Naira berbalik menghadap Nauval ."wah kalungnya bagus Nai ,ada huruf inisial N," Kata Naira sambil tersenyum.
"N untuk Naira, N untuk Nauval juga, jadi di mana pun kamu nanti nya akan selalu ingat sama aku Nai ," Kata Nauval sambil tersenyum.
"Bisa aja kamu Val , makasih ya, aku akan jaga baik baik Kalung ini ,"ucap Naira senang sambil memeluk Nauval.
Nauval terdiam saat Naira memeluknya,ada rasa nyaman yang dia rasa, seakan tidak mau jauh lagi dari sahabat nya itu.dia membalas pelukan itu sambil mengusap kepala Naira .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naura Maryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12 melihat seseorang
Bel pulang sekolah berbunyi , siswa siswi keluar dari dalam kelas , termasuk sepasang kekasih yang baru resmi sehari berpacaran .
Nauval menggendong Naira karena kaki kekasihnya itu masih sakit saat jatuh bermain basket tadi.
Berjalan ke parkiran motor dengan banyak pasang mata yang melihat mereka, Nauval acuh dan terus berjalan sembari mengajak Naira berbicara random.
Di belakang mereka jelas ada empat orang jomblo, siapa lagi kalau bukan vino, Bastian,cia,dan putri .
"Ih.. enak ya punya pacar , gue juga mau di gendong kayak gitu, " celetuk cia.
"Cari sana ci, " ujar putri tertawa.
"Nanti gue pesan di toko hijau, semoga ada dan gratis ongkir, " balas cia santai.
"Heh Lo kira barang apa pakai pesan Segala, tenang aja kan ada babang vino , sini Lo mau gue gendong ," ujar vino sembari membungkukkan badannya .
Cia lalu melompat ke punggung vino dan memeluk leher vino dengan kencang.
"Hehehe sorry babang vino , ayo kita jalan antarkan putri cia ke mobil jemputan , " jawab cia senang.
Vino memutar bola matanya malas mendengar ucapan cia tetapi jujur hatinya merasa senang saat berada di dekat gadis cerewet itu.
"Sapii go.., " ucap Cia bersemangat.
"Woi gue manusia bukan sapi , orang ganteng gini di bilang sapi , " ujar vino sembari terus berjalan dan tetap menggendong cia .
Sementara Bastian dan putri gelang geleng kepala melihat tingkah kedua teman nya itu.Perjalanan menuju mobil jemputan Putri dan Cia diiringi gelak tawa Cia yang nyaring. Vino, meski terlihat kesal dengan sebutan "sapi", diam-diam menikmati momen itu. Ia merasa ada getaran aneh di hatinya setiap kali Cia memeluknya erat. Sentuhan Cia, meskipun sedikit kasar dan terkesan urakan, terasa hangat dan menyenangkan.
Sesampainya di mobil jemputan, Cia turun dari punggung Vino dengan sedikit enggan. Ia melambaikan tangan dengan semangat, "Dadah Babang Sapi! Sampai jumpa besok!" Vino hanya bisa menggelengkan kepala, senyum tipis terukir di bibirnya.
Bastian dan Putri yang menyaksikan adegan itu hanya bisa saling berpandangan. "Gimana nih nasib jomblo akut kayak kita?" tanya Bastian, sedikit bercanda.
Putri tertawa kecil, "Sabar, Tan. Mungkin jodoh kita belum sampai."
Mereka bertiga berjalan menuju parkiran, meninggalkan Nauval dan Naira yang sudah menaiki motor mereka. Sepanjang perjalanan pulang, Bastian dan Putri membicarakan tentang Nauval dan Naira. Mereka tak menyangka hubungan Nauval dan Naira berkembang secepat itu.
"Gimana ya, Tan? Mereka terlihat serasi," komentar Putri.
Bastian mengangguk setuju. "Iya, semoga langgeng."
Tiba-tiba, ponsel Bastian berdering. Ia melihat nama penelpon nya: "Mama". Ia menjawab panggilan itu. Setelah beberapa saat berbicara, Bastian menutup teleponnya dengan wajah sedikit cemberut.
"Ada apa, Tan?" tanya Putri penasaran.
"Mama minta aku segera cari pacar," jawab Bastian lesu. "Katanya, aku sudah terlalu tua untuk masih sendiri."
Putri tertawa. "Sabar, Tan. Pacar bukan barang yang bisa dibeli di toko. Yang penting, kita temukan seseorang yang tepat, bukan hanya untuk memenuhi keinginan orang tua."
Bastian tersenyum, terhibur oleh ucapan Putri. Meskipun masih jomblo, setidaknya ia memiliki Putri, sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka berdua melanjutkan perjalanan pulang, dengan harapan suatu hari nanti, mereka juga akan menemukan cinta seperti Nauval dan Naira. Mungkin, bukan dengan cara memesan di "Toko Hijau", tapi dengan cara yang lebih alami dan tulus.Setibanya di rumah, Bastian dan Putri berpisah di depan gerbang kompleks. Bastian melambaikan tangan sambil mengucapkan selamat tinggal, sementara Putri melangkah menuju rumahnya dengan senyum di wajahnya. Dalam hati, Bastian merasa bersyukur memiliki sahabat seperti Putri yang selalu bisa membuatnya merasa lebih baik.
