Markus, terjerat hukuman mati usai dinyatakan sebagai pelaku pengedaran obat-obatan terlarang dalam jumlah besar.
Namun, ketuk palu hakim tak segampang itu membuat nyawanya melayang. Markus berhasil lepas dan hidup dengan menyembunyikan identitas aslinya dihadapan publik, meski seluruh dunia menyangka jika dirinya telah mati.
Memulai hidup dengan nama baru dan sebatang kara, Markus tinggal di lantai dua sebuah rumah yang disewakan seorang janda tak beranak.
Interaksi keduanya yang terbilang cukup sering menumbuhkan benih-benih cinta tanpa disadari. Akankah keduanya menjalin hubungan serius? Lantas apa yang akan terjadi jika indentitas Markus kembali terkuak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tempat Persembunyian
Untuk pertama kalinya Markus masuk ke rumah orang yang tidak ia kenal, rumah yang tidak seberapa dari mansion miliknya tapi cukup luas dan nyaman untuk sekedar dijadikan tempat tinggal sementara.
Pandangan Markus mengedar ke seluruh penjuru rumah, bangunan yang didominasi cat putih itu terlihat rapi dan bersih, tapi ia belum tahu kamar mana yang akan dirinya tempati.
"Silahkan diminum, Tuan" Vanes menghidangkan secangkir kopi untuk tamu sekaligus peminat kosannya.
"Terimakasih"
Vanes mengangguk seraya bergabung di kursi tamu, berhadap-hadapan dengan pria tersebut.
"Sebelumnya, boleh saya tahu nama anda?" Tanya Vanes.
Markus tak langsung spontan menjawab, ia berpikir sejenak nama apa yang harus ia kenalkan, Markus harus mengganti namanya sebagai orang lain, tidak boleh ada yang tahu nama aslinya.
Sesaat Markus mengambil kartu tanda penduduk miliknya, kemudian menyerahkan kartu tersebut kepada Vanes untuk perempuan itu lihat.
Vanes menatap dengan bingung, padahal ia tidak meminta identitas diri pria ini, meski demikian tapi Vanes pun tetap mengambilnya dan membaca nama yang tertera.
"Ernan Khiel? 35 tahun? Asal tempat Kota J"
Markus mengangguk saat Vanes membacakan nama lengkap, umur, serta asal kotanya yang mana tidak ada yang benar dari ketiga identitas tersebut, semua disamarkan.
Vanes agak syok ketika pria ini berbeda 10 tahun darinya, dia pikir Markus masih tergolong muda apalagi melihat wajahnya yang tidak tampak menua.
"Baik, saya sudah hafal Tuan Ernan" Vanes memberi kartu tersebut kepada pemiliknya lagi, mereka mulai membahas seputar tempat tinggal.
"Sebelumnya apa anda berminat tinggal dengan keluarga atau teman?"
"Tidak, aku berencana tinggal sendiri" jawab Markus jujur.
Vanes manggut-manggut saat mendengarnya, baru pertama kali ia mendapati peminat yang berencana tinggal tanpa didampingi teman ataupun keluarga kecil.
"Lalu berapa lama anda berencana menempati tempat ini?"
"Aku... Tidak tahu, aku seorang perantau disini. Mungkin akan lama"
"Begitu ya....." Vanes berpikir jika Markus memiliki pekerjaan di daerah sini, mungkin anak dan istri tidak ikut merantau dan memilih tinggal di kota asal.
"Emmm... Tuan saya sangat minta maaf tapi sepertinya saya tidak bisa menerima pelanggan yang sudah menikah karena....."
"Aku masih lajang!" Potong Markus menyela ucapan lawan bicaranya.
Seketika Vanes terdiam, ia menatap Markus dengan wajah datar dan tak percaya, perlahan wajahnya terasa panas menahan malu sebab sudah sok tau tanpa menanyakan terlebih dahulu. Bagaimana kalau lelaki ini tersinggung? Vanes tidak bermaksud mempermalukan Markus.
"M-maaf Tuan Ernan.... S-saya pikir anda-"
"Tidak masalah, umurku memang sudah tua untuk disebut lajang. Jangan merasa bersalah"
Vanes menggigit bibir bawahnya sambil meremass dress yang ia pakai, malu setengah mati rasanya apalagi Markus menyadari apa yang dia pikirkan.
"Jadi bagaimana? Apa aku bisa menempati lantai dua ini malam ini juga? Aku akan bayar sekarang untuk bulan pertama" lanjut Markus tak sabar.
"Malam ini? Emm.... Tentu, Tuan. Setelah menimbang-nimbang anda termasuk dalam spesifikasi yang bisa menempati kediaman ini"
"Baguslah, kalau begitu. Boleh aku masuk ke kamarku sekarang?"
