NovelToon NovelToon
My Secret Husband

My Secret Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Aliansi Pernikahan
Popularitas:9.4k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Kelanjutan dari Kurebut Suami Kakak Tiriku, kisah ini mengikuti Rei Alexander, anak angkat Adara dan Zayn, yang ternyata adalah keturunan bangsawan. Saat berusia 17 tahun, ia harus menikah dengan Hana Evangeline, gadis cantik dan ceria yang sudah ditentukan sejak kecil.

Di sekolah, mereka bertingkah seperti orang asing, tetapi di rumah, mereka harus hidup sebagai suami istri muda. Rei yang dingin dan Hana yang cerewet terus berselisih, hingga rahasia keluarga dan masa lalu mulai mengancam pernikahan mereka.

Bisakah mereka bertahan dalam pernikahan yang dimulai tanpa cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. WANITA MEREPOTKAN

"Baiklah, waktu telah habis. Jika masih ada rekan yang belum hadir, mohon segera diinformasikan," tegas Rei sambil menatap serius ke arah kumpulan siswa-siswi yang berdiri di bawah gelapnya malam di halaman sekolah.

Sebagai ketua OSIS, Rei mencatat dan mendata satu per satu siswa dengan teliti, didampingi oleh rekan-rekan OSIS lainnya yang turut membantu proses pendataan tersebut.

Namun, di tengah kesibukannya, pikirannya tersentak ketika mengingat seseorang—Hana. “Kenapa tidak terdengar suaranya dari tadi?” batinnya mulai resah.

Tiba-tiba, dari arah gelap yang belum tersentuh cahaya, terdengar suara langkah tergesa. “Tunggu!” seru seseorang sambil berlari terengah-engah dari balik bayangan malam. Sosok itu adalah Darren, dengan napas yang tersengal karena kelelahan.

“Darren, di mana Hana?” tanya Amina segera, menatap Darren dengan cemas. Darren masih mencoba menenangkan napasnya yang berat, berusaha mengatur kata-kata sebelum menjawab.

“Itu dia… Aku sudah mencarinya ke mana-mana tapi tidak ketemu. Kami terpisah di tengah jalan!” jawab Darren dengan nada gugup, napasnya masih belum sepenuhnya teratur. Wajahnya tampak sedikit panik, jelas menunjukkan bahwa ia benar-benar kehilangan arah saat mencari Hana.

Mendengar penjelasan Darren, Rei langsung menghela napas panjang dengan berat. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, seolah sedang menahan rasa kesal dan cemas yang bercampur aduk. Rahangnya mengencang, lalu bibir bawahnya tergigit pelan—tanda ia sedang berusaha tetap tenang di tengah kegelisahan yang mulai mengusik.

Tanpa berkata banyak lagi, Rei langsung menatap rekan OSIS lainnya dengan tatapan serius dan penuh instruksi.

“Amankan semuanya. Aku akan mencarinya,” ucap Rei singkat namun tegas. Suaranya terdengar berat, namun penuh tanggung jawab. Tanpa menunggu tanggapan, ia langsung berbalik dan melangkah cepat meninggalkan kerumunan siswa di tengah gelapnya malam yang mulai terasa mencekam.

Suasana sempat hening sejenak. Semua siswa dan anggota OSIS saling berpandangan, bingung sekaligus heran atas reaksi Rei yang tampak begitu emosional.

“Mengapa Rei terlihat sangat peduli?” gumam Sania pelan, nyaris tak terdengar oleh yang lain.

Beberapa rekan di sekitarnya hanya mengangguk pelan, mencoba mengamati ekspresi Rei sebelum pergi tadi. Mereka pun mulai bertanya-tanya, apakah semua ini hanya sekadar tanggung jawab sebagai ketua OSIS, atau ada hal lain yang belum mereka ketahui.

“Wajar saja sih… Dia kan ketua OSIS. Pasti merasa bertanggung jawab,” jawab salah satu anggota OSIS lainnya, mencoba memberi penjelasan sederhana, walau dalam hatinya ia juga menyimpan rasa penasaran.

Namun, tanpa sempat berlama-lama tenggelam dalam prasangka dan dugaan yang belum pasti, mereka sadar bahwa tugas mereka belum selesai. Sesuai instruksi Rei, mereka segera kembali menjalankan tanggung jawab masing-masing demi memastikan keadaan tetap aman dan terkendali.

