Memilik cinta yang begitu besar tak menjamin akan bertakdir. Itulah yang terjadi pada Rayyan Rajendra. Mencintai Alanna Aizza dengan begitu dalam, tapi kenyataan pahit yang harus dia telan. Di mana bukan nama Alanna yang dia sebut di dalam ijab kabul, melainkan adiknya, Anthea Amabel menggantikan kakaknya yang pergi di malam sebelum akad nikah.
Rayyan ingin menolak dan membatalkan pernikahan itu, tapi sang baba menginginkan pernikahan itu tetap dilangsungkan karena dia ingin melihat sang cucu menikah sebelum dia menutup mata.
Akankah Rayyan menerima takdir Tuhan ini? Atau dia akan terus menyalahkan takdir karena sudah tidak adil?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Membandingkan
Mereka seperti enggan saling melepaskan hingga suara seorang pegawai terdengar Pelukan mereka pun terhenti.
"Maaf, Mas, Mbak."
"Lain kali hati-hati bawa barangnya!" tekannya dengan penuh emosi.
"Kalau saya tidak cepat menarik tangan istri saya, saya pastikan kamu akan dipecat."
Anthea membeku mendengar perkataan Rayyan yang begitu serius. Dan sekarang dia dibuat terkejut karena Rayyan sudah menarik tangannya.
"Sekali lagi maaf," ucap pegawai itu penuh sesal.
Anthea menghentikan langkahnya dan itu membuat langkah Rayyan ikut terhenti. Perempuan itu menatap wajah Rayyan yang sedikir menyeramkan.
"Jangan galak-galak. Kasihan pegawainya."
"Gua gak akan begini kalau dia kerja dengan benar."
Rayyan terlihat menakutkan jika di mode serius. Anthea pun tak bisa membalas ucapan suaminya lagi.
"Ada lagi gak yang mau dibeli?" Anthea menggeleng. Rayyan ingin segera pergi dari sana untuk menstabilkan emosinya.
.
Setelah dari tempat furniture dan elektronik mereka langsung ke rumah baru untuk mengecek pekerja yang sedang memperbaiki kerusakan rumah tersebut.
"Mau makan apa?"
Anthea yang tengah fokus pada ponsel menoleh. Rayyan menatapnya. Kebetulan mobil sedang berhenti di lampu merah.
"Aku mau makan bakso."
To the point-nya Anthea membuat Rayyan menyunggingkan senyum. Anthea ternyata berbeda dengan perempuan yang lain. Di mana jika ditanya mau makan apa pasti jawabannya terserah. Tapi, ketika sampai tempat yang dipilih oleh sang lelaki pasti tidak mau. Itulah yang membuat para lelaki membenci kata terserah dari wanita.
Mobil berhenti di kedai bakso yang cukup ramai tak jauh dari jalan raya. Rayyan menatap Anthea yang sedang membuka seatbelt.
"Di sini gak apa-apa?"
"Lah? Emang kenapa?" tanya balik Anthea yang merasa aneh dengan pertanyaan Rayyan.
"Takutnya lu mau makan bakso yang ada di mall."
Anthea adalah berdecak kesal. Dia menatap dalam wajah Rayyan.
"Aku bukan cewek ribet," jelasnya.
"Makanan pinggir jalan itu lebih enak tahu," lanjutnya.
Anthea melihat senyum Rayyan yang begitu manis. Dia sampai tak berkedip untuk beberapa detik.
"Kenapa bengong? Mau keluar gak?"
Anthea gelagapan dan segera keluar dari mobil. Senyum Rayyan kembali terukir. Lebih lebar dari sebelumnya.
Rayyan terdiam sejenak ketika melihat pesanan Anthea. Bukan hanya bakso yang dia pesan, mie ayam pun dia pesan juga.
"Kenapa? Belum pernah makan sama cewek yang makan banyak ya?" sindir Anthea dan itu membuat atensi Rayyan beralih.
"Jaga image itu lapar."
Anthea berkata sangat jujur sambil menuangkan sambal ke bakso juga mie ayamnya. Rayyan kembali tersenyum. Baru kali ini dia bersama perempuan yang sangat apa adanya. Bahkan tak segan menunjukkan hal yang bisa saja membuat lelaki hilang rasa.
Sesekali Rayyan melirik ke arah Anthea. Di mana tidak ada jaim-jaimnya. Padahal, mereka berdua baru pertama kali makan berdua di luar.
"Benar kata Mami, dia itu berbeda."
Setiap kali bersama Anthea, nama Alanna hilang begitu saja. Apalagi, dia sudah mengetahui kenyataan tentang wanita yang dia cintai dengan sangat besar. Perlahan rasa itu mulai pudar. Dan kini, dia tengah menunggu satu kabar lagi untuk memastikan semuanya. Terutama hatinya.
.
Tibanya di rumah baru mereka, ada lebih dari lima orang yang tengah bekerja memperbaiki apa saja yang perlu diperbaiki di rumah yang akan Rayyan juga Anthea huni.
"Jalannya hati-hati. Banyak paku."
