bagaimana jika anak kembar di perlakukan berbeda? satu di sayang bagai ratu dan satu lagi di perlakukan layaknya babu.
perjuangan Alana di tengah keluarga yang sama sekali tak pernah menganggap nya ada, ingin pergi namun kakinya terlalu berat untuk melangkah. Alana yang teramat sangat menyayangi ayahnya yang begitu kejam dan tega padanya, mampukah Alana bertahan hingga akhir? akankah Alana mendapat imbalan dari sabar dan tabah dirinya sejauh ini?
cerita ini hanya fiktif belaka ya, kalo ada yang namanya sama atau tempat dan ceritanya itu hanya kebetulan, selamat membaca😊❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alana 12
malamnya, Pharta masuk kekamar Alana. Alana sedang belajar saat itu, melihat kedatangan Pharta Alana menghentikan kegiatannya. Pharta tak hanya masuk sendiri ada Rayn dan Seno juga.
"oh? tau jalan pulang juga lo? kemana aja dua hari dua malam hah? lo mau jadi apa luntang lanting di jalan? lo mau jadi wanita malam hah!!" bentak Rayn pada Alana
"Lana tau batasan kok bang, Lana juga gak ngapa-ngapain.. Lana cuma butuh waktu sendiri" jawab Alana tersenyum pahit mendengar ucapan Abangnya
"gue gak peduli alasan lo apa, tapi yang jelas lo udah nyusahin kita! anak sial kayak lo emang butuh di ajarin!" marah Rayn mendorong jatuh Alana
ctazz.. ctazz..
Rayn mencambuk Alana dengan sabuk pinggangnya, Rayn sesekali mengarahkan sabuknya pada lengan Alana dan selebihnya Rayn hanya mencambuk betis adik nya itu
"selama dua hari ini lo jangan keluar kamar! bahkan sekolah juga jangan! ingat baik-baik, kalo lo berani kabur lagi gue gak akan segan-segan hukum lo lebih parah lagi!" tekan Rayn meremas dagu adiknya, Alana hanya diam tak bicara
"sudah cukup, tinggalkan anak itu sendiri dia harus merenungi kesalahannya" sahut Pharta
mereka keluar setelah memukul Alana, Alana berdiri menahan perih dan sakit betisnya terduduk diam di tempat tidur. Alana tersenyum kecut, selama 15 tahun ini Alana belum pernah melihat mereka menatap nya dengan lembut, Alana juga jarang sekali bicara dengan mereka, Kata-kata kasar mereka selalu menyakiti hatinya itu sebabnya Alana sering menghindari untuk sekedar bicara dengan mereka. Alana menarik nafasnya dalam, merenungi ucapan Jinan yang sejak tadi terngiang di telinganya, Alana berbaring, menatap langit-langit kamarnya
"gue gak boleh nyerah, perjalanan gue masih panjang.. gue juga gak mau terus-terusan lemah" gumam Alana pada dirinya sendiri
"tapi gue masih berharap, besok gue gak bangun dan memulai lagi mimpi buruk ini.. Tuhan kirimkan Bunda buat jemput Lana ya?" lanjutnya, Alana memejamkan mata, berusaha terlelap agar tidak lagi larut dalam perasaan nya yang sakit
dua hari sudah Alana terkurung di kamar, dan dalam dua hari itu juga Ayah nya beberapa kali memukulinya. Alana yang sudah bertekad untuk tidak lagi lemah itu tetap saja tak tau bagaimana harus melawan, walau sesekali Alana memohon agar Ayahnya berhenti Kunan sama sekali tidak peduli dan di gelapkan oleh amarah.
