Zhang Wei akhirnya memulai petualangannya di Benua Tengah, tanah asing yang penuh misteri dan kekuatan tak terduga. Tanpa sekutu dan tanpa petunjuk, ia harus bertahan di lingkungan yang lebih berbahaya dari sebelumnya.
Dengan tekad membara untuk membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan, Zhang Wei harus menghadapi musuh-musuh yang jauh lebih kuat, mengungkap rahasia yang tersembunyi di benua ini, dan melewati berbagai ujian hidup dan mati.
Di tempat di mana hukum rimba adalah segalanya, hanya mereka yang benar-benar kuat yang bisa bertahan. Akankah Zhang Wei mampu menaklukkan Benua Tengah dan mencapai puncak dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir Pertunjukan
Pertarungan terus berlanjut tanpa jeda. Kedua sosok itu—satu tua namun bersemangat seperti anak kecil, satu lagi muda namun membawa tekanan yang mengguncang dunia—saling menghantam tanpa ampun. Ledakan demi ledakan membelah udara, menciptakan gelombang kejut yang menyapu tanah dalam radius puluhan li. Tanah bekas perang itu kini hancur total, tak menyisakan satu pun bentuk kehidupan selain api dan debu yang beterbangan di angin panas.
Zhang Wei melesat di udara, tubuhnya berputar dan melontarkan tiga tebasan bersamaan, menciptakan lengkungan pedang berbentuk bulan sabit yang dipenuhi hukum kehancuran. Jiang Taishang menerjang dari sisi lain, mengunci ruang dengan hukum api dan melepaskan tinju apinya yang membesar seperti kepala naga, menyambut serangan pedang Zhang Wei secara langsung.
Tubuh keduanya terpental bersamaan, darah menetes dari sudut bibir, pakaian sobek di beberapa bagian, dan luka-luka kecil mulai tampak menghiasi kulit mereka. Namun meski terluka, api dalam mata mereka tak kunjung padam.
Namun di tengah hiruk pikuk kehancuran, suara lembut namun tegas bergema dalam kesadaran Zhang Wei.
"Zhang Wei… hentikan sekarang. banyak yang mengawasi kalian sejak tadi. para martial sovereign sudah berkumpul di kejauhan, mengamati tanpa kau sadari. jika mereka tahu siapa kau, masalah besar akan datang. pergi sekarang."
Suara Lian Xuhuan seperti aliran air dingin yang menyiram kesadarannya. Zhang Wei mengepalkan tangan, tubuhnya masih diliputi semangat bertarung, tapi pikirannya mulai jernih. Ini memang bukan tempat atau waktu yang tepat untuk melibatkan diri terlalu dalam. Meskipun Jiang Taishang tampak mampu menghadapinya, kehadiran para Martial Sovereign lainnya bisa membawa bencana, terutama bila salah satu dari mereka mengenali identitasnya.
Mata Zhang Wei menatap tajam ke arah Jiang Taishang yang tengah bersiap melancarkan jurus pamungkas.
“Maaf, aku harus pergi,” gumamnya lirih.
Dalam satu detik, pedang kelabu di tangannya bergetar pelan. Cahaya biru-ungu yang dalam mengalir di ujung bilahnya, dan celah dimensi selebar tubuh manusia terbuka di udara. Itu bukan portal biasa, tapi celah yang dibuat oleh kehendak seorang dewa—Zhang Wei memanfaatkan sedikit dari kekuatan dimensi miliknya, sesuatu yang tidak bisa dipahami oleh para kultivator dunia ini.
Tanpa basa-basi, ia melangkah masuk ke dalam celah itu. Sosoknya menghilang dalam cahaya, dan portal pun lenyap seolah tak pernah ada.
Di tengah puing dan debu, Jiang Taishang mengayunkan tinjunya ke udara, tetapi lawannya telah pergi. Sejenak dia terdiam, napasnya tersengal, dan matanya yang liar kini menyempit. Dalam diam, hawa tajam menyapu kulit wajahnya.
Lalu dia tertawa—tawa getir, penuh kesadaran. Kepalanya menoleh perlahan, dan di kejauhan, di atas bukit dan balik awan, siluet-siluet samar mulai tampak. Hanya pancaran aura mereka yang memberi tahu siapa mereka sebenarnya. Martial Sovereign. Puluhan dari mereka. Menyaksikan. Menunggu.
Jiang Taishang meludah ke tanah, darah segar bercampur debu. Senyumnya melebar, seperti orang yang baru saja sadar bahwa dirinya telah menari di tengah panggung dengan seluruh dunia sebagai penonton.
“Heh… dasar bocah tak tahu malu, meninggalkanku begitu saja,” gumamnya dengan senyum getir. Lalu dia mengangkat suaranya, seakan berbicara kepada langit.
“Kalian semua datang hanya untuk mengintip, hah?! Kalau punya nyali, turunlah! Atau mau tetap jadi pengecut dan bersembunyi di balik awan selamanya?!”
Tidak ada jawaban. Para Martial Sovereign itu tetap di tempat mereka, diam dan mengamati, wajah-wajah mereka penuh keraguan. Mereka tidak tahu siapa yang baru saja menghilang itu… tapi jelas sosok itu bukan orang biasa. Aura kekuatan yang dia pancarkan terlalu sempurna, terlalu menakutkan.
