Cinta Di Tangan Yang Tepat

****

Arsy menyibukkan dirinya dengan pekerjaan nya bahkan Ia selalu mengulang- ulang beberapa pekerjaan yang sama. Hal itu membuat Lastri merasa sedih, Ia tau apa yang di rasakan keponakan nya saat ini.

Dua hari sebelum nya mantan suami Arsy meminta nya mengembalikan semua mahar yang sudah Ia di berikan di hari pernikahan mereka dan Arsy pun menyerahkan semuanya, bahkan cincin nikah pun Ia berikan karena memang Pria itu yang menginginkan nya.

Alasan nya hanya karena tidak sudi punya hubungan apapun lagi di kemudian hari.

Sebenarnya bukan itu yang membuat Arsy bersedih namun ada kabar mengejutkan yang di bawa oleh Liana, Ibu dari sahabat Arsy.

" Nak, sudah cukup. Jangan menyiksa dirimu sendiri, ini sudah jam dua sore dan kamu belum makan apapun. "

Lastri meraih tangan Arsy dan mengajaknya ke meja makan, wanita itu pun sama belum makan apapun karena merasa tak enak hati makan sendiri.

" Bude, kata Mama Liana dia hamil enam minggu, itu hampir dua bulan. Berarti mereka sudah berhubungan di belakang ku bahkan sebelum kami menikah. "

" Bisa jadi Nak, tapi untuk apa kita harus pikirkan masalah itu. Orang baik pasti akan mendapatkan hal yang baik, begitu pun sebaliknya. Coba kamu pikir, bukankah mereka berdua itu sama makanya mereka berjodoh. "

Arsy menggeleng pelan, ada yang lebih mengganggu pikiran nya saat ini.

" Sudahlah Nak, ayo kita makan. Apa kamu mau lihat Bude pingsan, karena sejak pagi Bude pun belum makan apapun. "

Arsy menatap wajah wanita di depan nya yang memiliki bentuk wajah persis seperti Ibu kandung nya, mungkin bisa di bilang bagai pinang di belah dua. Hanya saja Laksmi memiliki kulit putih bersih, dengan body goals, entah gen dari siapa berbanding terbalik dari kedua orang tuanya. Dulu gosip itu sempat jadi buah bibir namun seiring berjalan nya waktu semuanya hilang begitu saja.

Kini Arsy yang mewarisi kecantikan Ibunya, kulit putih bersih, mata indah, bibir merah muda walau tanpa pewarna bibir. Sayang sekali Rangga menyia- nyiakannya hanya karena emosi sesaat.

" Kenapa Bude tidak makan, bagaimana kalau Bude sakit. Aku tidak mau Bude kenapa- kenapa. "

" Makanya kalau tidak mau Bude kenapa- kenapa, ayo jangan buat Bude sedih lagi. Bude nggak mungkin makan sedangkan keponakan Bude yang cantik ini belum makan apapun sejak pagi. "

Keduanya pun akhirnya menikmati sarapan dan makan siang yang tertunda.

\*\*\*

*Alvaro* !!

Arkan yang baru turun dari kamarnya berniat ke ruang kerja karena ada beberapa file penting yang di kirim sekertaris nya, sontak menghentikan langkah nya.

Ia menatap seorang yang tertangkap basah tengah mengendap- endap ke arah dapur.

" Alvaro !! sedang apa kamu disitu. " Tegur Arkan.

Arkan melihat kemana mata Pria itu berfokus dan itu membuatnya sedikit curiga.

Mengingat siapa dan bagaimana sifat buruk Pria itu.

" Alvaro, sudah berapa kali aku bilang kalau aku tidak menginginkan nama itu. "

" Terserah padamu, yang jelas nama itu ada pemberian...

" Cukup, jangan katakan lagi. " Pria itu cepat- cepat memotong ucapan Arkan, nampak kalau Ia tidak nyaman dengan satu hal.

" Terserah padamu, lalu untuk apa kamu masih disini sekarang. Bukankah kemarin katanya mau balik ke Rusia, mengurus pekerjaan mu disana. Itu lagi tadi, ngapain kamu celingak- celinguk disana. Ngapain, cari siapa. Aku peringatkan padamu Alvaro, jangan buat masalah dengan ku, atau berpikir sesuatu hal yang buruk. Aku tau siapa dan bagaimana kamu. "

Alvaro sedikit terkejut mendengar ucapan Arkan, Ia tidak ingin saudara nya itu mengetahui apa yang sedang Ia lakukan.

Alvaro pun bersikap biasa saja seakan tidak terjadi apapun.

" Ah kamu ini, aku ini kan adik mu. Rumah mu adalah rumah ku juga, apa aku tidak boleh menemuimu sebelum aku berangkat. "

Arkan memicingkan matanya, ucapan Alvaro semakin membuatnya menaruh curiga. Namun Ia tidak ingin menunjukkan nya secara berlebihan pada adiknya itu. Biarlah nanti di selidiki sendiri.

