NovelToon NovelToon
Ketika Malaikat Maut Jatuh Cinta

Ketika Malaikat Maut Jatuh Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta Terlarang / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:354
Nilai: 5
Nama Author: Irnu R

Alya tidak pernah menyangka hidupnya yang biasa akan berubah selamanya saat ia bertemu dengan Rheyan, sosok pria misterius dengan tatapan kelam dan aura yang terlalu menggoda. Ia datang di saat-saat antara hidup dan mati, membawa takdir yang tak bisa dihindari. Tapi yang tak ia duga, sang malaikat maut justru terpikat oleh kelembutan dan keberaniannya.

Di sisi lain, ada Davin, dokter penuh kasih yang selalu ada untuk Alya. Ia menawarkan dunia yang nyata, cinta yang hangat, dan perlindungan dari kegelapan yang perlahan menyelimuti kehidupan Alya.

Namun, cinta di antara mereka bukanlah hal yang sederhana. Rheyan terikat oleh aturan surgawi—malaikat maut tak boleh mencintai manusia. Sementara Alya harus memilih: menyerahkan hatinya pada keabadian yang penuh bahaya atau tetap berpijak pada dunia fana dengan seseorang yang bisa menjanjikan masa depan.

Ketika batas antara surga dan bumi kabur, bisakah cinta mengubah takdir? Atau justru cinta itu sendiri yang akan menghancurkan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irnu R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ikatan yang Semakin Menipis

Alya duduk bersila di lantai kamarnya, menutup mata, dan menarik napas panjang. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, seolah ada sesuatu yang berusaha meresap ke dalam tulangnya. Ia mencoba mengosongkan benaknya, membiarkan pikirannya mengalir seperti air, berharap bisa merasakan kehadiran Rheyan seperti sebelumnya.

Tapi hening.

Tidak ada bisikan samar. Tidak ada bayangan sayap hitam yang melintas dalam pikirannya. Tidak ada kehangatan aneh yang biasanya menyelimutinya saat Rheyan ada di dekatnya. Hanya keheningan yang semakin dalam, menyisakan perasaan kosong yang menusuk-nusuk dadanya.

Alya menggigit bibirnya, menekan gelombang kecemasan yang perlahan naik ke tenggorokannya. Ia mencoba lagi, lebih dalam. Ia membayangkan tatapan dingin Rheyan dan suara beratnya yang menyerupai angin malam. Namun, semakin keras ia berusaha, semakin samar kehadiran itu terasa.

Dadanya semakin sesak. Jangan-jangan ia mulai melupakan Rheyan?

Pikiran itu membuatnya merinding. Ia tidak ingin kehilangan Rheyan. Tapi bagaimana jika ini memang akhirnya? Bagaimana jika ia memang tidak bisa lagi terhubung dengannya?

Malam semakin larut, dan ia masih terduduk diam di lantai, tatapannya kosong. Ia berusaha merasakan kehadiran apa pun di sekitarnya, tapi tak ada yang datang. Ia hanya bisa mendengar detak jam yang terasa begitu lambat, menyiksa.

Seolah-olah Rheyan tidak lagi ada di dunia ini.

Alya membuka matanya dengan napas terengah. Dadanya naik turun cepat, jantungnya berdetak tak beraturan. Ia mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri, tapi perasaan gelisah terus menghantamnya seperti ombak yang tak kunjung reda.

Jika Rheyan benar-benar menghilang… apakah itu berarti dia telah lenyap?

Tidak. Tidak mungkin.

Alya menggeleng, menolak membiarkan pikirannya tenggelam dalam ketakutan. Ia bangkit berdiri, berjalan ke jendela, dan menatap langit malam yang gelap. Bintang-bintang bersinar redup, seolah ikut menyembunyikan sesuatu darinya.

"Aku akan menemukannya," bisiknya pelan. "Aku tidak peduli seberapa jauh dia pergi. Aku akan menemukannya."

Tangannya mengepal. Jika meditasi tidak berhasil, mungkin ada cara lain. Ia tidak tahu bagaimana, tapi ia akan mencari tahu.

Gagasan itu membuatnya meremas ujung kausnya. Tidak. Ia tidak boleh berpikir seperti itu. Mungkin Rheyan hanya bersembunyi. Mungkin dia terluka. Mungkin ada sesuatu yang menghalanginya untuk datang.

Tapi mengapa ia merasa seperti ada sesuatu yang salah?

Sementara itu, di ruangannya di rumah sakit, Davin memandangi catatan medis Alya dengan alis berkerut. Ia sudah membaca laporan itu berkali-kali, tapi tetap saja ada hal yang tidak masuk akal.

Alya mengalami kecelakaan hebat. Luka-lukanya seharusnya membuatnya berada di ambang kematian, atau setidaknya meninggalkan bekas luka yang dalam. Tapi hasil pemeriksaan menunjukkan sesuatu yang berbeda. Tidak ada jejak patah tulang yang seharusnya ada. Tidak ada bekas operasi besar. Tidak ada indikasi bahwa tubuhnya pernah mengalami cedera separah yang disebutkan dalam laporan awal.

Davin menghela napas, merapikan rambutnya dengan jari. Ia menekan punggungnya ke sandaran kursi, menatap langit-langit. Bagaimana mungkin seseorang bisa sembuh seperti itu? Ia mencoba menemukan penjelasan yang masuk akal.

Mungkin ada kesalahan pada pemeriksaan, atau Alya memiliki kondisi medis langka yang belum terdokumentasikan dengan baik.

Tapi tidak. Semakin ia mencoba mencari alasan logis, semakin pikirannya justru mengarah ke kemungkinan yang lebih mustahil.

Alya… bukan manusia biasa.

