Ditindas dan dibully, itu tak berlaku untuk Cinderella satu ini. Namanya Lisa. Tinggal bersama ibu dan saudara tirinya, tak membuat Lisa menjadi lemah dan penakut. Berbanding terbalik dengan kisah hidup Cinderella di masa lalu, dia menjelma menjadi gadis bar-bar dan tak pernah takut melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh keluarga tirinya.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anim_Goh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinderella Abad 21
"Sudah mau pulang?"
Langkah Lisa terhenti. Dia kemudian berbalik menghadap belakang.
"Maaf, apakah masih ada pekerjaan yang harus dilakukan?"
"Hmm, kau selalu saja bersikap berbeda. Tidak bisa ya menjawab pertanyaan lebih dulu, baru memberikan pertanyaan balik?" protes Lionel kesal akan cara Lisa merespon pertanyaannya.
"Tuan, aku sudah sangat kelelahan. Otakku tak bisa lagi berpikir jernih. Aku ... ingin istirahat," sahut Lisa lesu. Kali ini dia benar-benar sudah over bekerja. Yang lelah bukan hanya fisiknya saja, tapi juga pikiran. Lisa gelisah memikirkan hukuman yang akan diterimanya ketika sampai di rumah nanti.
"Kalau begitu istirahatlah. Tidak ada yang memaksamu untuk terus bekerja."
"Ada, Tuan. Ada,"
"Siapa?"
"Mereka."
Setelah berkata seperti itu Lisa mengembuskan napas panjang. Dia lalu menatap sendu pada Tuan Lionel. "Kenapa ya dunia seperti tidak adil padaku. Sejak membuka mata, keringatku terus saja diperas tanpa jeda. Dan itu pun masih belum cukup. Kapan usiaku genap tujuh belas tahun?"
Lionel bingung mendengar curahan hati Lisa. Terkadang gadis ini sok menguatkan dan menasehati, tapi sekarang terlihat rapuh dan tidak berdaya. Meski berusaha keras untuk menolak, nyatanya Lionel semakin ingin mengetahui tentang hidup gadis ini.
(Apa mungkin feelingku benar kalau Lisa sedang membutuhkan pertolongan? Tapi apa hakku dan posisiku di hidupnya? Dia pelayan, kami sangat asing. Pasti aneh kalau aku tiba-tiba perhatian padanya)
"Tuan, kau punya ibu yang begitu hebat dan juga harta yang sangat banyak. Pesanku tolong jangan terus mengurung diri. Percayalah, ada banyak sekali orang yang ingin berada di posisimu. Termasuk aku,"
"Kenapa kau jadi lemah begini, Lis? Aku selalu saja kau buat kesal oleh petuah-petuahmu yang menyebalkan. Kenapa sekarang kau terlihat seperti ingin menyerah? Apa yang sebenarnya terjadi?"
Tak langsung menjawab, Lisa malah mendekati Tuan Lionel kemudian mendongakkan kepala menatapnya. Dia menghela napas.
"Bisakah kita bicara secara layak? Kalau begini terus, lama-lama leherku bisa putus karena kau terlalu tinggi."
Wajah Lionel cengo. Dia mengira Lisa akan mengatakan sesuatu yang penting, tapi tebakannya salah. Gadis ini melantur tidak jelas. Reflek Lionel menarik tangannya yang kurus dan juga kasar menuju taman depan. Mereka kemudian duduk bersebelahan.
"Ceritalah. Aku bisa menjadi pendengar," ucap Lionel mempersilahkan.
"Aku seorang cinderella." Tak tanggung-tanggung saat Lisa membuka cerita. Dengan penuh percaya diri dia mengaku sebagai seorang cinderella. Lawak memang, tapi itu nyata.
"Hmm, aku memintamu bercerita, bukan malah mengarang seperti dongeng."
"Itulah ceritaku, Tuan. Aku memang seorang cinderella yang lahir di abad 21. Jika di dalam dongeng cinderella diceritakan sebagai gadis teraniaya yang lemah dan cengeng, di abad ini kebalikannya. Memang sama-sama teraniaya, tapi bedanya aku kuat dan pemberani. Aku melawan siksaan dari keluarga tiriku dengan dagu terangkat. Aku juga tidak pernah menangis. Sungguh."
Raut wajah Lisa terlihat sangat serius saat bercerita. Hal ini tanpa sadar membuat Lionel tersenyum. Samar, tapi cukup mengejutkan seseorang yang sedang mengintip dari balik tirai jendela lantai atas.
"Lantas apalagi yang ingin kau ceritakan sebagai seorang cinderella?" tanya Lionel merasa terhibur.
"Tuan, kau percaya tidak dengan sepatu kaca dan juga buah labu yang berubah menjadi kereta cinderella?" tanya Lisa.
"Entahlah. Kenapa memangnya?"
