Xiao An wanita karir yang tengah menjalani kehidupannya tanpa hambatan. Tidak sengaja masuk ke dunia novel yang baru saja ia baca. Di novel dia menjadi Nona pertama Han Yu karakter antagonis, putri dari kediaman perdana menteri keuangan Han. Keluarganya sangat kaya dan hidup bergelimang harta. Kedua orangtuanya sangat mencintai putrinya memberikan semua yang di butuhkan. Sebab itu Nona pertama Han Yu sangat manja, pemarah, juga memandang rendah kalangan bawah. Kekejammnya terhadap pelayan membuatnya di takuti semua orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Agung dengan luka di hatinya
Tidak butuh waktu lama. Tiga hari setelah semua dokumen rahasia dari kelompok Dewi keberkahan di dapatkan. Yang menyatakan keterlibatan Permaisuri Chen Jia untuk melakukan ritual penumbalan para gadis perawan. Ketua utama Mahkamah Agung Zhen Shunxi melakukan operasi besar-besaran memberantas seluruh pengikut dari Dewi keberkahan. Semua pengikut langsung di bunuh di tempat tanpa adanya perlawanan. Di hari itu juga, Permaisuri Chen Jia di lepaskan dari gelar kehormatannya dan kebangsawanannya. Di turunkan menjadi tahanan berdosa. Di kurung seumur hidup tanpa bisa menyaksikan sinar matahari.
Sebelum masa kurungan di berlakukan. Permaisuri Chen Jia di berikan seratus hukuman cambuk. Jika masih hidup hukuman kurungan dapat di jalankan. Jika mati seluruh tubuhnya akan di rajam dan di buang keseratus tempat berbeda.
"Yang Mulia." Semua Opsir di penjara memberikan hormatnya.
Pria tua dengan jubah emas di tubuhnya berjalan tenang masuk ke bagian terdalam penjara bawah tanah. Dia masuk ke salah satu ruangan lembab dan pengap. Hela nafas dalam terdengar cukup kuat. "Chen Juan."
Wanita yang tengah menyandarkan tubuhnya pada tembok perlahan membuka kedua matanya. Dia melihat suaminya yang telah diam di hadapannya. Senyuman samar terlihat di wajahnya. "Apa adik ku itu masih hidup? Seharusnya aku membunuhnya terlebih dulu. Sebelum semua ini terjadi. Hahhhh..." Tidak ada perasaan bersalah yang ia perlihatkan.
Kaisar Jing Bai menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak percaya dengan tekad menakutkan dari wanita di depannya. Kedua tangannya di kaitkan di punggung. Rasa kecewa menekan dalam. "Kamu membunuh ayah dan ibu mu. Mengurung adik kandung mu. Menjadikan darah gadis muda sebagai alat pelampiasan luka yang telah kamu alami. Chen Juan..." Memejamkan kedua matanya. "Di mana letak hati nurani mu!"
"Hahahhhh... Hati nurani. Mereka yang telah bersalah. Menjadikan ku seperti gadis hina yang layak mati. Di mata mereka aku layak mati. Mereka juga layak mati di tangan ku." Setiap perkataan yang wanita itu ucapkan selalu di penuhi kemarahan dan dendam. "Fu Da, kamu sudah menemukannya? Dia tidak boleh mati." Mengelus perutnya. "Bayi dalam kandungan ini membutuhkan dirinya."
Kaisar Jing Bai membuka kedua matanya. Rasa kasihan memang ada. Namun semua perbuatan yang telah di lakukan wanita di depannya. Tidak bisa lagi di benahi. "Tulangnya bahkan sudah menjadi abu. Tidak lagi dapat di kenali." Membalikkan tubuhnya. "Meski kamu bukan istri ku. Tapi kita sudah hidup bersama lebih dari dua puluh tahun. Chen Juan, pernah kah kamu menganggap ku sebagai suami mu? Meski hanya sebentar saja."
Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan yakin. "Aku hanya mencintainya. Tapi dia sudah mati. Aku mencintainya. Dia mencintai adik ku. Hahhhhaaa..." Tawa menggema.
"Setidaknya aku akan lebih rela saat hukuman di jalankan." Kaisar Jing Bai berjalan pergi meninggalkan ruangan itu. Tidak ada keraguan lagi dalam langkahnya. Dia keluar dari penjara menuju keistana dalam. Pria tua itu masuk perlahan ke dalam ruangan kamar setelah meminta semua pelayan pergi. Dia menatap wanita dengan wajah sama persis seperti wanita di dalam penjara. Dia Chen Jia yang asli.
"Yang Mulia." Chen Jia berusaha untuk bangkit dari tempat tidur.