Ia menggelengkan kepala, menolak menerima kesimpulan itu begitu saja. Tapi jika bukan itu jawabannya, lalu apa?

Ia telah menangani berbagai macam pasien, melihat berbagai kasus medis yang sulit dijelaskan, tapi tidak ada yang seperti ini.

Tatapannya tertuju pada hasil scan tubuh Alya. Normal. Semuanya tampak normal—terlalu normal. Seolah-olah ia tidak pernah mengalami kecelakaan sama sekali.

Davin menutup berkas itu dan mengusap wajahnya. Perasaan aneh mulai merayapi pikirannya. Apakah Alya benar-benar manusia seperti yang selama ini ia pikirkan?

Sementara itu, dari balik tirai dunia yang tak terlihat oleh manusia biasa, beberapa sosok berjubah putih berdiri diam, mengamati Alya dari kejauhan.

Mereka tidak bergerak, hanya berdiri dalam kesunyian, menunggu.

"Seharusnya dia sudah tidak ada di dunia ini," bisik salah satu dari mereka, suaranya terdengar seperti gemerisik daun yang tertiup angin.

"Tapi dia masih hidup."

Angin berembus lembut, membawa hawa dingin yang tidak berasal dari dunia ini.

"Jika keseimbangan harus dijaga, maka mungkin ada cara lain untuk menyelesaikan masalah ini…"

Mereka tidak mengatakan apa-apa lagi. Hanya berdiri dalam bayangan, mengawasi, menunggu waktu yang tepat.

Udara di kamar Alya tiba-tiba terasa lebih berat. Ia mengusap kedua lengannya, merasakan bulu kuduknya meremang. Jantungnya berdebar cepat tanpa alasan yang jelas.

Seakan-akan ada mata yang mengawasinya.

Ia menoleh ke sekeliling, mencoba mencari sumber perasaan tidak nyaman itu. Tapi kamarnya kosong. Tidak ada siapa-siapa.

"Apa aku berhalusinasi…?" gumamnya pelan.

Tapi perasaan itu tetap ada, seolah ada sesuatu yang bersembunyi di sudut-sudut gelap ruangan, mengintainya tanpa suara.

Alya tidak tahu bahwa dirinya sedang diawasi. Ia juga tidak tahu bahwa sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di luar jangkauan kesadarannya. Yang ia tahu hanyalah bahwa ia merasa kosong. Hampa.

Dan ia mulai takut.

Davin masih belum bisa menghilangkan pikirannya tentang Alya. Malam itu, ketika ia kembali ke ruangannya, ia memutuskan untuk menggali lebih dalam.

Ia membuka arsip lama rumah sakit, mencari catatan medis Alya yang lebih tua dari yang baru-baru ini ia periksa. Jika ada sesuatu yang janggal, maka harusnya ada jejak yang bisa ditemukan di sini.

Tangannya mengetik cepat di komputer, mencari nama Alya di sistem database rumah sakit. Daftar panjang muncul di layar, beberapa di antaranya adalah laporan dari pemeriksaan rutin, flu biasa, atau cedera ringan.

Tapi ada satu yang menarik perhatiannya.

Tahun-tahun yang lalu.

Davin mengkliknya.

Dan yang ia lihat membuat darahnya berdesir.

Alya pernah mengalami kecelakaan parah sebelumnya.

Bukan hanya sekali.

Beberapa kali.

Dan setiap kali, hasil medisnya menunjukkan hal yang sama—cedera yang seharusnya fatal, tapi entah bagaimana, tubuhnya selalu pulih dengan cara yang tidak bisa dijelaskan oleh ilmu medis.

Davin membaca lebih dalam, matanya menyusuri setiap laporan dengan teliti. Ia menemukan pola yang aneh. Setiap kali Alya mengalami kecelakaan, hasil pemeriksaannya selalu berakhir sama: luka-luka yang seharusnya tidak mungkin sembuh dalam waktu singkat, atau bahkan tidak meninggalkan bekas sama sekali.

Seolah-olah dia tidak seharusnya mati.

Seolah-olah sesuatu telah mencegahnya mati.

Davin menelan ludah, tubuhnya terasa dingin.

Ia harus mencari tahu lebih jauh.

Tangannya bergetar saat ia mengetik lebih dalam di sistem pencarian. Mungkin ada kasus serupa. Jika ada pola yang berulang, maka seharusnya ia bisa menemukannya di sini.

Namun, sebelum ia bisa menemukan lebih banyak, layar komputernya tiba-tiba berkedip.

Davin mengernyit, menekan beberapa tombol, tapi layar tetap berkedip aneh. Seolah-olah ada sesuatu yang mengganggu sistem.

Dan kemudian…

Sebuah nama muncul di layar.

Nama yang tidak seharusnya ada.

"Rheyan."

Davin membeku.

Bagaimana bisa nama itu ada dalam sistem medis rumah sakit?

Apa artinya ini?

Tangannya mengepal tanpa sadar. Ia mencoba menyangkal kemungkinan yang semakin jelas di pikirannya. Tapi bukti-bukti ada di hadapannya, mustahil diabaikan.

Alya bukan sekadar pasien biasa.

Dan apa pun yang terjadi padanya… ini bukan kebetulan.

Davin mengusap wajahnya, mencoba menenangkan pikirannya yang berputar.

Apa yang sebenarnya terjadi pada Alya?

Dan lebih penting lagi…

Apa yang akan terjadi selanjutnya?

1
Ngực lép
Aku suka banget sama karakter di dalam cerita ini, author jangan berhenti yaa!
Legato Bluesummers
Keren! 😍
°·`.Elliot.'·°
Bikin susah move-on, semoga cepat update lagi ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!