Setelah masuk ke dalam rumah, Bastian langsung menuju kamarnya. Ia berbaring di atas tempat tidurnya sambil memikirkan kata-kata Putri. "Pacar bukan barang yang bisa dibeli," ujar Bastian dalam hati. Ia merasa terinspirasi untuk lebih membuka diri dan menghadapi dunia luar.
Keesokan harinya, di sekolah, suasana terasa lebih ceria. Nauval dan Naira tampak semakin mesra, dan Cia serta Vino tetap saja menghibur dengan tingkah lucu mereka. Bastian dan Putri memutuskan untuk bergabung dengan kelompok mereka, berharap bisa merasakan sedikit dari kebahagiaan itu.
Di tengah istirahat, Cia tiba-tiba mengusulkan ide. "Gimana kalau kita bikin acara kumpul-kumpul di rumahku akhir pekan ini? Kita bisa undang semua teman-teman! Siapa tahu, Bastian bisa dapat pacar baru!"
Semua orang tertawa, termasuk Bastian yang merasa sedikit malu. "Ya, ya, jangan terlalu berharap, Ci. Aku masih harus mencari jodoh yang tepat," jawabnya.
"Pokoknya, kamu harus datang, Tan. Kita harus cari cara supaya kamu tidak jomblo lagi!" ujar Putri, mendukung ide Cia.
Bastian hanya bisa mengangguk, merasa sedikit gugup dengan ide tersebut. Namun, di dalam hatinya, ada rasa antusiasme untuk mencoba hal baru.
Hari pun berlalu, dan akhir pekan pun tiba. Di rumah Cia, suasana ramai dengan tawa dan obrolan teman-teman. Mereka bermain berbagai permainan, dan Bastian merasa lebih santai. Namun, saat melihat Nauval dan Naira berbagi momen manis, ia masih merasakan sedikit cemburu.
Tiba-tiba, Cia mengusulkan permainan "Truth or Dare". Semua setuju, dan permainan dimulai. Saat giliran Bastian, Cia menantangnya untuk mengungkapkan siapa yang dia suka. Semua mata tertuju padanya, menunggu jawaban.
Bastian terdiam sejenak, merasa terjebak. Namun, setelah melihat senyum Putri yang mendukung, ia memutuskan untuk jujur. "Aku... sebenarnya nggak tahu siapa yang aku suka. Tapi, aku ingin seseorang yang bisa membuatku merasa nyaman dan bahagia, seperti yang Nauval rasakan dengan Naira."
Semua orang bertepuk tangan, dan Cia berteriak, "Ayo, kita bantu Bastian menemukan cinta sejatinya!"
Dengan semangat baru, Bastian merasa lebih berani untuk menjelajahi kemungkinan cinta yang ada. Di tengah tawa dan keceriaan, ia menyadari bahwa dengan dukungan teman-teman, perjalanan untuk menemukan cinta bukanlah hal yang menakutkan. Mungkin, cinta sejatinya akan datang dengan cara yang tidak terduga, dan ia siap untuk menyambutnya.
Tetapi saat dia berjalan, dari kejauhan Nauval terkejut saat melihat seseorang yang sangat dikenal nya.Orang yang dilihat Nauval dari kejauhan adalah mantan kekasihnya, Alya. Hati Nauval berdebar kencang. Kenangan pahit dan manis tentang Alya bercampur aduk dalam pikirannya. Hubungan mereka dulu berakhir kurang baik, sebuah perpisahan yang meninggalkan luka di hati Nauval. Melihat Alya di tempat yang sama, di sekolah yang sama, membuatnya merasa canggung dan sedikit takut.
Nauval ragu-ragu. Apakah ia harus menyapa Alya? Atau pura-pura tidak melihatnya? Ia melirik Naira yang sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya, tidak menyadari kehadiran Alya. Nauval merasa terbebani oleh dilema ini. Ia tidak ingin Naira tahu tentang masa lalunya dengan Alya, setidaknya tidak sekarang.
Setelah beberapa saat ragu, Nauval memutuskan untuk mendekati Alya. Ia berjalan dengan langkah lambat, hatinya berdebar semakin kencang. Saat jarak mereka semakin dekat, ia bisa melihat Alya lebih jelas. Alya tampak lebih dewasa dan cantik. Rambutnya terurai indah, dan senyumnya tampak lebih tenang.
"Alya?" sapa Nauval pelan, suaranya sedikit gemetar.
Alya menoleh, matanya membulat terkejut saat melihat Nauval. Ekspresi wajahnya sulit diartikan. Ada sedikit keterkejutan, sedikit kebingungan, dan mungkin sedikit... kerinduan?
"Nauval," jawab Alya, suaranya juga terdengar sedikit gemetar. Keduanya terdiam sejenak, terpaku satu sama lain. Kenangan masa lalu kembali berputar dalam benak mereka. Kenangan tentang tawa, tangis, dan janji-janji yang telah sirna.
"Kau… sudah lama sekali," ujar Alya, memecah keheningan.
"Iya," jawab Nauval, "Aku… tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini."
Mereka terdiam lagi, tidak tahu harus berkata apa. Suasana terasa canggung, tetapi juga ada sesuatu yang terasa familiar dan hangat di antara mereka. Nauval merasa ada sesuatu yang belum selesai antara dirinya dan Alya. Pertemuan tak terduga ini mungkin adalah kesempatan untuk menyelesaikannya. Namun, Naira… Nauval harus memikirkan bagaimana ia akan menjelaskan semuanya pada Naira. Dilema baru muncul, lebih rumit daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia akan menghadapi situasi ini?