Dosen Galak Itu Suamiku

Setelah tiga jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di apartemen. Mobil perlahan masuk ke basement gedung mewah itu . Ilham membawa kendaraannya menuju dimana dia biasa memarkir mobilnya.

"Kita sudah sampai, ayo turun Fi!" kata Ilham sambil melepaskan sabuk pengaman lalu menuju bagasi belakang. Fiandra tampak ogah-ogahan turun dari mobil. Karena ia masih enggan tinggal berdua dengan suaminya.

"Nih bawa koper kamu!" seru Ilham sambil mengoper gagang koper milik istrinya itu.

Fiandra mendorong kopernya, langkah kakinya semakin lamban dengan pikiran menerawang sambil menggigit bibir bagian bawahnya. "Aduh gimana ini, nanti malam pak Ilham pasti minta jatahnya, gimana ya?...aku kan belum siap."

Ilham sudah tiba di depan pintu lift, karena menyadari istrinya tak ada di sampingnya, pria itu pun menoleh.

"Astaghfirullah! Fi! lelet banget sih!" Ilham kembali berjalan menghampiri istrinya itu. lalu menggandeng tangan wanita itu agar lebih cepat.

Mau tak mau Fi melangkahkan kakinya lebih besar. Mereka tiba di lift Keduanya masuk ketika pintu terbuka. "Kamu ingat ya Fi. Unit Kita ada di lantai sembilan. Nomor 212," Kata Ilham sambil menekan panel nomor sembilan

Fi cuma mengangguk, pintu lift pun tertutup, beberapa menit kemudian pintu lift terbuka. Ting... keduanya melangkah keluar secara bersamaan.

Baru beberapa meter melewati koridor, tiba tiba terdengar suara dering handphone Fiandra. Sambil mendorong kopernya, ia mengangkat sambungan telpon tersebut dengan malas-malasan.

"Halo, Fi! lo sudah pulang?" suara cempreng seorang gadis terdengar di telinganya.

"Sudah! ini baru nyampe!"

"Okey ! kalau gitu sekarang juga gue kesana sekarang!" Ratu terdengar antusias.

"Eh eh tunggu...tapi gue gak ada di kost," celetuk Fiandra gugup.

"Kalau gak di kost, terus loh dimana? biar gue jemput. Gue ada perlu sama lo nih."

Fiandra gugup tangannya menggaruk garuk kepalanya yang tak gatal bingung harus menjawab apa. Karena tak mungkin dia bilang jika saat ini dirinya berada di apartemen Ilham. " Besok aja deh kita bertemu, sorry hari ini gue gak bisa!"

Fiandra langsung memutuskan sambungan telponnya. "Huft ku gak tahu bagaimana jadinya kalau Ratu tau, aku sudah nikah sama pak Ilham."

Kemudian dia melangkah lebih cepat menghampiri suaminya yang kini berdiri di ambang pintu.

 Ilham memasukkan kode untuk membuka pintu. Keduanya melangkah masuk ke apartemen.

Fiandra kagum melihat desain interior yang mewah dan elegan yang ada di hadapannya, berbeda jauh dari apa yang dia bayangkan sebelumnya. Lantai marmer yang mengkilap, lampu gantung kristal yang bercahaya, dan furnitur yang serba mewah menambah keanggunan apartemen tersebut.

Ilham tersenyum melihat reaksi istrinya itu. "Gimana Fi? suka dengan desainnya?"

Fiandra mengangguk, ia berusaha tak menunjukkan ketertarikannya.

"Sini deh aku tunjukkan sesuatu."Ilham memegang tangan istrinya itu dan membawanya ke sebuah ruangan.

 "Nah Ini akan jadi kamar kita," ujarnya sambil membuka pintu kamar tersebut.

Ketika Fiandra melihat ke dalam, raut wajahnya berubah. Di tengah kamar itu hanya ada sebuah tempat tidur single bed yang terlihat sempit."Kita tidur disini?" tanyanya lirih.

"Iya dong, mau tidur dimana lagi?"

"Bedua satu tempat tidur?" tanya Fi sambil memandang ke arah suaminya yang sedang membuka kaos yang dikenakan.

"Iya berdua dong, Sayang!" jawab Ilham sambil menoleh lalu mengedipkan sebelah matanya.

