Hanya karena logam mulia dan wasiat yang di punya oleh kakek masing-masing membuat Nathan dan Tiffani berakhir di jodohkan. Tiffani tak menyangka bahwa dia harus menikah dengan laki-laki terpandang yang terkenal dari keluarga sendok emas. Sedangkan Nathan hanya bisa pasrah dengan masa depannya setelah dia mendapatkan garis keturunan sebagai calon penerus perusahaan Kakeknya, salah satunya dengan menikahi gadis yang tak pernah dia duga sebelumnya. Bahkan perjodohan ini membuat Nathan harus menyerah untuk menikahi sang pujaan hatinya yaitu Elea.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Egois
Sepulang menuntut ilmu Tiffani memilih jalur bus yang bukan merupakan jalur pulang ke rumahnya, bukan juga untuk pergi bekerja part time melainkan dia menuju ke rumah Nathan. Tadi sepulang kelas terakhir Tiffani mendapatkan pesan dari nomor yang tak dikenal berisi bahwa Nenek meminta agar gadis tersebut mengunjungi dirinya di rumah hari ini.
Tentu saja Tiffani tidak dapat menolak permintaan tersebut. Tapi sepanjang perjalanan Tiffani merasa aneh karena darimana mereka dapat kontak miliknya padahal dia merasa tidak memberi kontaknya sama sekali. Tapi di sisi lain Tiffani merasa bahwa Ibunya lah penyebab nomornya diketahui oleh keluarga Yudistira.
Layaknya deja vu, Tiffani kembali menyusuri jalanan menuju rumah Nathan seperti hari kemarin namun bedanya kali ini dia pergi sendirian tanpa kehadiran orang tuanya. Terhitung sudah dua kali ia mengunjungi rumah Nathan, Tiffani masih tetap tak berhenti mengagumi bagaimana kemegahan rumah tersebut.
Dia pun sama duduk di sofa seperti kemarin, dia telah paham maksud kenapa Nenek memintanya datang kemari. Gadis tersebut pun telah memiliki jawaban apa yang akan disampaikan jika beliau bertanya tentang pertanyaan yang sudah dia duga sebelumnya.
Nenek dengan rupa awet mudanya datang dan duduk di sofa empuk sebelah Tiffani. “Kamu baru pulang kuliah?”
“Iya Nek.”
“Nathan tadi pergi katanya dia mau latihan musik dulu, dia bilang dia hari ini tidak ada kelas.” Nenek yang membicarakan cucunya terlebih dahulu.
“Iya Nek, kenapa ya Nenek menyuruhku kemari?” Tanya Tiffani yang langsung to the point dia tidak ingin membuang banyak waktu, karena nantinya dia harus pergi part time.
Nenek memandang Tiffani dan membaca ekspresi gadis di hadapannya lantas berpikir bahwa mungkin Tiffani tidak ingin basa-basi. “Nenek merasa akhir-akhir ini tidak tenang dan tidak bisa tidur memikirkan bagaimana jawaban kamu. Nenek berharap banyak bahwa kamu akan menerima perjodohan ini.”
Sudah dapat Tiffani tebak di awal bahwa Nenek meminta bertemu untuk bertanya perihal perjodohan. Perempuan itu menarik rambut panjangnya kebelakang dan mengambil nafas besar sampai akhirnya dia mantap berucap.
“Maaf Nek, tapi saya pikir saya tidak cukup baik untuk cucu Nenek.” Kalimat penolakan sopan tersebut telah Tiffani siapkan dalam perjalanan kemari saat di bus tadi.
Ekspresi Nenek tetap sama, Tiffani menelisik pada wajah Nenek dan tidak terlihat adanya raut kecewa. “Nenek anggap hari ini nenek tidak mendengar ini, dua hari lagi Nenek akan beri kamu waktu untuk kembali.”
“Tapi jawaban saya akan tetap sama Nek.” Tiffani tak menyangka bahwa wanita paruh bayah tersebut sangat ingin menjodohkan cucunya dengan dirinya.
“Nenek yakin bahwa kamu akan berubah pikiran.” Nenek juga berkata demikian dengan mantap.
Tiffani terdiam, dia tidak tahu harus menjawab seperti apa. Karena jika ia merespon bahwa jawabannya akan tetap sama, maka dia terlihat seperti membantah.