Vanes mengamati pria di depannya cukup lama, apa dia benar-benar akan tinggal tanpa membawa barang-barang apapun? Hanya sebuah map yang Vanes lihat, atau barang-barangnya datang menyusul?
"Maaf, Tuan. Apa Tuan tidak membawa barang-barang bawaan seperti baju atau yang lainnya? Maaf jika saya lancang"
Benar juga, Markus lupa membeli pakaian ganti dan beberapa keperluan hariannya karena terlalu sibuk mencari tempat tinggal seharian penuh. Seharusnya ia membeli koper dan keperluan pribadinya agar terlihat seperti perantau asli, bukan seperti gelandangan begini.
"Aku.... Aku sengaja tidak membawanya karena merepotkan bagiku, besok rencananya aku akan beli di toko. Apa tidak masalah?"
"T-tentu saja, itu urusan anda. Saya hanya mengingatkan barangkali anda lupa"
Suasana sunyi saat keduanya tak ada lagi percakapan, hari pun menjelang malam dan perlahan menggelap, waktunya orang-orang rehat dari aktivitasnya seharian.
"Karena kita sudah deal mari saya antar anda menuju lantai dua, sepertinya anda juga sudah lelah dan ingin istirahat"
"Baiklah"
Mereka berdua bangkit dan menaiki tangga bersama-sama, Vanes berjalan di depan diikuti Markus di belakang.
Clekkk
Suara pintu yang terbuka seakan menyambut kehadiran mereka berdua, Vanes dan Markus masuk ke dalam kamar yang hanya diisi oleh kasur, lemari dan juga TV.
"Ini kamarnya, Tuan. Untuk kamar mandinya ada disebelah sana" menunjuk sebuah pintu toilet yang berada didalam kamar.
"Dan ada satu lagi ruangan kosong di lantai dua ini, anda bisa memakainya untuk apapun, mungkin untuk dijadikan ruang kerja atau tempat olahraga" jelas Vanes.
Kamar ini tidak lebih besar dari kamarnya di mansion, tapi tidak sempit juga. Markus rasa ia cukup nyaman dengan tempat barunya.
"Oh ya, dan untuk dapur anda bisa memakai dapur saya di bawah. Kalau anda ingin memasak langsung saja gunakan alat-alat yang ada di dapur, tidak perlu izin lagi pada saya"
Memasak? Apa yang akan dirinya buat jika menyalakan kompor saja Markus tidak pernah.
"Ya, terimakasih" balas Markus.
"Ada yang ingin ditanyakan sebelum saya pergi?"
Pandangan Markus berpindah pada wanita dengan senyum menawan ini, sejujurnya ia agak aneh kalau harus satu atap dengan seorang perempuan.
"Aku.... Sedikit ingin bertanya, anda tinggal disini dengan siapa?" Akhirnya Markus pun memilih mengeluarkan rasa penasarannya.
"Kebetulan saya hanya tinggal sendiri setelah suami saya meninggal 6 bulan yang lalu, kamar ini juga dulunya milik suami saya, tapi karena sekarang sudah tidak terpakai akhirnya saya sewakan untuk menambah sedikit penghasilan"
Markus agak tertegun mendengar ungkapan Vanes, terlebih mengenai status Vanes yang merupakan seorang janda, wanita muda ini... Pernah menikah? Berapa kira-kira usianya? Markus kira Vanes tinggal disini bersama orangtuanya.
"Tapi.... Apa tidak masalah kita tinggal satu atap seperti ini? Maksudku.... Bukankah sama saja seperti tinggal satu rumah, apalagi kita bukan sesama jenis" Markus nampak mengkhawatirkan hal itu, ia tidak mau ceroboh dan menyepelekan sesuatu, kalau sampai menimbulkan masalah maka ia bisa dengan cepat tertangkap oleh para polisi.
"Terkait hal tersebut saya sudah konfirmasi kepada kepala penduduk disini sebelum saya mulai menyewakan lantai dua rumah saya, tentu saya juga memikirkan hal yang sama, jadi saya sudah melaporkan terlebih dahulu sebelum ada berita simpang siur atau kesalahpahaman. Jadi semuanya sudah aman" tutur Vanes menjamin semua sudah diatur dengan sangat matang.
Markus kini sudah benar-benar lega, rumah Vanes bukan sekedar tempat tinggal yang ia sewa, namun juga sebagai tempat persembunyian Markus dari kejaran para kepolisian yang sedang mencari keberadaannya.
Dan ketika pelaku sebenarnya sudah ditemukan, barulah Markus akan meninggalkan tempat ini untuk selama-lamanya.