\*\*\*

" Jo, selidiki wanita yang berada di kediaman Arkan. Aku seperti pernah melihatnya namun dimana persisnya aku lupa, aku ingin laporannya secepatnya ada di meja kerja ku. "

Asisten Jonathan hanya bisa mengangguk, sudah biasa Ia dapat tugas yang tiba-tiba dari atasannya itu dan itu berarti Ia harus segera melaksanakan nya meskipun tugas itu susah atau bahkan mengancam nyawanya sendiri.

Arsy sedang mengerjakan beberapa pekerjaan di dapur, pagi ini Ia hanya sendiri di rumah mewah itu karena Bude Lastri sedang keluar untuk berbelanja stock bahan makan. Di kulkas sudah kosong melompong.

Namun ketika Ia berbalik tubuhnya mendadak kaku, Ia terkejut melihat siapa yang sudah berdiri di hadapan nya saat ini.

Langkah nya bergerak mundur, seolah tubuhnya menitahkan kaki jenjang itu mundur.

Tubuhnya bergetar hebat manakala belakang nya menyentuh dinding, Ia tidak bisa bergerak lagi sedangkan Pria di depan nya terus melangkah maju, mengikis jarak antara mereka.

Tatapan nya tajam seolah mampu menembus dan mengobrak-abrik pertahanan Arsy. Sekilas senyum tipis terlihat membingkai wajah tampan itu, namun sungguh bagi Arsy itu bukan senyum tapi seringai jahat.

Pria itu seolah ingin menelannya bulat- bulat dan itu membuat atmosfer di ruangan itu menjadi panas.

" Ternyata kecurigaan ku itu benar, itu kamu. Hm apa yang kamu lakukan di sini rubah kecil, kamu tidak berpikir untuk menggoda kakak ku kan. Ah apa jangan- jangan itu benar, wanita seperti kamu ini apa yang bisa di lakukan selain menjajakan diri dari pintu satu ke pintu yang lain. Semua hanya demi uang, jalan pintas untuk memperkaya diri. "

Wajah Pria itu begitu dekat bahkan nafasnya bisa mengenai kulit putih mulus Arsy, sedangkan Arsy yang ketakutan bahkan menahan nafasnya. Keringat dingin mengucur deras seperti biji jagung.

" Kenapa, kamu takut padaku. Ha ha ha ha, apa aku semenakutkan itu. "

Tubuh Arsy meronta hebat ketika merasakan sesuatu menyentuh bibir nya, Ia berteriak namun suara nya tertahan karena dengan buasnya Pria kejam itu melumat bibirnya.

Semua usahanya tiada yang berhasil, bahkan Pria itu semakin menggila bukan hanya melumat bibir yang terasa manis baginya.

Tangan kekarnya mencekik leher Arsy hingga Ia kesulitan bernafas, dengan mudahnya mengangkat tubuh Arsy yang tak berdaya itu memasuki sebuah kamar yang selalu Ia tempati saat datang ke rumah itu.

Tubuh Arsy di turunkan di atas ranjang, tanpa ada rasa belas kasih Ia melucuti pakaian yang di kenakan wanita itu.

Jangkunnya naik turun, gejolak di tubuhnya meningkat seperti singa kelaparan. Tanpa buang- buang waktu memposisikan dirinya di kedua paha wanita malang itu.

Lenguhan keluar di bibirnya ketika Ia masih merasa kesusahan memasukkan cobra miliknya di bagian inti terdalam Arsy.

" Ourrgghhh kamu milik ku. "

Bibirnya meracau seiring dengan hentakan keras miliknya membombardir di bawa sana. Arsy perlahan sadar dan merasakan teramat sakit bagian bawahnya, intinya terasa sesak.

Ketika membuka mata, tubuhnya kembali bergetar ketakutan menyadari apa yang sudah terjadi. Arsy berteriak namun lagi- lagi mulut nya di buat bungkam.

" Jangan berteriak atau aku akan menghabisi mu sekarang juga. "

Tangan kekar itu kembali mencekik leher wanita tak berdaya itu, Arsy benar-benar tak berdaya.

Alvaro semakin menggila ketika merasa nikmat sampai ke ubun- ubun. Ia mempercepat gerakannya hingga lenguhan panjang menandakan akhir dari permainan nya.

Ia tumbang di samping tubuh Arsy, hanya sebentar saja mengatur debaran jantung nya yang menggila.

Setelah merasa lebih baik, Ia memunguti pakaian nya yang berserakan di lantai dan mengenakannya kembali. Lalu menghampiri Arsy yang masih tidak mampu menggerakkan tubuhnya.

Tulang- tulang seolah rontok, Alvaro mengambil sebuah kartu berwarna hitam dan melempar nya tepat di atas tubuh polos Arsy, jangkun nya kembali naik turun hanya dengan melihat tubuh polos wanita itu.

" Ah sial, aku tidak bisa menahan diri. Dia benar-benar membuat cobra ku menggila. Untuk saat ini cukup, besok- besok aku akan mencari mu lagi. "

Alvaro menyugar rambut nya kemudian pergi meninggalkan kediaman kakaknya itu dengan senyum puas.

Sungguh Alvaro tidak pernah merasa sepuas ini ketika melakukan dengan beberapa wanita sebelum nya. Untuk itulah Ia mengklaim dalam hati kalau Arsy adalah miliknya.