NovelToon NovelToon
Between Blood, Sin, And Sacrifice

Between Blood, Sin, And Sacrifice

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Balas Dendam / Time Travel / Dunia Lain
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Carolline Fenita

Mengira bahwa Evan–suaminya hendak membunuhnya, Rose memilih menyerang pria tersebut. Tanpa tahu bahwa Evan berupaya melindungi Rose biarpun tahu bahwa dirinya akan meninggal di tangan istrinya sendiri.

Penyesalan selalu datang belakangan, namun hadir kesempatan untuk memperbaiki garis nasib yang mengikatnya dalam bayangan cinta dan dendam. Rose kembali mengulangi kehidupannya, satu demi satu disadarkan dengan bunga tidur misterius.

Mempraktekkan intrik dan ancaman, menemukan pesona sihir untuk memutus tali asmara yang kusut antara Rose dan Evan yang menjadi suaminya di kehidupan lama dan sekarang. Apakah ia akan berhasil membalik takbir yang telah ditentukan oleh Dewa, atau malah gagal melakukannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Carolline Fenita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11 - Eve's Treatment (II)

"Kau ingin menjewer telinga itu hingga terputus atau mendapatkan jawaban mengenai obat Eve?"

Nada tidak ramah itu membuat Rose berhenti menjewer telinga Marquess Andrient. Mengibaskan debu di gaunnya, ia berjalan kecil ke sisi Marquess Drevan. Marquess Andrient awalnya hendak menyeret Rose agar menyisihkan jarak dengan kakaknya.

"Kak-"

"Kau, pergilah dulu ke kediaman Zen. Urus sisa masalahmu itu. Aku akan berbicara empat mata dengan anak bungsu klan Zen ini."

"Tidak apa kutinggal berdua? Kemarin teman jauhku hampir disabet pedang tercintamu," adu Marquess Andrient tidak mau kalah. Sedangkan Rose memucat, dengan senyum tidak enak ia melangkah ke belakang.

Marquess Drevan mendesah kasar, "Temanmu berniat mencuri obatku, ingat itu."

Marquess Andrient yang mendengar ucapan kakaknya mau tidak mau bergidik. Nyawa disamakan dengan obat. Dalam hati ia berdoa agar Rose tidak bernasib sama seperti gadis sebelumnya. Banyak sekali perempuan yang menjadi santapan pedang kesayangan kakaknya akibat melewati batas. Mungkin lusinan?

Dia meyakinkan dirinya sendiri dan menghembuskan nafas. Kemudian ia melihat sekeliling sebelum membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar dari ruangan kakaknya. Menatap pedang di bawah tikar, matanya tersenyum.

'Ella pasti aman.'

Marquess Andrient menyelipkan pedang ke punggungnya dari berlari terbirit-birit. Mata hijaunya menyapu ke arah Rose, yang sedang memutar matanya ke segala penjuru ruangan dengan penuh keseriusan.

"Ini, berikan pada tabibmu. Jangan sampai Eve keluar dari kamarnya malam hari, salep ini bisa membakar wajahnya bila terkena angin malam. Ampuh untuk menyamarkan garis itu, tetapi tidak digunakan untuk jangka waktu panjang."

Mendengarkan penjelasan Marquess Drevan membuatnya menguap. Lelaki itu berbalik ke almari ruang kerjanya. Laci terbuka, aroma yang kuat memasuki indra penciuman Rose. Gadis yang tidak terbiasa dengan bau menusuk itu menutup hidungnya, bernafas melalui jalur mulut. Baru setelah lelaki di depannya membungkus beberapa obat dalam kantung coklat, Rose melepas apitan jari di hidungnya.

Marquess Drevan terkekeh, "Hanya aroma kecil seperti ini, kau sudah tidak tahan. Ck."

"Obat milik tabib kami berbeda, baunya tidak menusuk," kelakar gadis itu, padahal ia memang jarang masuk ke tempat obat obatan. Lelaki itu mengabaikannya dan melebarkan daun pintunya.

