Syena Almira, gadis yang tanpa sengaja dinikahkan dengan seorang pria bernama Fian Aznand yang tidak dia ketahui sama sekali. Berawal dari sebuah fitnah keji yang meruntuhkan harga dirinya dan berakhir dengan pernikahan tak terduga hingga dirinya resmi di talak oleh sang suami dengan usia pernikahan yang kurang dari 24 jam.
"Aku tak akan bertanya pada-Mu Ya Allah mengenai semua ini, karena aku yakin kalau takdir-Mu adalah yang terbaik. Demi Engkau tuhan yang Maha pemberi cinta, tolong berikanlah ketabahan serta keikhlasan dalam hatiku untuk menjalani semua takdir dari-Mu." _ Syena Almira.
"Kenapa harus seperti ini jalan cintaku tuhan? Aku harus menjalani kehidupan dimana dua wanita harus tersakiti dengan kehadiranku? Aku ingin meratukan istriku, tapi kenapa ketidakberdayaan ku malah membuat istriku menderita?" _ Fian Aznand.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bermain Bersama
Assalamu'alaikum sahabat, selamat membaca
***
Fian yang sudah menghabiskan waktu selama seminggu di Indonesia kini kembali ke rumahnya, ingin rasanya Fian pamit untuk menginap di rumah Syena tapi dia bingung harus mencari alasan apalagi untuk pergi dari rumah.
"Sayang, kamu malam ini nggak usah masak ya, aku akan beli makanan di luar saja." Ujar Fian pada Naima.
"Tumben sekali kamu mau beli makanan di luar untuk makan malam kita, lebih baik pesan online saja."
"Ada yang mau aku cari di luar, aku tinggal sebentar ya." Naima mengangguk.
"Iya nggak papa, belikan aku minuman dingin ya, aku lagi pengen."
"Iya sayang, aku pergi dulu ya." Naima menyalami suaminya.
Dia merasa lega karena dapat keluar, dia memacu mobil menuju rumah Syena, setibanya di sana, Syena ternyata masuk sore jadi tidak ada di rumah saat ini, dia hanya bertemu dengan Azad lalu pergi ke rumah sakit.
Mungkin bukan takdirnya bertemu dengan Syena, karena saat ini Syena sedang sibuk dengan pasiennya, Fian menunggu selama satu jam di ruangan Syena dan akhirnya Syena selesai.
"Fian." Wajah Syena begitu ceria ketika melihat sang suami, padahal saat ini dia begitu lelah. Syena menghambur ke dalam pelukan Fian dan menghirup dengan rakus aroma tubuh suaminya itu.
"Aku merindukanmu Fian."
"Aku juga sayang, kamu sudah makan?"
"Belum, aku bawa bekal dari rumah, ini juga mau maghrib, lebih baik shalat dulu baru kita makan."
Selepas shalat maghrib berjama'ah, Fian dan Syena makan malam bersama di ruangan yang dominan berwarna putih itu. Syena bercerita banyak hal pada Fian, mulai dari kerjaannya, Azad, hari-hari yang dia lalui, semua tak luput dari cerita Syena. Fian juga sangat antusias mendengarkan setiap cerita dari istrinya itu.
"Berarti kamu pulangnya besok pagi ya?" Tanya Fian.
"Iya, jam 7 pagi aku di rumah."
"Besok aku ke rumah ya, aku masih kangen sama kamu."
"Bukannya besok kamu harus ke kantor?"
"Aku lagi malas ke kantor."
"Ya sudah, besok mau aku masakin apa?"
"Kamu nggak usah masak, biar aku yang masakin buat kamu besok." Syena tersenyum, dia begitu bahagia saat ini bersama Fian, pria yang menjadi cinta pertamanya itu.
Setelah menemani Syena sampai pukul 8 malam, Fian pamit untuk pergi karena dia janji akan membelikan makanan untuk Naima dan Rayyan di rumah, Naima juga dari tadi sudah mengirimkan beberapa pesan padanya.
"Kamu hati-hati ya, besok pagi aku akan jemput kamu, tunggu aku."
"Iya, kamu juga hati-hati." Sebelum pergi Fian mencium bibir Syena terlebih dahulu.
***
Fian menepati janjinya untuk menjemput Syena di rumah sakit, wanita itu terlihat sangat bahagia melihat kedatangan Fian.
Fian menghabiskan harinya dari pagi sampai sore bersama Syena dan Azad, anak itu terlihat begitu bahagia ketika bermain dengan ayahnya.
