Aozora Jelitha, dikhianati oleh calon suaminya yang ternyata berselingkuh dengan adiknya sendiri. Padahal hari pernikahan mereka tinggal menunggu hari.
Sudah gagal menikah, ia juga dipaksa oleh ayah dan ibu tirinya, untuk membayar utang-utang papanya dengan menikahi pria yang koma,dan kalaupun bangun dari koma bisa dipastikan akan lumpuh. Kalau dia tidak mau, perusahaan yang merupakan peninggalan almarhum mamanya akan bangkrut. Pria itu adalah Arsenio Reymond Pratama. Ia pewaris perusahaan besar yang mengalami koma dan lumpuh karena sebuah kecelakaan.Karena pria itu koma, paman atau adik dari papanya Arsenio beserta putranya yang ternyata mantan dari Aozora, berusaha untuk mengambil alih perusahaan.Ternyata rencana mereka tidak berjalan mulus, karena tiba-tiba Aozora mengambil alih kepemimpinan untuk menggantikan Arsenio suaminya yang koma. Selama memimpin perusahaan, Aozora selalu mendapatkan bantuan, yang entah dari mana asalnya.
Siapakah sosok yang membantu Aozora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma Sri Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini pasti ulah Aozora
Damian akhirnya memutar tombol brankas sesuai yang diberikan oleh Hanum. Benar saja, pintu brankas akhirnya bisa terbuka. "Dasar laki-laki bodoh! Cinta bisa membuatnya jadi bego seperti ini. Sandinya sangat mudah untuk bisa ditebak." Damian tersenyum lebar, apalagi ketika melihat ada beberapa map yang dia yakin berisi surat-surat penting.
Dengan seringai sinis di bibirnya, ia pun meraih map-map itu dari dalam. Ketiga hendak melihat isi map, tugas pintu terlihat berputar, pertanda ada orang yang akan masuk.
"Sial! Ada yang datang!" Damian sontak berguling sembari membawa map-map itu bersama-sama dan sembunyi di bawah ranjang. Pria paruh baya itu melihat dari bawah sana ada kursi roda yang bergerak maju karena didorong oleh seseorang dari belakang.
"Hmm kata Bibi, Om Damian tadi datang dan masuk ke kamar. Tapi, di mana dia?" terdengar suara seorang pria yang membuat mata Damian membesar di bawah sana. Bagaimana tidak, pria paruh baya itu tahu betul kalau pemilik suara itu adalah Arsenio, putra dari almarhum kakak laki-lakinya.
"Ja-jadi dia sudah sadar dari koma? Sial!" umpat Damian dalam hati.
"Oh, mungkin dia melihat kalau kamu tidak ada, jadi dia langsung pulang," sahut satu pria lagi yang dia tahu kalau itu adalah Daren, dokter kepercayaan keluarga Arsen. Dulu, papanya pria itulah dokter keluarga, tapi sekarang digantikan olehnya Daren putranya.
"Boleh jadi sih. Tapi, apa tujuannya datang ke sini? Apa hanya ingin melihatku atau ada kepentingan lainnya?" dari nada bicara Arsen bisa dipastikan kalau pemuda itu sedang curiga.
"Sialan! Sepertinya dia sudah mulai curiga. Haish, bagaimana aku bisa keluar dari sini! Apa aku harus menunggu sampai dia tidur? Kalau dia tidak tidur-tidur sampai Aozora pulang, bagaimana?" Damian mulai was-was sekaligus panik.
"Sudahlah, kamu tidak perlu memikirkan hal itu. Sekarang sebaiknya kamu fokus sama terapi kamu, buat nanti bisa kembali ke perusahaan. Kasihan Aozora kecapean. Udah cape di kantor, di rumah pun kamu buat capek." ejek Daren.
"Sialan kamu!" Arsen meraih bantal dan melemparkannya ke arah Daren. Seperti biasa Daren selalu berhasil menghindar.
Saat tangan Daren bersiap hendak meraih bantal dari lantai, Damian menahan napasnya, semakin panik kalau sahabat dari keponakannya melihatnya
"Mati aku!" batin Damian dengan jantung yang berdetak sangat kencang.
Ternyata ketakutan Damian tidak terjadi. Yang turun hanya tangan Daren, tapi mata pria itu tetap menatap ke arah Arsen sembari terkekeh.
"Aku gerah, habis terapi tadi, Ren. Aku mau mandi dulu. Kamu mau di sini atau mau keluar?" tanya Arsen.
"Aku mending keluar aja deh. Aku mau cari makanan di dapur dan buat kopi, kamu mau nggak aku buatin kopi?"