"Ah iya, aku baru ingat. Berikan surat ini ke kakakmu. Aku lupa menitipkannya pada Marquess Andrient tadi."

Tidak lama ucapannya jatuh, Rose sudah diusir keluar. Badannya terhuyung ke depan dan suara "bam" memasuki pendengarannya. Matanya berotasi ke pintu lalu ke kantung obat dan surat di tangannya. Rambutnya yang tidak tersanggul menjadi acak acakan akibat dorongan tiba tiba dari Marquess Drevan.

"Sialan."

Gemerincing lonceng menarik perhatiannya, dalam beberapa detik sosok perempuan itu raib. Dengan kaki ramping dan pinggang lenturnya, ia melompati tembok tinggi tersebut. Kemudian berjalan kaki dan membaur dalam keramaian.

Sepintas bayangan pria yang kembali menorehkan tinta terpantul di kain penutup jendela. Resonasi hangat bercampur rasa dingin membekukan tulang. Manik hijaunya meratap ke kertas buram miliknya, bibirnya tertarik ke bawah.

"Permulaan."

Tinta menyebar di dalam kertas, anehnya membentuk sebuah gambaran yang bila ditelaah menampilkan pertempuran. Air bening yang sudah ditulis olehnya tercampur oleh tinta hitam tadi dan aksara asing yang hanya dikenali olehnya tertempel disana. Mengibarkan kertas itu, Marquess Drevan menekan salah satu benda, membuat almari bergoyang dan menimbulkan suara gesekan. Lalu memasuki suatu ruangan yang hanya diakses khusus oleh diri sendiri.

*****

"Tidak, terima kasih. Anda tidak perlu bertanggung jawab. Ini hanya luka kecil saja."

Suara lembut itu mengakibatkan Marquess Andrient mengarahkan pandangannya ke belakang. Mendapati Eve yang berkunjung diikuti oleh Countess Brenda dan Duke Cornwall.

Di sisi lain, Count Arthur mengerutkan keningnya dengan dalam, "Memang benar dia tidak tersangkut apapun dengan dirimu, namun kau ditemukan di gudang kediaman Zen. Apakah kau rela reputasimu rusak?"

Ketika Eve tersenyum, fitur wajahnya yang polos menunjukkan sedikit kepatuhan yang membuatnya tidak terlihat sekaku dan seserius sebelumnya, "Jika dia menikahiku, bukankah semakin memperjelas bahwa dialah tersangkanya?"

"Pelayan ini tidak ingin menjalin hubungan didasari perasaan bersalah ataupun sekadar balas budi. Sudilah kiranya jika Tuan mengabulkan permintaanku."

"Jika begitu, apakah nona bersedia bila saya melakukan pendekatan?" tanya Marquess Andrient.

Timbul keheningan.

Keempat orang itu melihat Evelyn, menunggu balasan darinya. Sebab gadis itu yang lebih berkuasa untuk berpendapat, ini adalah tubuhnya sendiri.

Evelyn mengerutkan bibirnya dan menurunkan matanya sebelum melihat pemuda di hadapannya, "Silahkan."

Marquess Andrient tersenyum penuh kemenangan. 'Mangsa baru' ini membuat jiwa playboynya menyeruak kembali, sedangkan Evelyn menyipitkan matanya karena menyadari maksud pemuda itu patut dicurigai.

Rose bergegas memasuki tempat dimana semua orang berkumpul. Diam diam gadis itu merencanakan sesuatu di pikiran liciknya setelah menguping dari luar.

Bebauan obat menusuk ke indra penciuman Count Arthur, beliau menolehkan kepalanya. Seolah menyadari tatapan kebingungan dari ayahnya, Rose mengangkat bungkus tersebut, "Aku tidak menemukan obat penyembuhnya, namun mendapatkan obat yang dapat menyamarkan luka Eve."

Otomatis, Eve memusatkan perhatiannya ke majikannya. "Apakah ada efek samping atau pantangan?"

Rosella berjalan ke arahnya namun tidak berbicara. Sebaliknya ia merenggut tangan tangannya dan menyeretnya ke kamar Eve sendiri, "Ayah.. Ibu.. Kak, aku pinjam dia dulu ya."