"Ingin tahu saja. Sebenarnya ini sedikit tidak masuk akal, tapi menurutmu mungkin tidak untuk yatim piatu sepertiku merasakan kebahagiaan seperti cinderella? Tidak usah ada sepatu kaca dan labu ajaib. Cukup aku mendapatkan keadilan agar bisa setara dengan orang-orang diluaran sana. Terlalu mustahil tidak?"
"Lisa, orang bilang di dunia ini tidak ada yang mustahil jika Tuhan sudah berkehendak. Kalau hanya ingin mensetarakan diri, aku pun bisa melakukannya untukmu."
Glukk
Tiba-tiba saja wajah Lionel memanas setelah berkata sedemikian rupa. Segera dia membuang muka, salah tingkah oleh ucapannya sendiri.
"Kalau begitu ayo ajari aku naik mobil. Anggap saja mobilmu sebagai labu ajaib seperti yang ada di dalam dongeng!" seru Lisa penuh semangat empat lima. Dia tak begitu memahami perkataan Tuan Lionel barusan. Menurutnya pria ini berniat meminjamkan mobil. Itu saja.
"Aku ... tidak bisa."
"Takut?"
"Ada sesuatu yang tidak bisa ku ceritakan. Jangan memaksa."
(Fyuhh, untunglah Lisa masih sangat polos sehingga tidak bisa mengerti maksud perkataanku tadi. Bisa malu tujuh turunan jika dia mengerti maksud yang sebenarnya)
"Hmmm, kau terlalu payah, Tuan. Kau pengecut. Mau sampai kapan seperti ini? Kasihan Nyonya Kinara. Katanya beliau kesepian," Lisa bersimpati. Entah apa yang terjadi, tapi gelagat Tuan Lionel menunjukkan kalau dirinya mempunyai trauma mendalam. "Masa kau kalah denganku yang hanya seorang gadis muda tanpa orangtua? Lawan rasa takut itu, Tuan. Jangan mau kalah."
"Tidak semudah yang kau pikirkan, Lis. Semua itu terlalu menjijikkan untuk dikenang."
"Lebih menjijikkan mana antara laki-laki yang memilih menyerah pada keadaan, atau dengan seorang pendosa yang berniat memperbaiki diri? Coba jawab."
Lidah Lionel seperti kelu saat ditanya seperti itu oleh Lisa. Gadis belia yang bahkan belum memiliki kartu identitas, kembali melayangkan pertanyaan yang menohok hati. Lionel mati kutu, tapi tak ada kemarahan yang mencuat. Sungguh, Lisa bagaikan magnet yang mempunyai daya tarik sangat kuat.
"Nah, tidak bisa menjawab 'kan? Itu artinya kau tahu yang mana yang jauh lebih menjijikkan." Tanpa canggung Lisa menepuk tangan Tuan Lionel. "Tuan, ayo bangkitlah. Kau harus bisa melawan rasa takut itu. Contoh aku. Dengan usia semuda ini aku mampu bertarung melawan dua penyihir yang sangat kejam dan juga jahat. Masa kau tidak bisa?"
"Penyihir mana yang sedang kau bicarakan?" tanya Lionel setengah menahan tawa.
"Rahasia. Pokoknya aku tidak mau tahu, secepatnya kau harus bangkit dan keluar dari dalam goa. Ku beritahu kau satu hal, Tuan. Dunia luar sangat indah dan menakjubkan. Hartamu sangat banyak, gunakan uang itu untuk berkeliling dunia. Oke?"
Lisa pamit pulang setelah memberikan petuah yang sangat bermanfaat. Dengan langkah gontai dia menapaki senti demi senti jalanan menuju rumah. Sebenarnya bisa saja dia melarikan diri dari neraka itu. Tetapi tidak Lisa lakukan karena dia sadar tidak memiliki apapun untuk dijadikan pegangan. Jika ingin kabur, setidaknya Lisa harus mempunyai kartu identitas terlebih dahulu agar tidak disangka sebagai t*roris.
"Ayah, Ibu. Untuk apa kalian melahirkanku jika akhirnya hanya ditinggalkan? Aku kesepian Bu, Ayah. Ibu Arina dan Kak Hanum sangat jahat. Walau pun aku kuat, tetap saja aku bisa merasakan sakit dan juga sedih. Aku belum ingin mati, tapi aku benar-benar butuh teman. Tidak bisakah kalian datang dan memelukku sebentar?" ratap Lisa sambil menatap langit.
Bintang berkelap-kelip menjadi penghias langit malam. Indah. Lisa tersenyum getir. Selalu menunjukkan sikap kuat dan tegar, nyatanya dia tetap seorang lemah yang butuh perhatian serta kasih sayang. Hanya pada angin dan bintang di langit dia bisa berkeluh kesah. Selebihnya hanya pura-pura belaka.
***
Apa kau adalah saudara tirinya Lionel?
lisa adalah definisi pasrah yang sebenernya. udah gk takut mati lagi gara2 idup sengsara