Ahmad Al Fatih Pranadipa adalah siswa SMA yang dikenal sebagai pembuat onar. Kenakalannya tak hanya meresahkan sekolah, tetapi juga keluarganya. Hingga akhirnya, kesabaran orang tuanya habis—Fatih dikirim ke pesantren untuk dididik langsung oleh seorang kyai dengan harapan ia berubah.
Namun, Fatih tetap menjadi dirinya yang dulu—bandel, pemberontak, dan tak peduli aturan. Di balik tembok pesantren, ia kembali membuat keonaran, menolak setiap aturan yang mengikatnya. Tapi hidup selalu punya cara untuk mengubah seseorang. Perlahan, tanpa ia sadari, langkahnya mulai berbeda. Ada ketenangan yang menyusup dalam hatinya, ada cahaya yang mulai membimbing jalannya.
Dan di saat ia mulai menemukan jati dirinya yang baru, hadir seorang wanita yang membuatnya merasakan sesuatu yang tak pernah ia duga—getaran yang mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Malam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
"Luh enggak khawatir bokap luh bakal tahu?"
"Makanya, kita main kalem aja. Jangan sampai bokap nyokap gue tahu. Bisa berabeh urusan, ujungnya gua sad ending. Membekam di pesantren." ujar Fatih melepas hoodienya.
"Kita bolos dan susun rencana, gimana?" ajak Atha dengan wajah serius. Remaja dengan rambut kriting itu menunggu jawaban pemimpinnya.
Fatih mendesah, punggungnya ikut terlihat turun saat nafasnya di keluarkan. "Tamat riwayat gua kalau ketahuan bolos. Pulang sekolah kita kumpul di tempat biasa. Gimana?" jelas Fatih, anak itu memang sudah berjanji pada ayahnya untuk tidak bolos lagi. Hampir satu bulan kemarin Fatih tidak menginjakkan kakinya di sekolah, padahal seragam sekolah terus melekat di tubuhnya, remaja itu juga meninggalkan rumah untuk berangkat sekolah tepat waktu. Tapi entah kemana perginya. Pada akhirnya, saat ayahnya yang menjabat sebagai ketua yayasan bertandang ke sekolah. Dia mengecek keberadaan putranya. Tapi naas. Walau batang hidungnya, Fatih tak muncul. Pranadipa mengintrogasi guru kelas untuk mengatakan hal sejujurnya. Ibu Eni sebagai wali kelas Fatih, menceritakan bahwa Fatih tidak pernah masuk di kelas selama sebulan lebih. Mendengar penjelasan ibu Eni, Pranadipa sangat geram. Setelah sampai di rumahnya, dia mengancam putranya untuk tidak bolos ataupun membuat onar kembali, ketika janji itu di ingkari oleh Fatih. Maka pondok pesantren adalah tempat tinggal Fatih.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Bel panjang berbunyi. Seperti biasa rapat guru menjadi alasannya. Suara berisik dari setiap kelas menjadi bukti mereka sangat senang karena mendengar bel itu berbunyi. Sorak sorai terus terdengar di setiap ruangan tidak terkecuali di kelas Fatih.
"Yeeesss!!!" pekik Siska dengan senangnya. "Tau aja tugas gua belum selesai. Tuhan memang Maha baik." pekik Siska seraya memasukkan buku-bukunya kedalam tasnya. Dia kemudian menghampiri Fatih.
"Kantin yuk! Gua yang bayarin. Pulangnya ntar aja. Masih pagi." ajak Siska pada Fatih.
"Sorry Sis. Luh makan aja bareng Amel, kita-kita lagi ada planning penting."
Siska mendengus mendapat dorongan kencang dari Edo, memaksanya untuk menjauh dari Fatih. Siska melotot sambil mengusap pundaknya.
"Apaan sih Luh Edo, jangan kasar-kasar dong. Fatih... Sakit nih, kamu obati aku dong." ucap Siska dengan manja, tubuhnya kembali mendekat ke arah Fatih.
"Bro....!" Reza berdiri di ambang pintu kelas. Suaranya memancing, Fatih, Edo, Atha dan Siska turut menoleh ke arah sumber suara.
"Mau ngapain Luh kesini?" sergah Siska menatap jutek ke arah Reza. Sedangkan pria jangkung itu hanya mengangkat bahunya tak menjawab. Siska semakin kesal dengan jawaban Reza.
"Luh jangan gangguin gua lagi yah, hubungan kita udah berakhir."
"Yang bilang mulai siapa, jangan harap! Cewek kaya Luh, di pasar loak banyak!" cercah Reza menunjuk ke arah Siska.
