NovelToon NovelToon
Titik Koordinat Mimpi

Titik Koordinat Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Harti R3

Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tunangan Bian?

Zizi mengumpulkan keberanian untuk membuka pintu kelas. Terlambat 15 menit adalah hal pertama yang ia alami. Kalau saja tidak ada ujian tertulis hari ini, ia akan memilih bolos kuliah.

“Permisi, Pak.”

Atensi satu ruangan beralih ke sumber suara. Zizi. Oh sungguh memalukan baginya, terlambat. Sungguh terlambat untuk jam ujian. Ia melangkah ragu ke meja Bian yang melihat ke arahnya sekilas.

“Maaf, Pak saya terlambat. Ijin mau ikut ujian tertulis.”

“Kenapa terlambat?” melihat Zizi.

“Tadi, ada masalah sama mobil saya, Pak.”

“Karena saya juga terlambat hari ini, saya kasih toleransi kamu ikut ujian. Lain kali jangan berharap saya sebaik ini. Kerjakan dengan baik.” Menyerahkan lembar soal kepada Zizi.

“Ya, Pak.”

Zizi menengok ke arah teman-temannya mencoba mencari meja kosong. Ah sial! Hanya tersisa satu meja terdepan, tepat di hadapan Bian. Entah hanya perasaannya saja atau memang benar adanya. Hari ini Bian bersikap sangat dingin dan serius. Kelas yang biasanya tampak ramai dan akrab, mendadak sepi. Sesekali ia melihat Bian yang tertunduk di depan laptopnya. Sepertinya dia memang sibuk. Ia cepat-cepat menunduk dan mengerjakan soal ketika Bian melihatnya. Tak sengaja tatapan mereka bertemu. Tak seperti biasanya, tatapannya dingin menusuk hingga ke tulang.

Zizi mencoba fokus dengan soal ujiannya. Tak berani lagi melihat Bian. Mungkin dia marah karena beberapa mahasiswanya datang terlambat saat ujian. Satu jam berlalu. Ujian selesai. Pak Bian pun menutup kelas dengan senyuman tipis. Bukannya takut, para gadis kampus malah terpesona melihatnya. Definisi keren dari segi manapun.

“Tumben loe telat Zi?”

“Ceritanya panjang. Ayo ke kantin dulu, laper gue belum sarapan.”

Zizi menceritakan semua ke Felicia. Felicia memang mengira bahwa cowok yang menjemputnya kemarin adalah pacarnya. Ia belum mengetahui bahwa ia memiliki kakak laki-laki.

“Serius yang kemarin kakak loe?”

“Hmm”

“Ganteng, keren lagi. Kalo dia pacar loe, beuh pasti heboh tuh para gadis.”

“Bukannya kemarin udah buat gempar satu resto?” dengusnya kesal.

“Trus hari ini loe juga dijemput?”

“Iyalah. Kalau aja gue gak telat gak bakal gue dapet tatapan dingin Pak Bian.”

“Gue juga berpikir gitu deh. Pak Bian hari ini kek beda gitu lho, engga sumringah gitu lho.”

“Mungkin ada masalah kali.”

Mereka kembali melahap makanan sambil mengobrol sebelum masuk kelas berikutnya. Zizi dan Felice berjalan menuju kelas di lantai dua.

“Permisi?”

“Ya?” Zizi menoleh ke belakang, melihat sosok cewek yang ia temui di kafe malam itu mendekatinya.

“Biantara Wisam ruangannya sebelah mana ya?”

“Mbak siapanya Pak Bian ya? Udah buat janji?”

“Gue Catherine... Tunangannya Bian. Bisa tunjukin dimana ruangannya?”

Hati Zizi tercekat mendengar kata tunangan. Dadanya kembang kempis menahan sesuatu yang tiba-tiba menghantamnya.

“Mbaknya tunggu di sini, saya panggilkan dulu. Biasanya yang mau ketemu dosen harus ada janji dulu.”

Zizi menunggu di luar bersama Catherine, sedangkan Felice memasuki ruang dosen. Diam membisu. Tak ada obrolan diantara keduanya. Zizi mencoba mengontrol dirinya agar tak larut dalam situasi hatinya.

“Bagaimana Bian selama ngampu di sini?”

Zizi menata hati untuk menjawabnya. Mencoba untuk tetap cool agar tak terlihat gelagat aneh pada dirinya. “Pak Bian baik, sangat kompeten.”

“Syukurlah. Gimana dengan cewek-cewek?”

“Maksudnya?” menoleh ke arah Catherine.

“Di kampus ini pasti banyak sekali cewek, aku akui Bian ganteng, keren. Pasti banyak yang tergila-tergila padanya.”

Zizi berpikir sejenak. “Tentu banyak. Mereka gadis normal yang tergila-tergila melihat pria tampan di depannya.”

“Termasuk loe sama temen loe?”

Mendengar pertanyaan tersebut, Zizi hanya terdiam. Menarik nafas panjang dan enggan menjawabnya. Tentu saja ia juga tertarik pada sosok Bian. Ia juga gadis normal seperti pada umumnya. Hingga terdengar suara Felice dari ujung sana.

