Menjadi aktris baru, nyatanya membuat kehidupan Launa Elliza Arkana jungkir balik. Menjadi pemeran utama dalam project series kesukaannya, ternyata membuat Launa justru bertemu pria gila yang hendak melec*hkannya.
Untung saja Launa diselamatkan oleh Barra Malik Utama, sutradara yang merupakan pria yang diam-diam terobsesi padanya, karena dirinya mirip mantan pacar sang sutradara.
Alih-alih diselamatkan dan aman seutuhnya, Launa justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Barra, hingga ia terperosok ke dalam jurang penyesalan.
Bukan karena Barra menyebalkan, tapi karena ia masih terikat cinta dengan sahabat lamanya yaitu Danu.
“Lebih baik kau lupakan kejadian semalam, anggap tidak pernah terjadi dan berhenti mengejarku, karena aku bukan dia!” ~Launa Elliza
“Jangan coba-coba lari dariku jika ingin hidupmu baik-baik saja.” ~ Barra Malik Utama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erma Sulistia Ningsih Damopolii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 14 Nomor Baru
“Danu! Tolong kamu keluar dari ruangan pak Bara.” Titah Iva begitu ia muncul dan berdiri di ambang pintu ruangan Bara.
Ternyata sejak tadi Iva membuntuti Danu, dia bahkan rela meninggalkan Launa yang tengah terluka demi untuk melerai perkelahian mereka. Bagaimana tidak? Yang dihajar pria idamannya, jadi jelas Iva tidak akan rela andai lelaki yang ia cinta dipukuli.
Kemunculan Iva membuat Bara menghentikan aksinya. Baik Danu maupun Bara sama-sama berdiri tegak dan merapikan jas mereka masing-masing dalam keadaan wajah yang sudah lebam.
Iva pun menghampiri Danu dan menarik pergelangan tangan pria itu.
“Pak, maafkan teman saya ya pak!”
“Iva kamu apaan sih? Saudara kamu dilec*hkan tapi kamu malah minta maaf ke dia?” Sentak Danu menatap tajam Iva.
“Dan, dia ini atasan aku, dan aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, apa lagi tadi pas aku liat dia hampir hajar kamu.” Bisik Iva terpaksa melontarkan hal itu agar tidak kentara bahwa dia sedang melindungi Bara.
“Heh! Urusan kita belum selesai ya!” Ancam Danu menunjuk wajah Bara lalu kemudian pasrah saja membiarkan dirinya ditarik Iva keluar.
Disaat mereka sedang bersitegang, disebuah rumah yang cukup mewah itu Launa duduk sendirian menangisi nasibnya. Sampai detik ini, dia masih belum berani pulang dan menampakkan wajah di depan ayah dan bundanya.
“Launa, kamu harus jaga diri ya nak, kamu itu anak perempuan kami satu-satunya, jadi bunda harap kamu tidak akan mengecewakan bunda.”
“Na, jangan salah bergaul ya, Launa kan sekarang sudah dewasa, bunda yakin dan percaya Launa pasti tau batasan dan bisa membentengi diri dari hal-hal buruk.”
“Pokoknya anak ayah harus menikah dengan laki-laki yang tepat tanpa drama-drama hamil duluan.”
Begitulah isi nasehat orang tuanya yang kerap kali Launa dengar. Pergaulan bebas yang marak terjadi di zaman sekarang membuat orang tua Launa khawatir anak mereka akan terjerumus ke dalam lubang nista yang tak ada obatnya.
Meski pun Launa berhasil menjaga kesuciannya hingga menginjak usia 27 tahun, namun kehormatannya justru raib di awal tahun. Awal tahun yang penuh duka, duka yang hanya Launa sendiri yang merasakan.
Launa pun menatap langit cerah di atas sana, seakan langit pun tak mau mewakili perasaannya. Sakit ini tentu hanya Launa yang merasakan, tidak bisa ia membaginya dengan orang lain, dan orang lain pun tak sudi berbagi duka semacam itu dengannya.
Hati Launa sesak, ia kembali menunduk dan memukul-mukul dadanya begitu isak tangis kembali melanda.
Launa meremas rambutnya, bersamaan dengan buliran bening yang teramat deras.
Launa belum siap untuk pulang, ia harus mewaraskan pikirannya lebih dulu. Sakit di area intinya tak sebanding dengan sakit hatinya, goresan luka yang Bara torehkan tidak main-main. Ya, hingga detik ini Launa mengirah bahwa hatinya dilukai oleh Bara, tanpa ia ketahui bahwa dia lah yang sebenarnya merobohkan benteng pertahanan pria itu.
Launa terisak hingga berjam-jam lamanya, merenungi nasibnya sendiri, di kamar bernuansa putih purple itu. Hingga tanpa ia sadari, Danu sudah berdiri tegak selama lima menit di depannya.
