Yaya_ gadis ceria dengan sejuta rahasia.
Ia selalu mengejar Gavin di sekolah,
tapi Gavin sangat dingin padanya.
Semua orang di sekolah mengenalnya sebagai gadis tidak tahu malu yang terus mengemis-ngemis cinta pada Gavin. Namun mereka tidak tahu kalau sebenarnya itu hanya topengnya untuk menutupi segala kepahitan dalam hidupnya.
Ketika dokter Laska memvonisnya kanker otak, semuanya memburuk.
Apakah Yaya akan terus bertahan hidup dengan semua masalah yang ia hadapi?
Bagaimana kalau Gavin ternyata
menyukainya juga tapi terlambat mengatakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Yaya kembali menatap rumah yang di tunjuk Bintang. Iya juga sih, rumah bi Mira emang kumuh banget. Nggak mungkin kan orang kaya rumahnya kumuh begitu.
Jadi Bintang kira dia gadis dari keluarga miskin? Hahah, lucu juga. Boleh juga nih bohong ke Bintang, kali aja kan dipinjemin duit lagi karena tuh cowok kasian sama dia. Kan sekarang dia lagi susah duit.
"Tapi kamu masih mau temenan sama aku kan biar aku miskin?" tanyanya sengaja bermain-main. Matanya menatap Bintang lurus.
"Em gimana yah." cowok itu pura-pura menimbang-nimbang.
Menurutnya Yaya itu asyik di ajak bercanda.
"Lo kasian juga sih. Udah miskin, nggak punya temen di sekolah juga. Iya deh, gue bakal temenan sama lo karena Gavin." katanya menahan tawa. Sebenarnya mau miskin atau kaya sama saja menurutnya, yang paling penting adalah sikap. Kalau kaya dan punya segalanya tapi suka ngerendahin orang yang lebih dibawa mereka, itu sama sekali nggak masuk dalam kriteria pertemanan Bintang. Dia lebih senang berteman sama orang sederhana dan memperlakukan semua orang dengan tulus.
"Sama ngasih pinjam uang juga?" pancing Yaya. Kali ini Bintang menganga menatap gadis itu.
"Nyari kesempatan banget deh lo." semburnya.
Yaya malah cengengesan. Heran deh, ternyata sih Yaya ini benar-benar tidak tahu malu. Tapi nggak apa-apa sih. Mungkin karena dia lagi butuh.
"Udah-udah pulang sana. Makasih udah anterin aku. Bye."
usir Yaya lalu berbalik masuk tanpa melihat Bintang. Cowok itu menggeleng-geleng keheranan kemudian pergi dari situ.
***
Besoknya Yaya tidak bisa masuk kelas pelajaran pertama karena terlambat. Padahal dia sudah memaksa masuk tapi sih guru killer itu malah membentaknya dan menyuruhnya keluar.
Akhirnya disinilah dia sekarang, duduk sendirian sambil bersandar dibawah pohon besar yang berada dibelakang sekolah. Wajahnya menengadah ke langit sambil memikirkan sesuatu. Perasaan kesepian mulai memenuhi pikirannya. Ingatan masa lalunya kembali terngiang di kepalanya. Tiap kali gadis itu sendirian, ia akan melamun, sungguh ia tidak suka sendirian. Karena berbagai pikiran negatif akan muncul dibenaknya.
Ia tidak sadar seseorang tengah mengamatinya dari atap sekolah.
Itu Savaro...
Cowok itu sedang berdiri di atap sekolah sambil menatap kebawah, mengamat-amati keadaan sekolah. Pandangannya berhenti pada seseorang yang berjalan menuju pohon besar dibelakang sekolah.
Dahi cowok itu berkerut samar seperti mengenali seorang siswi yang berjalan membelakanginya itu. Ketika gadis itu bersandar di pohon, ia langsung mengenalinya. Kalau tidak salah ingat namanya Yaya. Cowok itu tersenyum setengah mendengus. Ada apa dengan nasibnya? Kenapa akhir-akhir ini ia terus melihat gadis itu?
Savaro terus mengamati gerak-gerik Yaya. Ekspresi gadis itu seperti menunjukkan kesedihan saat menatap ke langit, ia bisa melihatnya dari atas sini. Penasaran juga dia lama-lama pada gadis itu.
Matanya menyipit karena tiba-tiba ada yang datang dan menyiram gadis itu dari belakang. Cowok itu merasa tidak senang dengan perlakuan buruk dua siswi yang sengaja menyiram Yaya. Siapa mereka? Benar-benar tidak sopan.