“Di sana, Pak.” Menunjuk ke arah Catherine dan Zizi. Zizi melihat sebentar ke arah kedatangan Bian, lalu membuang muka.

Cemburu? Pasti, meski Bian dan dirinya tak ada hubungan apapun.

“Biaaan.” Berlari hendak memeluk Bian.

“Bersikaplah baik, ini lingkungan kampus.” Tegur Bian tegas. “Ikut gue!” Bian mengajak Catherine turun.

“Agresif banget sih. Gak mungkin dia tipe Pak Bian.”

Setelah sampai di bawah, Bian menyuruh Catherine masuk ke dalam mobil. Zizi dan Felice hanya memperhatikan dari lantai dua. Saat membuka pintu mobil kemudi, ia mencoba melihat Zizi ke atas kemudian masuk dan melajukan mobilnya meninggalkan pelataran kampus. Entah apa arti tatapan Bian yang dilayangkan pada Zizi. Tatapan itu seolah menyiratkan sesuatu.

Zizi dan Felicia memasuki kelas bersamaan dengan dosen yang juga datang. Sepanjang perkuliahan pikirannya tak mampu fokus, meski ia sudah berjuang untuk profesional.

Ting! Notifikasi whatsapp masuk.

[Gue di jalan depan gedung.]

“Fel, gue duluan ya, kakak gue udah nunggu di depan.”

“Oke hati-hati yaa.”

Zizi keluar kelas begitu kelas usai. Menuruni anak tangga, berjalan di pelataran kampus menuju depan gedung. Bersamaan dengannya yang sampai di ambang pintu, masuklah Bian dengan mobil putihnya. Dia membuka kaca kemudi dan menghentikan mobil.

“Pulang bareng siapa Zi?”

Pertanyaan Bian membuat Zizi ikut berhenti. “Eh Pak Bian. Saya....”

Din din! Bicaranya terpotong suara klakson mobil dari luar. Ya, Jeff sudah menunggu di luar.

“Dijemput, Pak. Saya duluan.”

Zizi melangkahkan kaki sedikit cepat, takut kakaknya akan tantrum jika dia berlama-lama. Bian melirik dari spion mobilnya, lalu menghela nafas dan melajukan kembali mobilnya.

“Pacar?” tanya Jeff begitu Zizi membuka pintu.

“Dosen.” Jawab Zizi.

“Yang dulu nganterin pulang?”

“Hmm.”

“Dilihat dari mobilnya, kayaknya keren juga.”

“Matre.”

“Jelas dong, buat adik tercinta gak boleh sembarang orang deketin. Minimal kaya gue lah, keren, kaya dan pasti hidupnya tercukupi.”

“Oh yaaa? Trus ngapain masih jomblo sampe sekarang?” ledeknya.

Takkk! Jeff menjitak kepala Zizi yang asal bicara. “Arghhh! Sakit!” Jeff merasa tak berdosa atas apa yang dilakukannya. Ia terlihat santai memainkan kemudinya.

“Tapi kak, emang boleh?”

“Apa?”

“Pacaran?”

“Gak!”

Zizi menyenderkan tubuhnya dengan muka manyun. Tak menyangka kakaknya seprotektif ini.

“Selesaikan dulu kuliahmu. Baru mikir masa depan. Tentu saja bukan sekedar pacaran main-main. Setelah dewasa banyak hal yang harus kita pikirkan matang-matang, termasuk menjalin sebuah hubungan. Bukan sekedar cinta monyet, habis manis sepah dibuang tapi cinta seumur hidup.”

“Hmm.” Jawab Zizi singkat.

Sepanjang perjalanan ia memilih diam dan melihat keluar jendela. Mengingat-ingat apa yang terjadi hari ini. Gue Catherine, tunangan Bian. Ia menatap kesal ke arah luar berharap kakaknya tak menjadi peramal perasaannya hari ini.

Tunangan? Tapi kata Felice pak Bian tak merasa memiliki tunangan. Monolognya dalam hati. Ia terus mengarang bebas dalam pikirannya. Berharap apa yang ada dipikirannya tidak seratus persen benar. Tak bisa ia pungkiri, rasa nyaman menyelimuti hati kecilnya saat berada di dekat Bian. Begitu pula rasa sakit yang ia rasa saat melihat Bian bersama gadis selain dirinya.

1
Rami
Karya yang luar biasa. Membacanya seakan larut dalam setiap situasi. Bahagia, sedih, lucu bisa ditemukan di karya ini. Jangan lupa membacanya 🥰
☆☆D☆☆♡♡B☆☆♡♡: Iya, semangat🙏✌
Rami: salam kenal juga kak, karyamu udah banyak semoga nular di aku yaa /Pray/
total 3 replies
Yume✨
Lanjutkan terus, aku bakal selalu mendukungmu!❤️
Rami
Sabar kakak, bentar lagi rilis. Jangan merana lagi yaa hihihi
Yusuo Yusup
Lanjutin thor, jangan biarkan kami merana menunggu~
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!