Jiang Taishang tertawa sekali lagi, lalu duduk di tengah reruntuhan, membiarkan angin malam yang kini mulai bertiup membawa debu dari medan pertempuran. Dalam hati, dia tahu... pemuda itu bukan sekadar jenius biasa.
Dia adalah badai. Dan badai itu… baru saja mulai bergerak.
"..."
Satu per satu, aura mengerikan mulai turun dari langit. Para Martial Sovereign yang sejak tadi bersembunyi di balik awan akhirnya menampakkan diri, menyisakan tekanan berat yang menyelimuti langit malam. Tanah bekas perang yang telah menjadi medan kehancuran kini dipenuhi oleh para raksasa dunia—tokoh-tokoh legendaris yang bahkan satu namanya saja bisa mengguncang seluruh benua.
Beberapa di antara mereka melangkah mendekat, dan tatapan tajam langsung mengarah pada Jiang Taishang yang kini berdiri sambil menyeka darah dari sudut bibirnya.
"Saudara Jiang, siapa yang baru saja bertarung denganmu?" salah satu dari mereka bertanya. Sosoknya kurus dan berjubah ungu, dengan tongkat panjang yang menyala di bagian ujung. Namanya adalah Nie Yuan, tetua suci dari Sekte Sembilan Langit, seseorang yang dikenal sangat berhati-hati namun mematikan.
“Benar,” sahut yang lain, seorang wanita tua dengan rambut seputih salju. “Aku merasakan fluktuasi energi aneh, seolah kekuatan seseorang yang telah memahami hukum pada level dewa. Siapa orang itu, saudara Jiang?.”
Semua mata tertuju padanya, namun Jiang Taishang hanya tertawa kecil, sedikit mengejek, sedikit menggoda.
“Haha… kalian datang sejauh ini hanya untuk menonton pertunjukan tanpa tiket?” Ia mengangkat bahu, lalu menyambung dengan nada santai. “Aku hanya sedang melepaskan sedikit kekesalan yang terpendam. Tahu sendiri, tinggal terlalu lama di kediaman bisa membuat tubuh ini kaku.”
Nie Yuan menyipitkan matanya, tak percaya begitu saja. “Lalu apa penjelasanmu tentang aura api abadi yang muncul beberapa saat tadi? Itu bukan sesuatu yang bisa dimiliki sembarang orang.”
Jiang Taishang mengerutkan kening, lalu menghela napas panjang, seolah malas menjelaskan lebih jauh.
“Api abadi?” gumamnya sambil memutar matanya. “Kalian terlalu sensitif. Mungkin aku sedang bereksperimen dengan teknik baru. Siapa tahu, kan?”
Beberapa di antara para pengamat itu masih menatapnya curiga. Tapi tidak ada yang berani memaksa seorang Jiang Taishang untuk berkata jujur. Dia bukan hanya Martial Sovereign, tapi juga satu dari segelintir eksistensi yang pernah menguasai pertempuran hidup dan mati melawan iblis zaman kuno. Bahkan dalam kelompok Martial Sovereign, dia berada di puncak.
Lagi pula, mereka juga tahu… jika Jiang Taishang benar-benar ingin menyembunyikan sesuatu, tidak akan ada cara untuk memaksanya membuka mulut.
Dengan tenang, dia melangkah melewati mereka. “Kalau tak ada yang penting, aku akan pergi dulu. Aku masih ingin menikmati teh malam di paviliun belakang.”
Tak satu pun menghalangi jalannya. Aura para Martial Sovereign itu perlahan surut satu per satu, dan hanya suara angin dingin yang tersisa di antara reruntuhan. Dalam diam, beberapa dari mereka saling bertukar pandang. Mereka tahu… Jiang Taishang menyembunyikan sesuatu. Seseorang. Tapi siapa?
Sementara itu, sang lelaki tua melesat di langit malam dengan kecepatan tinggi, meninggalkan medan perang dan kembali ke kota Minghua. Kediamannya di puncak pegunungan kini tampak sunyi dan damai, bertolak belakang dengan pertarungan luar biasa yang baru saja terjadi.
Sesampainya di paviliun pribadinya, Jiang Taishang duduk, menuang teh hangat yang sudah lama ia rindukan. Uapnya naik perlahan di udara dingin, namun dalam tatapannya yang memandang bulan malam, tampak api kecil berkobar di kedalaman matanya.
“Tujuh belas tahun… dan sudah sekuat itu,” bisiknya pelan. “Keturunan siapa sebenarnya dirimu, bocah?”
Ia tersenyum kecil, menggenggam cangkir teh di tangan kanannya.
“Baiklah… kau akan jadi kartu asku. Aku akan menunggumu membuat dunia ini benar-benar gemetar.”
mc yg sovereign masih menabrak kereta, hrsnya gerakan mc lebih cepat dari kereta kuda
Season 1 masih ada sedikit kekurangan tak berarti, tapi semakin lama semakin bagus, baik alur ceritanya, karakter MC yg ga kegatelan ma cewe2 kek novel2 sebelah, semoga tetap bertahan untuk hal yang ini...
Thanks Thor... You did a great job ... And keep it up always
Vote dan secangkir kopi untuk menemani mu berkarya... Semangat selalu... Jangan hiatus yah ... Muehehehe 😁😁✌️✌️