Kaisar Jing Bai berjalan cepat menahan tubuh wanita itu. "Tidak perlu memberikan hormat." Duduk di atas tempat tidur. Agar bisa lebih dekat. "Maafkan aku. Ini semua terjadi karena ketidakmampuan ku." Wanita di depannya justru tersenyum lembut. Wajahnya di penuhi kehangatan tanpa adanya keluhan. "Aku tidak tahu lagi bagaimana cara menebus penderitaan yang telah kamu dapatkan."
"Yang Mulia, jika bisa. Hamba hanya ingin hidup sebagai wanita biasa. Tidak ingin terikat di dalam istana ini." Berusaha untuk bangkit meskipun di tahan Kaisar Jing Bai. Chen Jia berlutut, "Yang Mulia, hamba tahu tidak ada tempat lagi untuk kakak perempuan ku. Tapi semua ini terjadi karena kesalahan keluarga Chen. Hamba putri kedua Chen Jia dari keluarga Chen. Memohon ampun atas semua kesalahan yang telah kakak perempuan ku lakukan." Bersujud.
Kaisar Jing Bai membantu wanita itu untuk bangkit. "Kamu ingin kakak perempuan mu aku ampuni?"
Chen Jia menggelangkan kepalanya, "Biarkan hidupnya berakhir di sini. Setidaknya rasa sakit yang ia alami tidak berlanjut lagi."
Pria tua di depannya cukup terkejut. Dia tidak menyangka jika wanita di depannya meminta hal yang sebaliknya. "Baik. Aku akan memenuhi keinginan mu."
Tiga hari kemudian,
Doanggg...
Dooonnggg...
Gong di bunyikan berkali-kali memberikan tanda eksekusi mati akan di jalankan.
Wanita dalam balutan gaun merah darah bertaburkan permata langka berjalan tenang menatap penuh kesombongan. Kedua tangannya di rantai namun dia masih terlihat tidak memperdulikannya.
"Wanita iblis."
"Wanita kejam."
"Dia layak mati."
"Cuihhh... bunuh dia. Segera bunuh dia."
Ratusan batu terlempar kearah wanita itu. Darah bahkan keluar perlahan dari kepalanya karena lemparan batu yang kuat.
"Tenang." Teriakan penjaga membuat semua orang yang ada di alun-alun Ibu Kota terdiam. Eksekusi yang di lakukan dapat di lihat semua orang. Hal ini yang akan mampu menenangkan kemarahan di hati semua orang.
Wanita itu di arahkan ke atas podium. Dia berlutut menatap dengan senyuman merendahkan orang-orang di hadapannya. Dia memejamkan kedua matanya saat algojo tepat berada di belakangnya menggenggam cambuk panjang.
Cettakkk...
Cambuk di ayunkan menghantam tubuh indah wanita itu.
Cettakkk...
Cambukan tanpa henti sebanyak puluhan kali telah di lakukan. Hingga tubuh yang telah berlumuran darah itu tidak mampu lagi bertahan. Tubuhnya ambruk di lantai dengan genangan darah segar yang keluar dari punggungnya. Gerakan tangannya berusaha membelai lembut kearah perutnya. Namun wanita berdosa itu tetap tidak bersuara. Dia diam menahan rasa sakit yang teramat dalam. Perlahan tubuhnya di seret menghampiri tempat hukuman selanjutnya. Algojo menarik salah satu tangannya dengan kasar. Membuat tubuh kecil itu terbawa bersama pria kekar itu.
Leher wanita itu di tempatkan di tatakan kayu tumpul dengan besi pipih dan tajam yang sudah tergantung di atasnya. Dari kejauhan dia melihat adik perempuannya. Tidak ada penyesalan atau pun rasa bersalah di hatinya. Hanya kepuasaan yang telah ia dapatkan. "Sekalipun mati. Aku tetap pemenangnya," ujarnya lirih.
SSseett...
Sllpp...
Ddddeekk...
Dalam hitungan detik besi pipih di atasnya terjatuh memenggal leher indah yang telah di penuhi darah segar.
"Aaaa..."
Semua orang yang menyaksikan bersorak bahagia melihat terbunuhnya wanita berdosa. Hanya sesok wanita dalam balutan gaun sederhana dengan penutup wajah yang meneteskan air mata.
"Kita kembali," ujar wanita itu berjalan pergi di bantu pelayan wanitanya.
"Baik."
'Kakak, aku harap di kehidupan selanjutnya. Kamu bisa terlahir di keluarga yang selalu mencintai mu. Sehingga bisa mendapatkan cinta yang telah kamu inginkan selama hidup mu.'