"Masuk bro! Kita ngobrol disini aja." ucap Fatih. "Luh minggir dulu!" kata Fatih pada Siska membuat wanita itu menghindari wajah Fatih dan mengangkat wajahnya tinggi-tinggi untuk menarik udara dari tempat lain karena merasa sesak saat Fatih menyuruhnya pergi. Siska kemudian menghentakkan kakinya, kemudian menyelipkan rambut bagian sampingnya ke belakang telinga dan pergi meninggalkan Fatih.
"Itu cewek kenapa sih ke PD an banget. Kalau dia deketin Luh jangan mau!" kata Reza kemudian duduk di atas meja Fatih.
Fatih menyunggingkan senyuman meremehkan ke arah Reza, "tipe gua bukan macam preman pasar!"
"Tipe Fatih anak santri, kan dia bakal di kirim ke pesantren setelah rencana kita sukses!" cetus Edo kemudian tertawa.
"Nyali gua setipis tissu kalau dengar tentang pesantren. Tapi enggak masalah. Gua bisa kabur kalau benar-benar rencana bokap gua berhasil." kata Fatih.
"Cepat atau lambat bokap Luh pasti tahu tentang kejadian nanti. Jadi mental Luh harus di siapin. Kalau perlu, baju-baju Luh masukin dalam koper secepatnya. Bokap Luh bisa kalap ntar sampai lupa bawain pakaian Luh kalau tahu kita tawuran."
"Pokoknya kalian enggak boleh lupain gua. Kalian harus jemput gua, gimana pun caranya!" ujar Fatih. Pria itu sangat tidak ingin menginjakkan kakinya di pesantren. Menurutnya, pondok pesantren sama halnya dengan penjara. Padahal kenyataannya sangat jauh berbeda, di pondok itu Fatih akan mendalami tentang agama, bertemu dengan teman-teman dari lingkup keagamaan yang bisa menjadikan pribadi Fatih menjadi berubah, kyai ataupun ustadz akan mengajarkan Fatih tentang agama yang di anutnya.
"Beres.... Hubungi aja kita, bakal standby 24 jam buat jemput Luh!" jawab Reza. Walaupun berbeda kelas, tapi Reza termasuk anggota dalam gank Fatih. Gank yang sangat terkenal di sekolah dengan ketampanan mereka yang beranggotakan empat orang, Fatih sebagai pemimpin, Edo, Reza dan Atha tapi akhir-akhir ini Siska dan Amel terus bergabung di gank pria tersebut. Makanya anak-anak yang lain mulai menjaga jarak dari Siska dan Amel karena menganggap bahwa kedua gadis itu termasuk gank sekolah yang tak bisa tersentuh.
"Kantin yuk!" Fatih berdiri di ikuti oleh antek-anteknya.
"Mau kemana kalian?" teriak Amel melihat Fatih dan Genknya berjalan meninggalkan kelas. Tak ada jawaban dari mereka Siska dan Amel berjalan cepat untuk berbaur ke gank pembuat onar tersebut. Ada kebanggaan tersendiri bagi Amel dan Siska jika berjalan bersama gank Fatih. Semua siswa akan berhenti ataupun menghindar saat gank itu berjalan melewati koridor kelas, tak ada yang berani menghalangi jalan mereka. Bahkan ada dari siswa yang memilih memutar agar tidak bertemu dengan gank Fatih. Takut di jadikan tumbal dalam permainan Gank pembuat onar tersebut.
Karena guru sedang rapat, mayoritas siswa menghabiskan waktunya di kantin. Tempat yang di penuhi siswa siswi tersebut mendadak berisik karena kedatangan gank pembuat onar. Enam orang tersebut, menghampiri meja terdekat dan sama sekali tak peduli jika kursi itu masih di gunakan.
"Minggir Luh! Buta ya? Kita-kita mau duduk." ujar Amel dengan bentakan pada siswa yang masih sibuk makan. Dari pada memperkeruh suasana, anak-anak yang masih makan tadi menganggakat mangkok yang berisi bakso dan minuman mereka kemudian berpindah tempat.
"Heeehhh! Malas banget gua lihat mereka. Pengen banget ngeliat mereka pindah dari sekolah ini."
"Benar, biar sekolah ini tentram."
"Iya. Benar banget. Mentang-mentang orang tuanya adalah pemilik sekolah ini, dia sewenang-wenang pada yang lainnya." Ujar beberapa siswi yang duduk tepat di belakang kursi yang tepat di duduki oleh Fatih dan teman-temannya. Mereka sibuk berbisik agar gank itu tidak mendengar percakapan mereka. Karena bercerita sambil menunduk mereka tidak sadar jika Siska dan Amel sudah berdiri di samping meja siswi-siswi yang berbisik tadi.
Amel mengetuk tiga kali meja mereka agar tersadar, ketika tersadar mereka tersentak melihat keberadaan Amel dan Siska yang sudah berdiri dengan bersedekap.
