NovelToon NovelToon
Please! Don'T Be My Boyfriend

Please! Don'T Be My Boyfriend

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Cintamanis / Teen Angst / Cinta pada Pandangan Pertama / Idola sekolah
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Adzalziaah

"Ayo kita pacaran!" Ryan melontarkan kata-kata tak pernah kusangka.

"A-apa?" Aku tersentak kaget bukan main.

"Pacaran." Dengan santainya, dia mengulangi kata itu.

"Kita berdua?"

Ryan mengangguk sambil tersenyum padaku. Mimpi apa aku barusan? Ditembak oleh Ryan, murid terpopuler di sekolah ini. Dia adalah sosok laki-laki dambaan semua murid yang memiliki rupa setampan pangeran negeri dongeng. Rasanya aku mau melayang ke angkasa.

Padahal aku adalah seorang gadis biasa yang memiliki paras sangat buruk, tidak pandai merawat diri. Aku juga tidak menarik sama sekali di mata orang lain dan sering menjadi korban bully di sekolah. Bagaimana Ryan bisa tertarik padaku?

Tidak! Aku akan menolaknya dengan keras!!!

[update setiap hari 1-2 bab/hari]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 | Menangis di Pelukan Ryan

Aku membiarkan diriku menangis lebih lama, melepaskan semua yang aku rasakan. Semua yang selama ini aku tahan akhirnya keluar begitu saja, mengalir dari mataku tanpa bisa dihentikan. Dalam detik-detik itu, aku tak peduli siapa yang ada di sekitar, atau siapa yang telah mengunciku di sini.

Apa yang lebih penting saat itu adalah perasaan lega yang perlahan-lahan menggantikan beban yang selama ini menindih dadaku. Aku merasa ada seseorang yang peduli padaku, seseorang yang ingin melihatku baik-baik saja.

Mungkin aku sudah terlalu lama menyimpan semuanya sendirian. Aku terlalu sering berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, padahal aku tahu dalam hatiku ada luka yang dalam, yang tak bisa sembuh hanya dengan senyuman palsu. Aku hanya ingin bisa merasa aman, merasa bahwa ada orang yang peduli dengan keadaan diriku.

Tangisku mulai mereda, meski sesekali isak sisa tangisku masih terdengar. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Wajahku masih basah, tetapi rasanya tidak terlalu berat lagi. Aku merasa lelah, namun juga sedikit lega, seolah ada beban yang sedikit terangkat dari pundakku. Aku merasa lebih ringan, meski hatiku masih bergejolak.

Ryan masih di sampingku, memelukku erat, memberikan kenyamanan yang sangat aku butuhkan. Aku tidak bisa mengingat kapan terakhir kali aku merasa seaman ini, atau merasa ada orang yang peduli begitu dalam. Ryan tidak berusaha melepaskanku, seolah tahu betapa aku membutuhkan kenyamanan itu, betapa aku membutuhkan kehadirannya.

Setelah beberapa saat, Ryan sedikit menjauh, tetap menjaga jarak yang cukup dekat. Dia menatapku dengan penuh perhatian, matanya memancarkan ketulusan.

“Kamu sudah lebih baik, kan?” tanyanya pelan, suaranya lembut seperti berusaha memastikan bahwa aku baik-baik saja.

Aku mengangguk lemah, masih merasa canggung dan malu dengan kondisiku. Meskipun hatiku masih bergejolak dan perasaanku masih campur aduk, aku merasa sedikit lebih tenang sekarang. Keberadaan Ryan memberi semacam ketenangan yang selama ini aku cari.

“Aura,” Ryan melanjutkan, suaranya serius. “Kamu tahu bahwa kamu tidak sendiri, kan?” Dia menatapku dalam, seolah ingin menegaskan kata-katanya.

“Jika kamu butuh seseorang untuk berbicara, atau apa pun itu, aku di sini. Aku akan selalu ada untuk kamu.”

Aku terdiam, mataku menatapnya. Dalam tatapan itu, ada sesuatu yang membuatku merasa nyaman, aman, untuk pertama kalinya, aku merasa seperti aku bisa mempercayai seseorang. Selama ini aku terlalu banyak menyimpan rahasia, terlalu banyak berusaha menahan semuanya sendirian.

Aku menggigit bibir, berusaha mengumpulkan kata-kata. Aku tidak tahu harus mulai dari mana.

“Aku … aku tidak tahu siapa yang melakukan ini padaku,” kataku akhirnya, suara serak karena tangisanku yang belum sepenuhnya reda. “Tapi aku takut, Ryan. Aku takut mereka akan melakukan hal yang lebih buruk lagi padaku.”

 “Siapa pun yang berbuat jahat padamu, aku akan melindungimu dari mereka. Jangan khawatir, Aura.”

Ada ketenangan dalam suaranya yang membuat hatiku sedikit lebih lega, sedikit lebih yakin bahwa aku tidak benar-benar sendirian. Namun, meskipun kata-kata Ryan menenangkan, rasa takut itu masih ada, membayangi setiap detik yang aku jalani. Aku masih merasa cemas tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

“A-aku … tidak ingin selalu merepotkanmu begini,” kataku dengan tertunduk malu.