Rayyan meraih tangan Anthea dan itu membuat istrinya sedikit terkejut. Mata Rayyan pun terus memperhatikan langkah Anthea. Takut dia salah pijak dan menginjak paku kecil.
"Kamar utama udah selesai, Mas. Kalau mau istirahat di sana saja."
Anthea menoleh ke asal suara. Seorang wanita cukup berumur tersenyum ke arah Rayyan juga dirinya. Anthea menatap Rayyan meminta penjelasan kepadanya.
"Ini Mbok Arum. Beliau akan kerja di sini."
Anthea benar-benar terkejut mendengarnya. Dia segera menarik tangan Rayyan menjauhi Mbok Arum yang terlihat kebingungan.
"Maksudnya apa? Kok ada ART?"
"Emang kenapa?"
"Kamu gak mikir apa, Rayyan? Nanti kalau Mbok Arum ngadu ke Mami gimana?" Terlihat sorot mata penuh ketakutan yang terpancar dari manik indah Anthea.
"Lu jangan takut," jawab Rayyan dengan sangat santai.
"Mbok Arum udah tahu semua. Beliau di sini cuma buat beresin rumah sekaligus masak."
"Kan ada aku, Rayyan?"
"Inget poin keempat," balasnya.
"Urus diri masing-masing," lanjutnya lagi.
"Gua gak mau repotin lu, Anthea."
Anthea pun terdiam. Terasa seperti ada sayatan kecil di hati. Mulut Rayyan pun keluar setelah berkata seperti itu. Tidak sesuai dengan hati kecilnya.
Kembali ke apartment ketika sudah sore. Mereka mampir untuk membeli makan malam. Seperti kemauan Anthea, makan malam dengan menu pecel lele pinggir jalan.
"Jalan sama nih cewek bawa duit sejuta udah kenyang bego," gumamnya sambil menunggu Anthea masuk ke tenda pecel lele.
Beda halnya ketika dia membawa Alanna jalan. Keesokan harinya laporan mutasi begitu panjang. Anthea kembali ke mobil dengan wajah senang sambil membawa plastik berwarna merah.
"Udah?" Anthea pun mengangguk.
Rayyan tersenyum kecil sambil menghidupkan mobil. Membuat Anthea bahagia itu ternyata sangat mudah.
"Mandi dulu! Baru makan," titah Anthea ketika meletakkan bungkusan pecel ayam di meja makan.
"Hm."
Baru saja keluar dari kamar dengan tubuh yang segar, pecel lele dan ayam yang Anthea beli sudah tersedia di atas meja.
"Poin empat dia langgar ternyata," gumamnya sambil terkekeh.
Kembali Rayyan membandingkan dengan Alanna. Di mana jika bersama Alanna, dia yang harus melayani perempuan itu. Bahkan makan ayam saja harus Rayyan yang memisahkan tulang dari dagingnya. Alasannya supaya mudah memakannya.
Beda dengan Anthea. Seharian bersama Anthea dia melihat kemandirian yang luar biasa dari sosok perempuan yang baru dia kenal di hari pernikahan. Ketika red day pun dia tak banyak mengeluh. Di day one, dia bisa melakukan aktifitas seperti biasanya.
Sedangkan Alanna akan terus merengek sakit dan tak mau ditinggalkan jika day one tiba. Tangan Rayyan pun tak boleh lepas dari perutnya supaya meminimalisir rasa sakit.
"Kenapa belum makan?"
Pertanyaan Anthea membuat dia tersadar dari lamunan. Anthea sudah duduk di samping Rayyan. Wajah tanpa make up begitu cantik.
"Ini baru mau makan."
Anthea tak membalas apapun. Dia memilih segera menikmati makanan yang sangat lezat tersebut. Lagi dan lagi Rayyan melihat kesederhanaan juga sifat apa adanya dari seorang Anthea Amabel. Makan tanpa sok cantik.
"Makan yang benar!" tegur Anthea sambil mengunyah karena sedari tadi mata Rayyan tertuju padanya.
"Enggak liat tuh lele udah melototin kamu aja."
Rayyan pun tertawa mendengarnya. Meskipun nada bicaranya dingin, tapi mampu membuatnya terhibur. Mereka pun menikmati makan malam tanpa adanya obrolan. Sesekali Rayyan melirik ke arah Anthea yang begitu lahap menyantap makanannya.
"Alhamdulillah," ucap Anthea.
Beranjak dari tempat duduk sambil membawa piring kotor untuk dia cuci. Piring Rayyan pun dia ambil walaupun awalnya Rayyan menolak. Baru saja hendak bangkit untuk mencuci tangan, ponsel Anthea bergetar. Refleks mata Rayyan tertuju pada layar ponsel Anthea yang hidup. Sebuah pesan masuk dapat Rayyan lihat. Kedua alisnya beradu ketika membaca nama pengirimnya di pop up notifikasi.
"Alva?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Udah double nih, mana komennya?
double up thorr
hahahahaa
karma gak pernah salah alamat.
amang Rayyan keren.. ngasih photolgpelukan kesijalangAlana 😀😀😀
lanjut kk