"Abi, ayo kita main ke taman nanti sore, pasti akan sangat menyenangkan."
"Nggak bisa sayang, umma harus bekerja nanti sore." Azad terlihat begitu sedih.
"Bagaimana kalau sekarang saja kita main ke taman, lalu kita ke mall dan terserah kamu mau kemana lagi."
"Yeee serius abi?"
"Iya nak, Azad mau kemana saja, abi akan temani."
"Okee."
Mereka bertiga pergi jalan-jalan ke taman lalu ke mall, banyak wahana yang dimainkan oleh Azad saat ini, dia sangat bahagia karena Fian juga ikut menemaninya, Syena hanya melihat kebersamaan anak dan suaminya itu, selain dia tidak ingin bermain, Syena juga tidak ingin terlalu lelah karena akan menyebabkan kandungannya bermasalah. Selepas dari mall, mereka makan di sebuah cafe yang ada di mall tersebut lalu pulang, karena Syena akan ke rumah sakit sekarang.
Saat akan mandi, Fian memeluk Syena dengan erat dari belakang, dia mengecup pundak Syena dengan manja lalu beralih ke pipi dan bibir Syena.
"Aku merindukanmu Syena." Bisiknya di telinga sang istri.
"Ya ya aku tau maksudmu." Balas Syena sambil tertawa, Fian dengan segera membawa Syena ke atas kasur dan melakukan hubungan halal mereka, barulah Syena dan Fian mandi. Hari ini Syena akan pergi di antar oleh Fian, begitu waktu yang bisa Fian atur untuk menemui Syena dan Azad.
Paginya dia akan berada di rumah Syena dan malamnya akan berada di rumah Naima, untuk urusan pekerjaan, dia berikan pada orang kepercayaannya yaitu Hamid.
Hal ini terus berlangsung hingga usia kandungan Syena sudah menginjak 7 bulan, perut Syena yang semakin membesar membuat Fian semakin memberikan perhatian lebih pada Syena, sampai detik ini pun, Naima tidak menaruh kecurigaan apapun pada suaminya karena memang tidak ada perubahan dalam diri Fian pada Naima dan anak-anaknya, dia memang memperlakukan kedua istrinya dengan baik dan penuh tanggung jawab.
***
Fian segera menyelesaikan pekerjaannya karena dia sudah berjanji pada Naima dan anak-anaknya untuk keluar malam ini, sekarang adalah weekend jadi mereka akan jalan-jalan.
[Siap-siap ya sayang, aku akan segera pulang]
Setelah mengirimkan pesan pada Naima, Fian kembali berkutat dengan pekerjaannya hingga waktu maghrib masuk, Fian shalat maghrib di masjid lalu segera pulang ke rumah, dia mendapati anak dan istrinya sudah berpakaian rapi. Naima terlihat begitu cantik dan anggun dalam balutan gamis panjang dan hijab yang menyempurnakan penampilannya, Sofi yang saat ini berusia 9 bulan juga mengenakan hijab, sangat lucu dsn cantik.
"Sayang, aku mandi dulu ya, hanya sebentar."
"Iya, aku juga sudah siapkan baju untuk kamu di atas kasur." Fian berlari ke kamarnya, Naima kembali bermain dengan kedua anaknya itu, Rayyan begitu menyayangi adiknya.
Mereka berangkat dengan senang hati, Rayyan duduk di bangku kemudi bersama Fian, sedangkan Sofi dari tadi tidak bisa diam yang membuat Naima dan Fian merasa gemas.
Mereka kini berada di tempat wahana bermain anak-anak, Rayyan terlihat sangat senang, Fian menggendong Sofi dan Naima yang menemani Rayyan. Mereka berempat tertawa bahagia ketika bermain beberapa permainan, sedang asik begitu, Rayyan disapa oleh seorang anak seusia dirinya.
"Hai Rayyan." Naima dan Rayyan menoleh pada anak itu, dia adalah Azad.
"Hai Azad, kamu juga di sini ternyata, ayo main bersama, pasti akan sangat menyenangkan."
"Iya aku juga mau main." Jawab Azad, anak itu lalu menoleh pada Fian dan tersenyum.
"Uncle." Sapa Azad.
Hati Fian seketika sakit ketika mendengar anak kandungnya memanggil dia dengan sebutan Uncle, Fian menatap heran pada Azad dan tak lama Syena datang.
"Dokter Syena." Sapa Naima dengan lembut dan tersenyum ramah, tidak disangka kalau mereka akan bertemu di sana.
