Aluna terpaksa harus menikahi seorang Pria dengan orientasi seksual menyimpang untuk menyelamatkan perusahaan sang Ayah. Dia di tuntut harus segera memiliki keturunan agar perjanjian itu segera selesai.
Namun berhubungan dengan orang seperti itu bukanlah hal yang mudah. Apa lagi dia harus tinggal dengan kekasih suaminya dan menjadi plakor yang sah di mata hukum dan Agama.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Baca terus ya, semoga suka! Dan maaf jika cerita ini agak kurang mengenakkan bagi sebagian orang🙏
Warning!
"Ini hanya cerita karangan semata. Tidak ada niat menyinggung pihak atau komunitas mana pun"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 - Marah?
Dean memaksakan diri bekerja walau pikirannya sama sekali tak bisa fokus, sering kali dia melihat ke arah jam dinding yang terus bergulir setiap detiknya.
Jam sudah menunjukkan pukul 10:00 waktu setempat, namun Luna tak kunjung datang.
“Sial, si bodoh itu kemana sebenarnya? Apa dia bersenang-senang dengan laki-laki lain diluar sana?” geram Dean, entahlah pikiran buruk seperti itu tiba-tiba hinggap begitu saja di otaknya, membuat dia marah-marah sendiri.
“Kalau sampai dia hamil meskipun Ayahku ingin seorang anak, aku tidak sudi untuk mengakuinya,” Dean mengepalkan tangan di atas meja.
Sedang di tempat lain, Luna dan Mytha tidur sembarang arah dengan sampah makanan ringan yang berserakan bekas semalam mereka makan dan minum hingga larut malam.
Luna menggeliat pelan, dia terbangun karena silau akan sinar matahari yang sudah meninggi.
“Ini sudah jam berapa?” Luna meraba-raba mencari ponselnya untuk melihat waktu. Dia terkejut karena ponselnya mati, dia beralih melihat jam yang tergantung di dinding ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 10 siang.
“Mytha, bangunlah ini sudah siang. Apa kau tidak pergi bekerja?” Luna menggoyangkan
tubuh Mytha pelan.
Mytha mengucek matanya, “emangnya ini jam berapa?” tanyanya parau.
“Jam sepuluh,” sahut Luna.
“Haish, ya sudahlah kalau sudah terlanjur kita bolos saja. Lagi pula aku sedang malas,” kekehnya.
“Ya sudah kalau begitu.” dia membaringkan tubuhnya kembali, rasa pengar sisa mabuk semalam masih dapat ia rasakan.
***
Luna sampai di rumah jam 8 malam, dia malah asik menonton dan mengobrol bersama Mytha seharian.
“Darimana saja kau?” kedatangannya di sambut tatapan sengit dari Dean yang juga baru pulang dari kantor.
“Dari rumah temanku,” jawab Luna.
“Teman?” Dean mengangkat ujung alisnya, “Laki-laki atau perempuan?” tanyanya dengan tangan menyilang di dada, saat ini Luna tampak seperti siswi SMA yang kedapatan Ayahnya menginap di luar rumah.
“Laki-laki atau perempuan memang apa urusannya denganmu.” Balas Luna ketus.
“Ada, aku tidak akan mengakui anakmu jika sampai kau hamil.” desisnya.
Luna menatap nyalang, “kau gila ya, kau pikir aku wanita seperti apa hingga tidur dengan pria sembarangan.” kesalnya.
“Lalu pergi kemana kau semalam, katakan padaku?!” ucapnya dengan nada geram.
Keributan yang mereka berdua sebabkan membuat Jeff keluar, “Dean, Luna, kenapa kalian ribut diluar?” tanyanya.
”Kau lihat dia Jeff, wanita ini benar-benar keterlaluan, dia pergi selama dua puluh empat jam tanpa kita tahu dia pergi kemana dan dengan siapa dia bermalam.” desisnya.
Jeff menghela nafas panjang, “Luna bisa kau ceritakan padaku kemana kau pergi, semalam aku terus menelponmu tapi handphonemu tidak aktif. Kau tahu kami sangat mengkhawatirkanmu.” Dean mendengus mendengar Jeff menggunakan kata kami dalam ucapannya.
“Aku hanya pergi ke rumah temanku Jeff, dia perempuan dia tahu soal pernikahanku dan Dean, dia memintaku menjelaskannya, mengenai ponselku baterainya habis dan aku lupa membawa charge.” tutur Luna.
“Oh begitu, syukurlah, lain kali kau harus bilang pada kami yang sebenarnya ya jika kau seperti itu, itu akan memberikan orang lain kesempatan untuk berpikiran buruk tentangmu,” Jeff tersenyum manis. Sedang Dean dia berlalu dengan wajah mematut setelah mendengar penuturan Luna.
Luna berdecak sambil membuang muka.
“Ayo masuklah diluar dingin,” Jeff melingkarkan lengan di bahu Luna menggandengnya berjalan masuk.
“Kau sudah makan?” tanyanya penuh perhatian.
“Sudah, aku dan temanku makan diluar tadi.” sahut Luna.
“Nama temanmu Mytha kan?”
“Ko kamu bisa tahu?” Jeff hanya nyengir sebagai jawaban.
“Jangan bilang kau menyelidikiku?” terkanya.
“Maaf, aku hanya khawatir. Setelah aku tahu kau pergi ke rumah temanmu yang bernama Mytha ini, aku menyuruh orang yang menyelidikimu untuk menghentikan penyelidikannya.” tutur Jeff.
“Luna...,” Jeff tampak ragu, dia melepaskan rangkulannya di pundak Luna.
“Ada apa?” tanya Luna penasaran.
“Ah, tidak nanti saja,” ucapnya terhenti, “kau pergilah beristirahat.”
Luna hanya mengangguk sebagai jawaban, ‘Jeff selalu memperlakukanku dengan baik, pria ini jika dia bukan seorang gay sudah pasti wanita yang akan menikahinya akan sangat beruntung.’ batin Luna.
Jeff melambaikan tangan saat Luna menoleh kearahnya, “selamat malam,” ucapnya tak lupa menyematkan senyum.
Luna melengos dengan senyum tipis yang terbit di bibirnya.
Luna kembali ke kamarnya, dia langsung mengisi daya baterai handphonenya dan ternyata benar saja belasan panggilan tak terjawab datang beruntun saat ia menyalakan daya baterainya dan kebanyakan dari Jeff. Namun satu di antaranya, terselip nama Dean disana.
“Cih, ternyata dia juga menelponku.” Mau tak mau senyum tipis pun terbit di bibirnya.
Sebuah pesan ia dapatkan, ternyata itu dari Jeff. ‘Luna, apa kau punya waktu besok?’
‘Memangnya ada apa?’ tanya Luna.
‘Aku ulang tahun besok, aku ingin merayakannya bersama temanku.’
‘Oh oke, jam berapa?’
‘Jam sembilan malam di kafe XXXX. Tapi, jangan beritahu Dean soal ini, aku hanya ingin kau sendiri yang datang.’ balasnya.
‘Kenapa, bukankah dia pacarmu?’
‘Acara ini hanya untuk teman, jadi pacar tidak termasuk, hehe.’
‘Baiklah aku akan pergi.’
‘Jangan lupa membawa hadiah, oke. Aku tunggu kedatanganmu. ’ dia menyelipkan emoticon senyum di akhir katanya.
‘Oke.’ balas Luna singkat.
“Si Jeff ini ada-ada saja, tapi tidak papa lah aku juga malas kalau harus pergi sama si Dean.” tepisnya.