temannya sendiri.

Apa sebenarnya pekerjaan aneh yang membuat Mardo terjun ke dunia gaib penuh risiko ini? Yang pasti, pekerjaan ini mengajarkan Mardo satu hal: setiap pekerjaan harus dijalani dengan sepenuh hati, atau setidaknya dengan sedikit keberanian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riva Armis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12: Racun Kerja

Kepala itu terbang cepat banget! Gue buru-buru lari mengejarnya sampai ke ruangan si Bos. Pintu sudah kebuka, ketika gue masuk, kepala dengan rambut panjang itu sedang terbang memutari Sulay yang terbaring di lantai. Si Bos duduk di meja sambil meminum kopinya.

"B-bos ... tim medis."

Si Bos cuma mengangguk. Gue berdiri agak dekat dengan Sulay yang terbaring.

Kepala itu kemudian melayang tepat di atas wajah Sulay. Organ dalamnya yang berdenyut membuat gue pengin muntah. Walaupun nilai biologi gue gak pernah bagus di sekolah, seenggaknya gue tahu kalau yang sedang mengembang sekarang adalah paru-parunya. Kepala itu menarik napas panjang.

Sebuah asap hitam keluar dari mulut Sulay, yang kemudian masuk ke dalam paru-paru kepala itu. Sampai sekiranya paru-paru itu berubah menjadi hitam, barulah Sulay tersedak hebat dan terbangun. Kepala itu memuntahkan semua asap hitam yang tadi dihirupnya ke dalam sebuah gelas di atas meja si Bos.

"Pak! Gimana, Pak!? Lo gak apa-apa!?"

Sulay mengatur napasnya, keringat bercucuran di wajahnya.

"Aman."

Si Bos mereguk kopinya, lalu mengangkat gelas yang berisi cairan hitam. Kepala itu melayang di samping si Bos, menatap gue dan Sulay. Beberapa saat kemudian, setelah Sulay bisa berdiri, pintu diketuk. Dua orang cewek berbaju putih masuk ke dalam ruangan. Gue pikir, mereka inilah tim medis yang sesungguhnya, cuma telat datang aja.

"Badannya sudah kami siapin, Sus," kata salah satu dari mereka.

Gak lama, kepala itu terbang keluar dan mereka semua pergi.

"Gimana keadaan kamu, Sulay?" tanya Si Bos.

Sulay mengusap keringatnya.

"Aman, Bos."

"Maaf, Bos ... dia kenapa, ya?"

"Dia keracunan ilmu yang baru dicabutnya."

Alan!? Iya juga, ya! Waktu itu keluar asap hitam dari kepala Alan dan masuk ke tangan kanan Sulay!

"Kamu istirahat saja. Sementara kalian berdua libur tugas dulu."

"Siap, Bos."

Hari sudah semakin malam. Karena Sulay bilang kalau dia sudah gak apa-apa, akhirnya gue pulang aja. Di rumah semuanya normal-normal aja. Gak ada bunyi keran air, gak ada lampu mati nyala sendiri, dan gak ada taburan bunga mawar di lantai. Gue rasa semuanya sudah kembali normal. Gue masuk ke kamar, mengganti pakaian dan menaruh pedang di atas meja laptop.

Sambil rebahan, gue mengecek HP. Gue ingat, ada WhatsApp yang harus gue jawab. Seseorang yang menunggu gue, entah dengan tujuan apa. Anjir! Gue teringat dengan Torgol! Gue ninggalin dia di pemancingan! Aduh! Gue harus ngapain sekarang!? Gue buru-buru ganti baju lagi, ngambil pedang dan pergi buat jemput Torgol. Lagi-lagi, gue menunda percakapan dengan Naya.

Pemancingan sepi banget. Gak ada orang satu pun, bahkan warung langganan gue beli roti aja sudah tutup. Gue segera menuju kursi tempat gue ninggalin Torgol. Gue lega banget setelah melihat dia lagi duduk menghadap sungai. Gue berlari menghampirinya.

"Pak! Mohon maaf nungguin lama, ya."

Dia berbalik menghadap gue dengan ekspresi datar.

"Mardo."