"Hai Naima, kamu di sini juga." Balas Syena dengan ramah, dia berusaha untuk tidak menatap Fian, sekuat apapun dia, jika melihat Fian bersama dengan Naima maka hatinya akan hancur, ditambah lagi hormon kehamilan yang membuat dia semakin sensitif.
"Sudah berapa bulan usia kandungan dokter?"
"Sudah jalan 7 bulan."
"Hm anda dengan siapa ke sini? Suami anda ya dok?" Syena dan Fian jadi salah tingkah dengan pertanyaan Naima.
"Iya."
"Mana dia?"
"Dia ada di sini."
"Mana?" Naima melirik ke sana kemari untuk melihat suami Syena, Fian mencoba untuk mengalihkan pembicaraan lalu pamit untuk pergi menjauh dari mereka.
"Sayang, aku mau beli cemilan dulu ya." Pamit Fian pada Naima.
"Iya, jangan jauh-jauh ya."
"Iya." Fian meninggalkan Syena dan Naima berdua, mereka berbincang ringan sambil menemani anak mereka bermain.
"Ngomong-ngomong suami dokter kerja apa? Apa dia dokter juga?"
"Panggil Syena saja, jangan terlalu formal."
"Oke Syena."
"Dia pengusaha, dia sangat jarang di rumah karena sering keluar kota."
"Ooh sama berarti dengan suamiku, dia juga pengusaha, terkadang dia jarang di rumah akhir-akhir ini semenjak aku melahirkan Sofi, tapi sekarang dia sudah tidak pernah lagi meninggalkan kami."
"Baguslah, kamu sangat beruntung Naima." Mereka berdua saling melempar senyum, rasa bersalah di hati Syena semakin menjadi pada Naima, dia kembali merasa sedih saat Naima berkata seperti itu padanya.
"Azad, ayo pulang, kamu sudah dari tadi mainnya, umma sudah lelah nak." Ajak Syena pada Azad.
"Kenapa cepat sekali? Kita main bersama saja Syena, Rayyan terlihat bahagia saat bermain dengan Azad."
"Aku sedikit lelah Naima, aku ingin istirahat."
"Iya sih kalau hamil diusia begini memang kita sering lelah, kok suami kamu nggak datang-datang ya dari tadi?"
"Mungkin dia ada urusan sebentar, saya pamit dulu ya Naima, assalamu'alaikum."
"Iya, wa'alaikumsalam."
Syena meninggalkan wahana bermain itu, hatinya terasa remuk dan perih melihat kebersamaan Naima dan Fian, apalagi ketika melihat Fian menggendong Sofi, terselip rasa cemburu di hatinya.
"Astaghfirullah, aku tidak boleh seperti ini, ini tidak benar." Lirih Syena sambil memegang dadanya.
"Umma kenapa? Kita baru saja keluar, kenapa cepat sekali kita pulang umma?"
"Umma lelah nak, nanti kalau umma terlalu lama di luar, umma bisa sakit."
"Apa tadi aku sudah benar umma? Aku melihat abi dan aku memanggilnya dengan sebutan uncle." Syena menatap putranya, dia memeluk Azad lalu menangis.
"Maafin umma ya, kamu sudah benar."
"Apa Rayyan itu anak abi juga umma?"
"Iya nak, Rayyan adalah anak abi, pokoknya jika kamu ketemu abi di luar, kamu tidak boleh memanggilkan abi, oke."
"Iya umma, Azad mengerti."
Syena kembali ke rumahnya, dia mengganti pakaian dan merebahkan dirinya di samping Azad, Syena mengusap lembut wajah putranya. Dia sedih ketika Azad tidak bisa memiliki Fian sepenuhnya, dia mengerti dengan posisinya saat ini, Syena juga tidak menyalahkan Naima dan anak-anaknya, hanya saja terkadsng hatinya pilu melihat kebersamaan Naima dan Fian.
"Mungkin jika Naima mengetahui hubunganku dengan Fian, dia pasti akan merasakan sakit seperti ini, bahkan lebih, ya Allah, tabahkan hatiku." Syena memejamkan matanya dan larut ke alam mimpi.
Di tempat lain, Fian serta keluarga kecilnya masih bermain dengan gembira, namun di telinga Fian masih terngiang panggilan dari Azad tadi padanya.
"Kenapa Azad memanggilku dengan sebutan uncle? Apa Syena yang mengajarinya? Sakit sekali rasanya ketika anak kandungku memanggil aku dengan sebutan uncle." Kata hati Fian.
***