Tidak ingin berlama-lama Tiffani meminum hidangan teh yang di sediakan di meja. “Maaf Nek saya tidak bisa lama-lama karena harus bekerja paruh waktu.”
“Ah iya. Biar di antar sopir saja ya?” Keduanya sama-sama bangkit berdiri.
“Tidak perlu Nek, aku bisa naik bus.” Tolak Tiffani.
“Sudah, kamu harus terbiasa dengan hal ini. Lagi pula jawaban yang kamu berikan mengenai perjodohan hari ini Nenek menganggap tidak mendengarnya.”
Nenek mengantar Tiffani sampai pintu utama rumah dan menyuruh pelayan untuk memanggil sopir. Hal itu membuat Tiffani tidak bisa kabur dan berakhir menerima tumpangan yang di siapkan keluarga Yudistira.
Beberapa menit kemudian sopir tiba, dia lantas keluar dan membukakan pintu mobil untuk Tiffani. Alhasil karena perlakuan itu Tiffani merasa aneh.
“Masuklah, jangan terlalu lelah kuliah dan selalu jaga kesehatan.” pesan Nenek pada Tiffani.
“Terima kasih banyak Nek.” Tiffani menurut dan masuk ke dalam mobil.
Saat mobil sudah melaju, Nenek melambai ke arah gadis itu Tiffani pun ikut membalas lambaian Nenek. Entah kenapa Tiffani merasa aneh perlakuan istimewa dan kehangatan yang diberikan oleh Nenek berhasil mengetuk sedikit hatinya. Jika bisa dihitung mungkin hanya lima persen dan sisanya hanya adanya penolakan.
Baru kali ini juga Tiffani mendapat perlakuan seperti ini. Semenjak dia beranjak remaja Tiffani mulai banting tulang bekerja untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Perhatian yang hangat dari keluarganya tak lagi dia rasakan mereka lebih sibuk memikirkan bagaimana menghasilkan uang untuk memikirkan untuk makan besok.
“Permisi tujuan nona muda mau kemana?” Tanya sopir melalui kaca spion tengah.
“Ke Cafe dua tiga.”
“Ah Baik.”
Mobil pun menuju ke arah tempat yang baru saja di sebutkan oleh Tiffani.
***
Nathan memiliki banyak minat salah satunya adalah dengan musik maka dari itu dia mendaftarkan diri untuk mengikuti les alat musik dan juga menyanyi. Les alat musik yang dia tekuni yaitu gitar dan juga piano beserta drum. Sepulang les Nathan tidak langsung pulang melainkan dia menuju ke cafe karena sudah ada janji dengan kekasihnya, Elea.
Bukan cafe biasa, Elea mengajak Nathan bertemu di cafe langganannya yang menyediakan menu yang berbeda dari cafe lainnya. Menu tersebut yaitu minuman dengan perpaduan antara kopi susu dan jagung bahkan di cafe itu pengunjung harus mengantre terlebih dahulu, karena sangat terkenalnya cafe itu.
Saat ini Elea rela mengantre untuk Nathan karena laki-laki itu belum juga muncul batang hidungnya. Mengantre sekitar lima belas menit akhirnya Elea dapat membacakan pesanannya ke arah kasir, dia pun langsung membeli kudapan sekalian untuk kekasihnya, Nathan.
Bangku pojok yang dekat dengan jendela merupakan pilihan Elea, ponselnya bergetar dia mendapat pesan dari Nathan.
Nathan: Aku kesana sekarang
Elea: Sudah selesai lesnya?
Nathan: eung, tunggu aku
Elea menaruh ponselnya di meja setelah mendapatkan kabar dari Nathan, pesanannya telah selesai di buat Elea pun berdiri mengambil hidangan yang dia pesan. Persis saat dia tengah membawa nampan pintu cafe terbuka terdengar suara lonceng yang berada di atas pintu itu, yang ditunggu telah datang Nathan tiba di cafe.
“Sini biar aku yang bawakan.” Nathan mempercepat langkahnya dan mengambil alih nampan yang di bawa Elea.
“Nathan.” Elea menyapa dan tersenyum karena kehadiran Nathan yang tiba-tiba dia pun menyerahkan nampan yang dia bawa.
Hingga akhirnya keduanya duduk di tempat yang tadi telah di duduki oleh Elea. Dengan cekatan Elea menyodorkan minuman beserta sedotan ke hadapan Nathan.