Pandangannya kembali fokus ke Yaya. Gadis itu terlihat emosi. Siapa juga yang tidak emosi kalau diperlakukan begitu. Kalau Savaro yang diposisinya, cowok itu sudah membalas berkali-kali lipat.
Di bawah sana, Yaya menutup matanya dalam-dalam kemudian membukanya dan menoleh kebelakang mencari tahu siapa yang berani menyiramnya. Padahal ia sudah memilih tempat yang paling sunyi, tapi masih ada saja yang suka merundungnya. Sialan. Makinya dalam hati.
Ia melihat dua siswi itu berdiri menatapnya dengan gaya menantang sekaligus tersenyum puas . Mereka adalah Ayu dan Ratna, dua siswi yang kelasnya bersebelahan dengan kelasnya.
Beberapa waktu yang lalu ia memang sempat terlibat perselisihan dengan mereka karena mereka tidak suka melihatnya menempel terus pada Gavin. Mereka tidak rela Gavin yang mereka sukai terus-menerus diganggu olehnya. Mereka juga sempat memperingatkan gadis itu tapi ia tidak peduli. Dan tadi, mereka secara kebetulan melihat Yaya di usir keluar dari kelasnya, sengaja mengikutinya dan menyiramnya dengan air kotor. Keduanya sangat merasa puas setelah berhasil merundung gadis itu.
"Kena lo kan, makanya nggak usah belagu jadi cewek." seru Ayu sih cewek berambut pendek dengan senyum mengejek.
"Kasian banget deh hidup lo, udah nggak punya temen, malah ngemis-ngemis cinta lagi sama cowok. Sadar diri dong lo itu siapa." tambah Ratna menghina.
Yaya mencibir menatap kedua gadis yang menurutnya kekanakan itu. Emang kenapa kalo ia tidak punya teman? Emang kenapa kalo ia mengejar cowok yang dia suka? memangnya salah?
"Mendingan gue nggak punya temen daripada punya temen kayak kalian berdua, nggak ada moral sama sekali. Emang nggak di ajarin orangtua di rumah?" balasnya berhasil membuat Ratna dan Ayu tersulut emosi
"Lo..."
"Eittsss."
Yaya mencoba menghentikan Ratna yang hampir memukulinya.
"Kekerasan di sekolah itu nggak boleh, lo mau dilaporin terus dikeluarin dari sekolah ini?" tambahnya mengancam. Ratna tambah emosi. Ia siap-siap mau memukul Yaya lagi tapi cepat-cepat dihentikan oleh Ayu.
"Lepasin gue Yu, gue harus kasih pelajaran buat cewek belagu kayak dia." tukasnya tidak sabar. Ayu lalu melangkah mendekat dan membisikan sesuatu ditelinganya mencoba menenangkannya. Tak lama sesudah itu Ratna terpaksa menurut dan mereka berdua pergi dari situ.
Yaya menghembuskan nafas panjang setelah kepergian dua siswi itu. Matanya turun memeriksa seragamnya yang basah, gadis itu berdecak kesal. Sudah dua hari ini dirinya sial terus. Sialan.
Dari atap sekolah, Savaro masih asyik mengamati gadis itu. Dibalik fisiknya yang terlihat lemah, ternyata gadis itu tidak gampang di bully. Tanpa sadar cowok itu tersenyum.
***
Bel istirahat berbunyi. Bintang tidak berhenti menatap Yaya dari atas ke bawah dengan ekspresi takjub semenjak cewek itu masuk kantin dan duduk bergabung di antaranya dan Gavin. Kali ini Yaya tidak berani menyentuh Gavin karena seragamnya masih basah, beberapa penghuni kantin itu juga sempat menatap aneh ke arahnya tapi ia tidak peduli.
"Kayaknya dari kemaren lo hobi banget basah deh." seru Bintang bermaksud meledek Yaya. Gadis itu menatapnya gondok.
Gavin ikut memperhatikan penampilan gadis itu, entah hal konyol apa yang terus menerus dilakukannya beberapa hari ini. Penampilannya selalu berantakan, membuatnya mau tidak mau ikut merasa penasaran.
"Bener deh Ya, salah makan apa sih lo dari kemaren? Lo aneh tahu nggak?" ucap Bintang lagi.
"Nggak usah tanya-tanya." balas Yaya ketus.
"Makan, nggak usah ngomong." Potong Gavin datar. Bintang dan Yaya saling bertukar pandang, sama-sama terdiam dan mulai makan. Tidak ada diantara keduanya yang berani bicara. Gavin terus menatap mereka bergantian dengan wajah datarnya.