Alana terbaring di tempat tidurnya menahan nyeri di punggung dan betisnya tanpa menangis. Alana tak lagi menangis seperti biasanya, Alana menahan sakitnya dengan tanpa mengaduh sekalipun
'Bunda, Lana ingin menyerah.. tapi juga ingin bangkit. jika sampai besok Lana masih hidup Lana gak akan lagi berharap apapun, Lana hanya akan hidup tanpa melibatkan perasaan Lana, Lana akan hidup tanpa mengharapkan kasih sayang mereka lagi.. Lana boleh capek kan bun? Lana udah berusaha buat jadi anak baik buat Ayah.. tapi anak Ayah cuma Luna, Lana juga gak berhenti buat bujuk Abang biar Liat Lana tapi di mata mereka cuma ada Luna bun' batin Alana, tatapan matanya kosong, bahkan sama sekali tanpa ada buliran air yang melembabkan nya
'Lana masih sayang sama mereka, Lana juga gak benci kok sama mereka tapi Lana gak akan berharap apapun lagi, boleh kan Bun?' lanjutnya
Alana berusaha duduk meski rasa sakit terus menyerangnya,
"dua hari ini aku matiin HP, Jinan pasti lagi tantrum sekarang" gumamnya meraih HP yang dua hari ini tidak di sentuh nya
tutt.. pangilan tersambung, dan benar saja Jinan mengamuk di seberang sana saat menerima teleponnya
"puas? apa juga gue bilang Alana!! bisa gak sih lo jangan lemah!! dua hari ini lo di apain sama mereka? lo di apain Lan jawab!!" teriaknya
"gak di apa-apain kok Nan, gue cuma mau ngabarin kalo besok gue gak masuk lagi tapi lusa gue masuk kok.. maaf ya udah bikin lo khawatir, gue beneran gak kenapa-napa" jawab Alana di selingi sedikit tawa untuk menutupi keadaannya
"gue gak percaya, sama sekali enggak!!" teriak Jinan lagi
"gue aman kok, lo jangan khawatir.. oh ya, makasih ya" ucap Jinan lagi menanggapi suara cempreng Jinan dengan tenang
"hah? lo gak bakalan mati kan? lo gak lagi ngucapin salam perpisahan kan? tiba-tiba banget makasih?" panik Jinan
"hehe, gue mau bilang makasih karena udah nyemangatin gue, dengan adanya lo gue semangat Nan buat hidup, btw sampai ketemu lusa ya dahhh" Alana mematikan sambungan telepon nya tanpa membiarkan Jinan bicara lagi
"Lan.. gue harap lo bener-bener baik-baik aja! hampir aja bapak lo gue masukin penjara Lan sumpah! kalo hari ini gue gak dapet telepon dari lo habis mereka gue buat!!" gumam Jinan menatap HP nya
"pak, gak jadi, mundur sekarang kita harus mengumpulkan bukti lebih banyak lagi, mereka harus masuk penjara tapi tidak sekarang" ucap Jinan menelpon seseorang.
.
"non Alana, ayo makan dulu"
Bik Sumi datang membawa makanan untuk nya, Alana hanya tersenyum melihat bik Sumi. selama dua hari ini Alana lupa rasanya lapar, punggungnya yang di rawat Lila dan Jinan pun kembali terluka lebih parah lagi,
"bik, Lana salah ya lahir ke dunia?" tanya Alana saat bik Sumi ingin menyuapi nya makan
"ya Allah nak.. kamu tidak salah.. jangan menyalakan diri sendiri" ucap bik Sumi mengelus wajah Alana sambil menangis, hatinya sangat sakit mendengar pertanyaan Alana
"kalo gak salah kenapa semua orang seakan menyalahkan Lana? Ayah bilang kalo bukan karena Lana lahir istrinya gak akan mati, Abang bilang kalo bukan karena Lana lahir malaikat nya gak akan pergi.. Lana kan gak minta buat di lahirkan bik, tapi kenapa Lana tetap Lahir?" tanya Lana lagi
"kamu berharga sayang.. kamu adalah anugrah dari Tuhan untuk mereka, mereka hanya tutup mata dan tidak menyadarinya" ucap bik Sumi memeluk Alana
"Lana mengerti, bibik jangan nangis Lana aja gak nangis kok" hibur Lana dengan tersenyum
"makasih ya bik, bibik selalu ada buat Lana" lanjutnya
"bibik akan selalu ada buat mu nak, jangan pernah merasa sendiri" bik Sumi mengelus lembut kepala Alana
"Lana pengen di suapin sama bibik, boleh?" Alana menaik turunkan alisnya merayu bik Sumi, Sumi tersenyum senang melihat Alana yang kuat itu
Luna terdiam setelah tak sengaja menyaksikan momen itu dari luar, awalnya Luna ingin melihat keadaan Lana saja tapi malah tidak sengaja mendengar sesuatu yang membuat hatinya bingung dan sakit, Luna tidak ingin mengakuinya tapi hatinya terasa nyeri melihat tawa Alana saat ini
"bik, Lana sayang bibik" ucap Alana tersenyum
"bik Sumi lebih sayang sama Lana, jangan nyerah ya nak, bibik gak akan pernah ninggalin Lana" jawab Bik Sumi tersenyum tulus
setelah bik Sumi keluar, Alana menutup pintu kamarnya. Alana mecoba membuka baju walau kesulitan, rasa nyeri itu benar-benar menggerogoti nya. Alana mengganti perban yang beberapa jam lalu dia ganti, kini di kotori lukanya lagi karena beberapa saat lalu Ayahnya kembali memukulinya
"sshh.. " hanya itu yang keluar dari mulutnya
setelah selesai mengobati luka dan mengganti perban nya, Alana kembali istirahat mengumpulkan daya untuk nya menjalani hidup.
"bang.. peluk Lana, Lana sendiri" ucapnya melihat Pharta yang berdiri di sana
"kamu gak sendiri, abang disini.. maafin abang ya?" Pharta memeluknya dengan hangat
Alana membuka mata nya, baru kali ini Alana bermimpi begitu indah rasanya pelukan Pharta sangat nyata
"Tuhan, biarkan aku menjalani hari tanpa mengharapkan kasih mereka ya? jangan buat aku berharap lagi dengan menghadirkan mimpi seindah ini, aku mohon" gumam Alana menarik nafas