Tanpa menunggu balasan dari ketiga orang itu, Rose bersama Eve sudah sampai di dapur dengan kayu yang permukaannya hampir mengelupas.

"Aku ingin merebusnya, siapkan semua alat yang diperlukan," perintah Rose seraya menakar berapa banyak bubuk yang digunakan.

Sambil mengukur dengan alat seadanya, Rose mengatakan hal hal yang sudah diperingati oleh Marquess Drevan sebelumnya. Eve menghidupkan tungku perapian, melihat cara majikannya itu menuangkan bubuk dan mengaduknya bolak balik.

Beberapa menit kemudian tercium bau yang semakin menyengat. Mengantisipasi hidung Rose yang sensitif, Evelyn segera mengalungkan kain ke wajah gadis itu.

"Nanti bersin."

Rose dan Eve tertawa bersama. Cairan itu dibiarkan terbengkalai, sebelum Rose mengingatnya. Selanjutnya, dengan telaten ia mengalirinya ke dalam satu toples berukuran sedang. "Pakai nih, mau coba sekarang juga boleh. Belum malam."

Evelyn memadatkan penciumannya pada isi toples itu, ajaib sekali. Bubuk yang bau tadi berubah menjadi harum setelah mendingin. Tapi dia masih ragu memakainya, "Aku tidak cukup yakin, Nona."

Ketika kedua gadis itu beradu argumen di dalam dapur, sebuah kepala muncul dari balik tirai. Mata hijaunya mengawasi kedua gadis itu, terutama Eve. Ketika Rose berbalik, ia berteriak dan mengayunkan gagang panci ke kepala yang menjulur itu.

"Ada hantu..!!" pekik gadis itu dengan kuat.

Bam..!!!!

Evelyn terpana, toples berisi cairan yang belum mendingin dan baru memadat itu dipeluknya agar tidak jatuh ke lantai, "Ella..."

1
Tini Timmy
strategi yang bagus
Tini Timmy
seru" nih scene ini
Tini Timmy
racun apa tuh/Frown/
Bening Hijau
3 iklan untuk mu
Cherlys_lyn: terima kasihh
total 1 replies
Tini Timmy
lanjut kaka
Tini Timmy
lanjut kakak
iklan untuk mu
Cherlys_lyn: terimakasih untuk dukungannya 😁
total 1 replies
Tini Timmy
lanjut kakak
Lei.
iklan untukmu ka
Cherlys_lyn: terima kasih untuk dukungannyaa
total 1 replies
Tini Timmy
semangat nulisnya kk
Cherlys_lyn: siappp 😁
total 1 replies
Lei.
semangat ka, ada iklan untukmu
Cherlys_lyn: terima kasihh 🥰
total 1 replies
Bening Hijau
ngeri2 sedap chapter ini
Tini Timmy
semangat nulisnya /Smile/
Cherlys_lyn: terima kasih yaa 🥰
total 1 replies
Lei.
2 iklan untukmu ka
Cherlys_lyn: terima kasih atas dukungannyaa 🥰
total 1 replies
ona
terkejut terjungkal terpungkur
ona
bener itu bener
ona
WOYYY PANGERAN KEDUA KEJAM BANGET BJIR NGAPAIN DAH ITU GUE KESEL
Cherlys_lyn: ini baru permulaan, nanti akan disuguhkan adegan yang lebih menjadi-jadi dibanding hari ini 💀💀
total 1 replies
ona
bjir eve ngapain dah
Bening Hijau
ini cerita kehidupan rose sebelum mengulang waktu, kah
Cherlys_lyn: Benar sekali, jadi di bab 18 Rose baru mulai diingatkan secara perlahan oleh anak pemberi permen ☺️
total 1 replies
Lei.
semangat ka, ini ada 3 iklan untukmu
Cherlys_lyn: terima kasihhh
total 1 replies
Tini Timmy
menarik /Smile/
lanjut kk
Cherlys_lyn: okeee, terima kasih ya 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!