"Cantik-cantik ini lagi ngomongin siapa?" ucap Siska dengan suara lantang untuk mencuri perhatian penghuni kantin.
"Ngaku Luh! Kalian ngomongin kita-kita kan?" bentak Amel mendorong bahu salah satu siswa yang berada tepat di sampingnya.
Suara Amel dan Siska membuat suasana kantin menjadi tidak nyaman.
"Kita enggak ngomongin kalian kok." jawab gadis yang berambut pirang tersebut.
"Eh, Luh berisik. Diam! Bukan Luh yang gua ajak ngomong." sahut Siska melorotkan matanya pada wanita yang tadi berbicara.
"Tadi Luh ngomongnya kalian, berarti nunjuk ke gua juga dong. Kalau enggak ngerti bahasa, sana belajar sama Bu Susi!" gadis pirang tersebut kembali melawan, sama sekali tak gentar menghadapi Siska dan Amel. Sementara Fatih dan ganknya tidak ingin ambil pusing dengan kelakuan ke dua wanita tersebut, karena mereka sibuk cara mengumpulkan anggota mereka untuk menyerang siswa sekolah sebelah yang telah meremehkan mereka.
"Woe.. cewek munafik kaya Luh enggak pantas ngomong disini!" kata Amel menunjuk gadis pirang itu.
"Siapa yang Luh bilang munafik? Bukannya itu untuk kalian berdua. Nebeng di gank Fatih buat nakut-nakutin kita. Kalian berdua tuh, enggak ada pengaruhnya!" sergah gadis pirang itu dengan sangat membara, sangat muak melihat tingkah Amel dan Siska yang ingin di segani.
Serentak seluruh kantin riuh akan suara berisik yang berasal dari setiap meja yang menyoraki aksi wanita pirang itu seakan mendukung mereka.
"Tolongin, mereka berdua masih bisa kita manfaatin." kata Reza pada Fatih. Bukan memanfaatkan tapi lebih pada ketidaktegaan melihat mantan sedang di jelekkan secara berjamaah.
Akhirnya Fatih berdiri dari kursinya, dia mengambil gelas lalu melemparkannya ke lantai membuat gelas kaca itu pecah dan hancur. Seketika kantin menjadi hening. Luar biasa pengaruh Fatih di sekolah ini.
"Luh masih mau lanjutin ngocehnya?" tanya Fatih pada wanita yang sejak tadi melawan Amel dan Siska. Gadis itu terperanjat ketakutan. Dia segara duduk kembali di kursinya, tak berani menatap Fatih yang melihatnya dengan dingin.
Pria jangkung itu kembali ke tempat duduknya di ikuti oleh Amel dan Siska yang ikut duduk.
"Makanya, jangan sok! Enggak ada Fatih, kalian berdua mempermalukan diri sendiri. Malu-maluin! Anak model mereka aja Luh nggak bisa sumbat mulutnya. Malah Luh yang kena sumbatan." ujar Edo melihat ke arah Amel dan Siska yang wajahnya sudah sangat cemberut.
Fatih tak berbicara, dia sibuk menusuk baksonya dengan garpu kemudian memasukkan ke dalam mulutnya. Makannya sangat lahap. Fatih mengisi energinya untuk acara siang nanti.
"Udah diam, enggak usah di salahin lagi. Makan beb." ujar Reza menatap Siska.
"Beb.. beb.. Luh suka ma gua?"
"Kalau di dunia ini perempuan itu sisa kamu...." Belum selesai Reza menyelesaikan kalimatnya, Atha menyambungnya "enggak bakalan gua pilih." ujar Atha lalu tertawa
"Salah! Kalau di dunia ini perempuan itu sisa kamu. Pasti gua pilih, mana sanggup gua hidup sendiri. Berdua denganmu pasti lebih baik." sahut Reza kemudian tertawa.
"Kaya lagi dong!" sergah Amel dengan mulut yang di penuhi bakso.
"Habisin dulu baksonya, baru ngomong. Jorok banget sih jadi cewe!" ketus Edo melirik Amel yang ada di sampingnya.
*****
Sekolahpun telah usai, Fatih dan Genknya sudah berada di parkiran dan duduk di atas motor mereka masing-masing. Sengaja Fatih tidak memakai mobil untuk melancarkan aksinya. Pria duduk di atas motor besarnya, helmnya menutup rapat kepalanya, kaca motor menutupi wajah tampannya.
Ngeng... Ngeeennggg... Suara gas motor bagaikan sedang berada di arena MotoGP karena suaranya yang khas.
"Bos... Personil kita udah bergerak." kata Edo melihat ponselnya dan memberitahu Fatih tentang informasi penting.
"Ok! Kita berangkat sekarang!"