"Tempat tidur sekecil ini, pasti sempit. Aku tidur di luar saja ya." Fiandra melangkah ke luar kamar.

Namun tangannya langsung di tarik Ilham kembali. "Eh! eh! gak boleh. Kamu harus tidur disini bersamaku!"

"Ehm, tapi pak... " kata-kata Fiandra terputus dan langsung di sahut Ilham.

"Tidak ada tapi, kita akan tidur bersama malam ini, kamu gak boleh menghindar, " kata Ilham dengan tegas. "Sudah kamu beres-beres barang kamu. Setelah itu kita makan di luar."

Dengan berat hati Fiandra memasukkan baju-baju ke lemari. Sementara Ilham bersih-bersih lalu mengganti spey tempat tidur dengan yang baru. Aroma floral lembut seketika menyeruak memenuhi ruangan itu.

Fiandra berdiri dengan lutut gemetar, melihat sprey putih yang terbentang rapi. Sembari membayangkan dirinya yang sebentar lagi harus menyerahkan kes*ciannya.

Ilham menoleh setelah selesai merapikan tempat tidur, pria itu terlihat begitu semangat, sementara sang istri duduk dengan wajah yang lemas di depan cermin rias.

Setelah berberes keduanya keluar dari apartemen untuk membeli makanan. "Kita makan dimana, Fi?" tanya Ilham ketika mereka berjalan menyusuri koridor.

"Terserah!" jawab Fiandra ketus.

"Kita makan bakso di deket kampus saja ya?" tanya Ilham dengan sabar.

Fiandra mengangguk cepat.

Sesampainya di basement, mereka masuk ke dalam mobil, wajah Fiandra tampak tegang, kaki dan tangannya terasa begitu dingin.

"Kamu kenapa tegang gitu sih, Fi?" tanya Ilham.

Bukannya menjawab Fiandra malah menghela napas panjang.

"Kamu deg-degan ya, menunggu malam pertama kita nanti?" tanya Ilham sambil tersenyum nakal.

"Iya, " lirih Fiandra sambil menatap Ilham dengan tatapan mengiba. "Bisa gak sih, pak? malam pertamanya di skip aja."

secara spontan Ilham menjawab "Gak bisa!enak saja di skip, kamu sendiri sudah membangunkan adikku yang tertidur panjang," gerutu Ilham.

Fiandra mendelik pria di sampingnya. "Dasar egois! maunya enak sendiri," Kali ini Fiandra yang balik menggerutu.

Namun Ilham tak perduli, semalam bersama Fiandra membuat insting ke lelaki nya semakin tajam. Membuatnya selalu tidak sabar untuk merasakan surga dunia.

Mereka tiba di kantin dekat kampus. Fiandra yang biasanya doyan makan bakso, hari ini seperti kehilangan selera. Berbanding terbalik dengan Ilham yang begitu semangat menghabiskan makanannya.

"Fi! kamu gak suka, bakso?" tanya Ilham ketika melihat Fiandra hanya mengaduk-aduk makanannya sambil melamun. "Mau pesan yang lain?"

Fiandra menggeleng lalu dengan cepat dia menghabiskan makanannya. Karena perutnya yang keroncongan.

Setelah makan malam, mereka kembali ke apartemen. Ilham dan Fiandra bersih bersih sebentar lalu bersiap melaksanakan ritual malam pertamanya.

Fiandra berbaring dengan jantung yang berdetak kencang, seluruh tubuhnya di tutupi oleh selimut.

Tubuhnya semakin kaku saat merasakan guncangan tempat tidur. Kelopak matanya melebar ketika merasakan hangatnya dekapan tubuh Ilham di ikuti hembusan napasnya yang segar. Seketika bulu kuduk Fi, merinding saat Ilham membisikkan sesuatu di telinganya. "Sudah siap, kan Fi?"

Deg deg jantung Fiandra berdegup kencang saat bibir Ilham mendarat di pipinya lalu membalikkan tubuhnya hingga terlentang, sebuah kecupan hangat di bibir, membuat debaran itu semakin kuat.

Fiandra tenggelam dalam kebisuan saat ciuman itu semakin dalam.

Akankah ritual malam pertama mereka berhasil?