“Launa.” Panggil Danu lembut hingga pemilik mata sembab itu mendongak.
Danu pun berjongkok di depan Launa, dan mengusap lembut buliran bening yang seakan tak mau berhenti mengalir. Walau sudah berulang kali Danu usap, air mata itu semakin deras mengalir. Karena tak tahan, Launa pun menghambur ke pelukan Danu.
Pelukan pria yang seharusnya jadi suaminya, pria yang sebentar lagi akan ia miliki. Selama ini Launa kerap mengkhayalkan Danu yang jadi teman hidupnya, tak ingin ada siapapun lagi selain Danu. Siapa sangka tahun ini nasibnya justru dibuat kacau, dibuat jungkir balik. Bukan Danu yang merenggut kesuciannya lewat malam pertama, tapi justru pria lain yang amat ia benci. Bahkan, direnggut tanpa ikatan halal.
Launa terus meluapkan kesedihan dalam dekapan Danu. Setelah puas menuntaskan kesedihan, ia menatap wajah Danu yang memar dan lebam. Kening Launa seketika berkerut dan menanyakan keadaanya.
“Kamu, kenapa sampai lebam begini?”
“Sudah tidak usah dipikirkan, anggap saja ini bentuk pembelaanku padamu_”
“Tapi aku tidak mengharapkan yang seperti ini Danu. Sini, biar aku obati.” Titah Launa meminta Danu duduk di tepi ranjang dan mengambil kotak p3k di lemari Iva untuk mengobati luka Danu.
Danu pun pasrah saja saat Launa dengan telaten mengobati lukanya. Hingga begitu Launa menekan bagian dahinya, Danu sontak memekik.
“Sorry sorry, aku nggak sengaja.”
“Nggak apa-apa Na.” Jawab Danu seraya menatap lekat wajah Launa yang berada sangat dekat dengannya. Terlihat Launa fokus mengobati lukanya, sembari meniup pelan jidat Danu yang tadi tak sengaja ia tekan kuat. Tanpa sadar senyum tipis pun terbit dari wajah tampannya. Ya, meski lebam aura tampannya belum hilang. Itulah yang membuat Launa terpukau, tampan dan lembut hatinya.
“Launa, kamu cantik sekali. Andai aku berani mengungkapkan perasaanku padamu, pasti hal ini tidak akan terjadi. Pasti kamu jadi milikku dan kita akan selalu bersama sehingga aku bisa dengan mudah melindungimu. Seandainya kamu mau, aku rela menerima kamu jadi istriku walau pun kamu sudah tidak suci lagi. Aku mau mencintai kekuranganmu dan akan selalu bersedia membahagiakanmu.” Gumam Danu yang hanya mampu dia utarakan dalam hati.
“Ehmm, Dan.” Panggil Launa tampak ragu.
“Ya.”
“Kamu tidak kelewatan kan menghajar dia?” Tanya Launa hati-hati.
“Bara?” Tanya balik Danu yang hanya ditanggapi anggukan oleh Launa.
“Kami memang bertengkar, tapi Iva cepat datang dan melerai kami.” Jawab Danu jujur tanpa ada kebohongan.
“Kenapa rasanya Launa mencemaskan keadaan badjingan itu?”
****
Usai mengobati Danu dan sepakat merahasiakan hal itu dari orang tua Launa, Iva maupun Danu mencari cara agar orang tua Launa tidak menaruh curiga.
Agar orang tua Launa tidak semakin cemas anak mereka tidak pulang padahal ini sudah lewat tengah hari, Danu dan Iva berinisiatif mengantar Launa.
“Kamu tenang saja ya, aku dan Iva akan mengantarmu pulang. Hapus air matamu dan bersandiwaralah dengan baik agar mereka percaya.” Tegas Danu yang kemudian Launa angguki segera. Sebelum mereka pulang, Danu sudah menghubungi bunda Salsa terlebih dahulu dan mengaku akan menjemput Launa di rumah Iva.
Bukan hal sulit baginya untuk bersandiwara, selama ini dia sudah bergelut di dunia enterteiment, dan kemampuan akting Launa sebenarnya bagus.
Hanya Bara yang menanggapinya berbeda dan menganggap seolah tidak pantas sehingga pria itu mengganti peran Launa jadi orang gila.
Karena itulah, tekad Launa untuk berpura-pura tidak bercanda. Begitu tiba di rumah, dia memperlihatkan senyum terbaiknya.
“Kalian? Ayo masuk.” Ketiganya datang dengan wajah sumringah, tak ayal bunda Salsa sampai mengajak mereka masuk untuk menikmati kue bawang kesukaan Danu yang sengaja Salsa buat untuk menyambut calon menantu kesayangannya.
Pada saat Launa hendak melangkah masuk, kakinya tertahan begitu notifikasi pesan singkat dari nomor yang sama sekali tidak dia kenali masuk.
“Apakah masih sakit?”
sorry tak skip..