“Minumlah hari ini aku yang traktir.”
“Oh jadi ini traktir karena menang lomba kemarin.” Canda Nathan.
“Sssttt.” Elea yang merasa malu karena Nathan yang menggodanya.
Sementara itu Nathan sibuk membuka bungkus sedotan sambil terkekeh melihat ke arah Elea. Sebelum memulai pembicaraan keduanya menyeruput es kopi jagung yang merupakan minuman andalan di cafe ini.
“Apa tadi kamu mengantre lama?” Nathan bertanya saat dirinya menatap ke arah luar dan melihat panjangnya antrean yang terjadi di luar.
“Tidak kok hanya lima belas menit.” Tangan Elea mengambil garpu lantas memakan kue rainbow yang ia beli. “Bagaimana tadi les kamu?”
“Lancar.”
“Kapan-kapan aku ingin melihat kamu menyanyi.” Elea menyerahkan satu garpu lagi kepada Nathan agar laki-laki ikut memakan kue bersamanya.
“Jangan aku malu.” Tolak Nathan.
“Aku bermain piano kamu menyanyi.” Elea menatap Nathan yang juga ikut memakan kue bersamanya dan saat ini perempuan itu tengah membujuk kekasihnya. “Pasti kamu merasa kesulitan karena selalu memakai topi.” Secepat kilat Elea mengalihkan topik pembicaraan saat dirinya yang menyadari bahwa wajah tampan Nathan tertutup oleh topi bahkan sampai dia tidak dapat melihat dengan sempurna mata tampan Nathan.
Nathan meletakkan garpu yang dia pegang. “Mengenai berita itu aku ingin meminta maaf sebelumnya, aku akan memberitahu kamu sekarang.”
Raut wajah Elea berubah, jantungnya berpacu lebih kuat daripada sebelumnya. Dia takut jika hari ini adalah hari dimana Nathan memutuskan hubungannya. Maka dengan itu Elea akan tetap mempertahankan Nathan, walaupun hal itu terkesan egois.
“Tidak apa, aku juga sudah baca berita. Bicaralah.” Elea yang mencoba tegar dan menebak-nebak kiranya apa yang akan kekasihnya itu sampaikan.
“Pernikahan ini akan terjadi atas dasar perjodohan. Aku tidak bisa berkutik dan harus menerima perjodohan ini.” Tangan Elea bergerak menarik tangan Nathan dan menggenggamnya.
“Nathan bolehkan aku bertanya?”
“Tentu.” Nathan bersyukur mengenakan topi, karena di balik topi dia dapat menyembunyikan raut kesedihannya tapi tidak dengan gadis di hadapannya yang terlihat mulai rapuh dengan suara yang bergetar.
“Apa kamu menyukai perempuan itu?” Elea bergetar air matanya mulai menetes namun buru-buru dia hapus.
Sekilas wajah Tiffani lewat di pikirannya Nathan. “Tidak, aku hanya mencintaimu.”
“Maka izinkan aku egois, aku tidak ingin kehilanganmu.” Genggaman tangan Elea lebih erat daripada sebelumnya, Nathan pun juga mengeratkan genggaman itu.
Keduanya terdiam, mereka hanya saling tatap. “Apa kamu tidak masalah?” Tanya Nathan.
“Aku hanya mencintaimu Nat, hatiku akan lebih sakit jika kamu pergi meninggalkanku dan tak pernah menemuiku lagi.” Elea mencoba untuk tidak menangis karena mereka membicarakan hal ini di tempat umum. “Aku menerima semua yang kamu lakukan tapi satu aku hanya minta kamu jangan tinggalkan aku.”
Nathan tidak tahu harus berkata apa, bahkan dia sendiri tidak tahu apakah perempuan itu mau menerima perjodohan ini. Namun feeling Nathan perjodohan ini akan tetap berjalan, karena apa? karena pasti Nenek akan melakukan apa saja agar gadis itu menyetujui perjodohan ini.
Baik Nathan atau Elea keduanya memilih egois untuk tetap mempertahankan hubungan mereka. Dengan hal itu mereka mengorbankan satu gadis yaitu Tiffani, jika mereka jadi menikah nantinya. Nathan yang di butakan oleh cinta berharap bahwa suatu hari dia akhirnya dapat mengakhiri pernikahan perjodohannya dan hidup bersama dengan Elea.