"Sekarang gimana, Pak? Mau kembali ke kantor nggak?"

Dia langsung berdiri. Mengangkat kursi kayu panjang dan melemparnya ke sungai.

"Waduh! Kenapa dibuang, Pak!?"

Dia berdiri sambil menatap gue. Sama seperti ketika si Bos menatap, kali ini gue juga merasakan aura intimidasi yang membuat gue merasa terpojok.

"Maaf, Mardo. Kalau kamu memaksa saya ke tempat itu lagi, saya terpaksa membunuh kamu di sini."

"Hah!?"

Torgol berubah menjadi burung kecil dan terbang dengan sangat cepat! Dia hilang, entah ke mana. Karena dia pergi, dan hari juga semakin malam, mendingan gue pulang aja lalu tidur. Belum juga jauh melangkah, pundak gue ditahan sesuatu dari balik pohon besar di belakang kursi tadi. Refleks gue menengok. Gue kaget karena ada tangan! Tangan dengan jari-jari panjang dan kuku hitam keriting sedang menempel di pundak gue!

Gue langsung membuka pedang dan mencoba menebas tangan itu. Tangan itu melepaskan cengkramannya dan masuk ke dalam pohon. Gue pikir sudah berakhir, jadinya gue lari secepat mungkin. Gue kemudian tersandung ranting dan jatuh ke tanah. Muka gue kena lumpur. Gue mencoba berdiri, tapi gue jatuh lagi. Kayak ada yang megangin kaki gue!

Tangan itu megangin kaki gue! Gue jadi panik sendiri. Gue sekali lagi mencoba menebas tangan itu, tapi sialnya sebelum mengangkat pedang, kedua tangan gue juga dipegangin oleh tangan yang lainnya! Gue gak bisa ngapa-ngapain selain teriak. Muncullah sosok cewek berbaju putih dengan rambut panjang yang nutupin mukanya dari dalam pohon.

"Kenapa ... kalian buang kursi saya!?"

Dia semakin mendekati gue.

"KENAPA!?"

Dia teriak persis di depan muka gue! Gue meniup-niup rambutnya, mencoba apakah gue bisa melihat wajahnya. Dia langsung mundur dan diam jadi kayak patung. Cengkraman di kaki dan tangan gue melemah. Gue bisa berdiri. Karena sudah bebas, gue langsung buru-buru pergi menuju motor. Sebelum gue berangkat, sosok cewek itu masih diam aja di samping pohon.

Gue langsung masuk ke kamar mandi buat bersihin muka gue yang kena lumpur. Gue berencana ngobrolin soal ini kepada Sulay besok pagi. Gue mau bilang kalau Torgol pergi dan ngebuang sebuah kursi ke sungai. Rumah gue masih normal. Gak ada hal aneh lagi. Sekarang jam 11 malam. Walau rasanya capek, tapi gue belum ngantuk.

Gue buka WhatsApp lagi, berencana membalas pesan Naya. Lalu, lagu Indonesia Raya berbunyi dengan gambar cewek minum kopi muncul di layarnya.

"Halo...." kata gue.

"Udah di rumah, Do?"

Suara cewek.

"I-iya ... di kasur. S-siapa, ya?"

"Mery. Kenapa lo gak kenal suara gue, sih?"

"Oh ... Mery, ya. Gue kirain siapa."

"Emang lo berharap siapa?"

Gue diam aja, bingung mau jawab apa.

"Kok diam aja?"

"Iya ... gue emang cuma lagi diam."

"Yaudah, deh. Lo istirahat aja. Dah, Mardo~"

Telepon berakhir. Terdengar bunyi keran air di kamar mandi. Gue langsung meraih pedang dan berdiri di depan pintu kamar. Memasang telinga baik-baik, mencoba mencari tahu apakah ada suara langkah kaki di luar. Ada! Terdengar ada yang berjalan-jalan di ruang tamu. Nah! Kali ini pasti maling!

Gue langsung keluar kamar dan menuju arah suara dengan pedang terbuka. Gue melihat ada seseorang sedang berdiri di balik bayang remang-remang. Tanpa mikir, gue langsung menebas orang itu! Tembus! Pedang gue malah menyayat tembok! Semua lampu mati tiba-tiba. Gak ada penerangan apa-apa selain kilatan-kilatan kecil dari pedang gue.