Sementara itu, Rei melangkah cepat menyusuri gelapnya lingkungan sekolah, membawa senter kecil yang menjadi satu-satunya sumber penerangan di tengah bayangan malam yang semakin pekat. Suara langkah kakinya terdengar jelas di antara keheningan, hanya sesekali diselingi suara dedaunan kering yang terinjak.

Langit malam tampak mulai gelap pekat, disertai suara gemuruh petir yang menggema dari kejauhan. Angin bertiup semakin kencang, membuat dedaunan bergoyang dan ranting-ranting pohon berderak pelan. Suasana seolah mengisyaratkan akan datangnya badai malam yang tak terduga.

“Bagaimana ini…?” gumam Rei lirih, dadanya semakin sesak oleh kegelisahan.

“Kemana dia pergi? Kenapa dia bisa terpisah sejauh ini?” tanyanya pada diri sendiri sambil terus mempercepat langkah.

Tiba-tiba, suara jeritan terdengar nyaring menembus keheningan malam.

“Tolongggggggg!”

Rei langsung berhenti. Tubuhnya menegang. Matanya menajam, mencoba mengenali suara itu.

Itu suara yang sangat dia kenal.

Suara yang selama ini ia cari—Hana.

Tanpa pikir panjang, ia langsung menoleh ke arah lorong taman belakang sekolah, tempat asal suara itu berasal. Ia berlari secepat mungkin, menyusuri jalan setapak yang dipenuhi semak dan rerumputan basah. Dan di sana, di sebuah pondok kecil di ujung taman, ia menemukan sosok Hana.

Hana tampak terduduk dengan wajah pucat, memegangi pergelangan kakinya yang tampak nyeri. Tatapan Rei langsung melunak seketika meski rasa cemas masih menyelimuti dirinya.

Rei menarik napas panjang, merasa sedikit lega akhirnya menemukan Hana, seseorang yang bukan hanya tanggung jawabnya sebagai ketua OSIS… tetapi juga—istri diam-diamnya.

“Hei!” serunya datar, menatap Hana tanpa banyak ekspresi.

Hana langsung menatap balik, wajahnya menunjukkan rasa lega yang luar biasa. Matanya berkaca-kaca, seolah ingin segera menumpahkan air mata.

“Reiiiii…” lirihnya. Senyumnya kecil, meski tubuhnya masih menggigil karena rasa sakit dan ketakutan. Saat hendak berdiri, ia justru meringis dan mengaduh. Kakinya jelas masih terasa sakit akibat terjatuh saat berlari sebelumnya.

“Bisakah kau… tidak merepotkanku seperti ini?” ujar Rei dengan nada kesal, meski terselip kekhawatiran dalam ucapannya. “Kau mau membuatku kena marah di sekolah dan juga di rumah, hah?” lanjutnya sambil menghela napas lagi. Ia membayangkan betapa repotnya jika Adara, Zayn, serta adik kembarnya tahu bahwa Hana sempat menghilang. Bisa habis dia dimarahi habis-habisan.

Hana hanya memanyunkan bibirnya, merasa tidak adil. Bisa-bisanya dia dimarahi padahal dirinya sendiri sedang ketakutan dan kesakitan.

“Memangnya aku mau tersesat seperti ini? Kau ini!” ujarnya lirih dengan suara gemetar. “Kau malah memarahiku… hiks!” Hana mulai terisak, menahan tangis yang nyaris pecah.

“Diamlah… Aku sudah di sini,” jawab Rei, mencoba menahan diri untuk tidak meluapkan amarahnya lebih jauh. Walau dalam hatinya, ia benar-benar ingin membentak Hana yang selalu merepotkan.

“Ayo, kita kembali,” ucapnya sambil berbalik, berjalan pelan membelakangi Hana.

Namun belum sampai jauh, suara Hana kembali terdengar memanggilnya.

“Rei…!”

Rei menghentikan langkahnya. “Ada apa lagi, Hana?” tanyanya dengan nada pasrah.

“Kakiku… sakit,” jawab Hana lirih sambil menunjukkan kakinya yang masih terasa nyeri. Rasa perih itu belum hilang, membuatnya tak mampu berdiri apalagi berjalan jauh.

Rei kembali menghela napas berat. Kepalanya mendongak, seolah bertanya pada langit, “Kenapa aku bisa menikah dengan wanita merepotkan seperti ini?” pikirnya kesal. Tapi entah kenapa… tetap saja ia mendatanginya.

1
Na Noona
belum up tor
na Nina
lanjut
na Nina
lanjut tor
Na Noona
up tor
Na Noona
up tor, aku sukaaa ceritanya
Chachap
kurang panjang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!