Rasanya seperti aku telah memaksanya untuk terlibat dalam masalahku yang rumit ini. Ryan tersenyum tipis, tapi ada kelembutan dalam senyumnya itu.

“Tidak apa-apa,” katanya dengan suara yang lebih lembut. “Aku tidak merasa keberatan.”

Aku mengangguk, meskipun sedikit terkejut dengan kesabaran dan pengertiannya. Tidak banyak orang yang bisa begitu peduli tanpa mengharapkan balasan. Tiba-tiba aku merasa sedikit lebih ringan, seperti ada secercah cahaya dalam kegelapan yang selama ini mengurungku.

“Yuk, keluar,” kata Ryan, tiba-tiba berdiri dan menarik tanganku sedikit. “Sekarang sudah waktunya pulang sekolah.”

Aku baru sadar, sepertinya aku sudah terjebak begitu lama di toilet ini. Waktu berlalu begitu cepat saat aku sedang tenggelam dalam emosi yang sulit diungkapkan.

...»»——⍟——««...

Aku segera mengikuti langkah Ryan yang menuju pintu keluar. Rasanya sangat malu. Wajahku sembab karena banyak menangis, dan aku tahu semua orang pasti bisa melihatnya. Namun, aku merasa sedikit lebih baik, lebih kuat, karena Ryan ada di sisiku.

Saat kami berdua memasuki ruang kelas, Edo yang hendak pulang tampak kaget begitu melihat kami. Matanya langsung tertuju pada kami, seolah bingung melihat keadaan kami.

“Lu habis dari mana, bro?” tanya Edo pada Ryan setelah melirik ke arahku.

Wajahku yang sembab pasti sudah cukup menunjukkan kalau ada yang tidak beres.

Ryan hanya mengangkat bahu dan menjawab singkat, “Nggak apa-apa kok.” Tapi ada nada yang berbeda dalam suaranya, seperti dia ingin mengalihkan perhatian dari situasi kami. “Buruan, kita ke kafe yang kamu bilang itu untuk mengerjakan tugas fisika kita.”

Edo mengangguk, walaupun ekspresinya masih penuh tanya. Aku melihat Ryan yang menenteng dua tas, miliknya dan milikku. Dia ternyata penuh perhatian.

“Ryan, kemarikan tasku,” ucapku pelan, sambil meraih tas yang dibawanya.

Aku tidak ingin terlalu bergantung padanya, meskipun dalam hatiku merasa sedikit lega karena dia begitu membantu.

“Biar aku aja yang bawakan,” jawab Ryan sambil tersenyum padaku, lalu bergegas pergi ke luar kelas bersama Edo.

Aku mengikuti langkah Ryan dan Edo yang berjalan sambil bercakap-cakap. Mereka tampak begitu akrab, saling melontarkan candaan yang membuat tawa mereka pecah sesekali. Namun, aku hanya bisa terdiam di belakang mereka, merasa terasingkan dalam perbincangan yang terasa begitu jauh dari dunia pikiranku.

Aku ingin ikut dalam obrolan mereka, ingin tertawa bersama mereka, tapi rasanya seperti ada tembok tebal yang menghalangi. Entah kenapa, aku merasa asing meskipun mereka adalah teman-temanku. Mungkin itu karena aku masih terperangkap dalam pikiranku sendiri, dalam ketakutan yang belum bisa aku lepaskan sepenuhnya.

Kami sampai di sebuah bangunan kafe yang tampaknya ramai, dengan banyak orang duduk di meja-meja yang tersebar di dalam dan luar ruangan. Suasana kafe yang sibuk ini terasa begitu hidup, dengan suara musik yang mengalun lembut dan obrolan para pengunjung yang bersahutan. Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.

“Udah sampai, ini kafe viral yang gua ceritain ke lu,” kata Edo dengan senyum lebar, bangga bisa membawa kami ke tempat yang tampaknya sedang jadi pembicaraan banyak orang.

Ryan hanya tersenyum tipis, menatap kafe itu sekilas sebelum melangkah masuk, sementara aku mengikuti di belakang mereka. Begitu masuk, aku melihat banyak meja yang sudah terisi, beberapa orang sedang mengobrol dengan teman-teman mereka, ada juga yang sibuk dengan laptop mereka, mungkin sedang mengerjakan tugas seperti kami.

Kami memilih meja yang cukup nyaman, terletak di sudut ruangan yang agak tenang, jauh dari keramaian.

...»»——⍟——««...

1
Cevineine
Semangat thorr, mampir2 yaa😁
Zanahhan226: Halo..
Aku membuat sebuah karya berjudul "TRUST ME" di MangaToon, mohon dukungannya ya!
total 1 replies
Anonymous
akhirnya yang ditunggu2
ADZAL ZIAH: iya ❤
total 1 replies
diann
kenapa novelnya selalu dimulai dari penolakan?
ADZAL ZIAH: he he he 😆
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!