Bayangan orang itu kembali terlihat. Kali ini dia berjalan ke arah kamar mandi. Mungkin karena kelihatan merah, gue jadi sedikit bisa melihat dan ngikutin dia diam-diam. Gue melihat dia masuk ke kamar mandi, lalu keran air menyala dengan deras. Bodo amat! Gue berlari di kegelapan dan langsung menebas masuk ke kamar mandi!

Lagi-lagi tembus! Mungkin karena terlalu kuat mengayunkan pedang, jadinya pedang gue malah nancap di tembok dan gak bisa gue lepasin. Bayangan yang gue yakin berbaju merah itu tepat di depan gue. Sedetik kemudian, semua lampu kembali nyala dan gue persis berhadapan dengan seseorang berbaju merah. Dia tersenyum, senyum yang hanya dimiliki olehnya.

"Aaaaaaaaaah!"

Gue teriak panik dan langsung lari dari kamar mandi. Gue masuk kamar, sembunyi di balik selimut dan gak peduli lagi itu siapa! Yang penting gue kabur dulu aja! Pintu kamar diketuk. Gue tambah panik!

"Pergi! Jangan ganggu gue! Gue cuma punya 4 ribu!"

Dia berhenti mengetuk pintu. Bunyi keran air sudah gak ada. Akhirnya gue aman juga. Selimut gue ditarik perlahan ke bawah! Gue panik banget! Adegan tarik menarik selimut berlangsung beberapa saat sampai akhirnya gue kalah. Yang bikin gue panik adalah ketika di kamar gue gak ada siapa-siapa! Artinya ... ini bukan maling selimut! Ini pasti maling gayung waktu itu!

Gue mau balik ke kamar mandi lagi buat memastikan kalau gayung gue masih ada. Sialnya, pintu gue kekunci! Terus ... gimana caranya gue pipis nanti!? Gue menempelkan telingan di pintu, mendengarkan semua yang bisa gue dengar. Gak ada suara langkah kaki, gak ada suara keran air. Aman.

Gue berjalan mundur ke kasur dan langsung rebahan. Dan alangkah kagetnya gue ketika di samping gue ada cewek berbaju merah lagi rebahan sambil senyum ke arah gue! Anjir! Gue takut banget! Menurut info dari Facebook yang pernah gue baca, puncak ketakutan manusia adalah diam di tempat sambil nangis dalam hati. Itu yang terjadi sekarang.

"Emangnya ... aku gak cantik, ya?"

Gue diam doang sambil memejamkan mata rapat-rapat.

"Do ... emang kamu lebih suka aku pakai baju putih, ya?"

Kenapa dia tahu nama gue!?

"Kalau kamu takut sama aku ... kenapa kamu masih nyimpan foto aku?"

Gue benar-benar gak berani buka mata.

"Aku bukan hantu, Do. Aku sedih kalau kamu takut sama aku."

Mendengar itu, gue langsung berani buka mata. Berarti gue benar! Dia ini maling gayung! Aha! Gue membuka mata, langsung berdiri dan menatapnya dari samping kasur. Dia senyum lagi. Dia duduk di kasur dan juga menatap gue. Sepenglihatan gue sekarang, dia ini persis sama foto cewek yang gue dapat di kuburan waktu itu. Kali ini, dia berbaju merah yang lengannya kepanjangan dengan rok hitam. Sambil tatap-tatapan dengan gue, dia membenarkan poninya.

"Lihat ... aku bukan hantu, kan?"

"Kamu ... s-siapa?"

Dia berdiri dan mendekati gue. Mengulurkan tangannya yang tertutupi lengan bajunya sendiri.

"Dea."

1
Affan Ghaffar Ahmad
gass lanjut bang
Riva Armis: Tengkyu support nya Bang
total 1 replies
Ryoma Echizen
Gak kebayang gimana lanjutannya!
Riva Armis: tengkyu udah mampir ya
total 1 replies
art_zahi
Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!
Riva Armis: tengkyu udah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!