"Boleh deh!" sahut Arsen sembari menggerakkan kursi rodanya sendiri untuk menuju kamar mandi. Sementara Daren mengayunkan kaki melangkah keluar.
Di sisi lain, tepatnya di bawah ranjang, seringai tipis kembali menghiasi sudut bibir Damian. "Ini kesempatanku untuk keluar dari sini. Surat-surat ini sekarang ada di tanganku. Perusahaan pasti akan jadi milikku.Hehehe!" Damian mulai membayangkan hal-hal indah yang akan dia dapatkan. Mulai dari kehormatan dan kehidupan yang berkelimpahan.
Setelah memastikan Arsenio sudah menutup pintu kamar mandi, dan Daren benar-benar sudah keluar, Damian pun merangkak keluar dari bawah kasur dengan map-map yang dia ambil tadi dari dalam brankas.
Dengan buru-buru takut Arsen tiba-tiba keluar dari kamar mandi, pria itupun keluar dari dalam kamar keponakannya itu.
"Akhirnya aku berhasil keluar!" sorak Damian sembari mengembuskan napas lega. Lalu ia membuka kancing kemejanya dan menyembunyikan map-map itu di balik kemeja. Sebelum melanjutkan langkahnya kembali, ia lebih dulu mengedarkan pandangannya untuk memastikan tidak ada orang yang melihat apa yang dia lakukan.
"Aman," batin Damian, seraya tersenyum puas. Lalu pria paruh baya itu mengayunkan kakinya beranjak dari depan kamar Arsen.
Ia menuruni undakan anak tangga dengan sangat terburu-buru, takut berpapasan dengan Daren yang dia tahu ada di dapur.
"Akhirnya, aku aman!" Sorak Damian sembari masuk ke dalam mobilnya. Senyum pria itu mengembang sempurna, membayangkan kekayaan yang melimpah ada di depan matanya.
"Hahaha, sebentar lagi, aku akan jadi pengusaha nomor satu di negara ini. Arsen akan aku depak, dan Kak Amber tidak akan bisa angkuh lagi di depanku," Damian menyeringai sinis.
Kemudian, pria itu menghidupkan mesin mobil lalu melajukannya dengan kecepatan sedang keluar dari area kediaman Arsen.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mobil yang dikemudikan Damian, terlihat menepi, setelah agak jauh dari kediaman Arsen. Pria paruh baya itu sepertinya tidak sabar untuk melihat surat-surat yang dia yakini adalah surat kepemilikan perusahaan dan beberapa aset-aset Arsen lainnya.
Sebelum membuka map itu, Damian lebih dulu mencium map itu dengan wajah yang semringah.
"Welcome, kebahagiaanku!" seru Damian sembari mengangkat map itu ke atas. Senyum lebar tidak pernah tanggal dari bibir pria paruh baya itu.
Dengan jantung yang berdebar dan tangan yang bergetar saking gembiranya, pria paruh baya itu mulai membuka perlahan-lahan map itu.
Mata pria itu sontak membesar. Raut wajahnya seketika berubah bingung. Bagaimana tidak, isi dari map itu di luar ekspektasinya. Isinya ternyata bukan surat penting seperti yang dia pikirkan, tapi hanya fotocopy invoice-invoice yang usianya sudah sangat lama. Bisa dilihat dari tanggal dan tahun yang tertera di invoice itu.
"Sialan! apa-apaan ini? Kenapa semua isinya kertas-kertas yang tidak berguna?" umpat Damian, dengan wajah memerah.
Lalu ia meraih map lainnya dan membuka. Ternyata isinya juga sama. Ada total 5 map yang dia bawa, tapi isi semuanya sama.
"Brengsek! Kenapa bisa seperti ini? Apa Arsen sudah tahu makanya mengganti isinya?" Damian mulai menduga-duga.
"Ah, tidak mungkin dia tahu. Dia kan baru bangun dari koma. Dia pasti tidak punya waktu untuk melakukan itu. Bahkan untuk berpikir untuk melakukannya juga pasti tidak," Damian membatin, sangat yakin.
"Atau, jangan-jangan ini ulah Aozora? Apa dia sudah mengambil semua surat-surat penting itu untuk kepentingannya sendiri? pasti dia yang sudah mengganti isi map-map itu dengan kertas-kertas tidak berguna ini. Ya ... Aku yakin ini pasti ulah wanita tidak tahu diri itu!" Wajah Damian terlihat semakin memerah penuh amarah yang amat sangat. Pria itu sepertinya benar-benar sangat yakin kalau surat-surat berharga itu semua sekarang ada di tangan Aozora.
"Aku tidak akan tinggal diam. Aku harus mengawasi wanita itu!" Damian memukul kemudi dengan sangat keras.
tbc