Saga, Kira Dan Luna adalah tiga bersaudara yang bisa melihat hantu. satu persatu arwah datang untuk meminta pertolongan. Kematian kedua orang tua yang misteriuspun masih menjadi misteri Dan mereka berusaha mengungkapkan siapa dalang di balik pembunuhan kedua orang tuanya. Dapatkah Saga, Kira Dan Luna mengungkap siapa dalang do balik pembunuhan Itu Dan dapatkan mereka menyelesaikan semua maslah para arwah gentayangan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirei39, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebohongan
bab 4
Malam itu, Luna terbaring lemah di kamarnya, dikelilingi oleh keheningan yang hanya sesekali terputus oleh suara jangkrik di luar.
Dalam tidurnya, ia terjebak dalam mimpi buruk yang tak henti-hentinya menghantui pikirannya. Bayangan-bayangan menakutkan berkelebat di benaknya, membuatnya terengah-engah dalam ketakutan.
Tiba-tiba, dengan napas tersengal, Luna terbangun. Air mata membasahi pipinya, dan tangisannya yang lirih memecah kesunyian malam. Dia duduk, mencoba mengusir bayang-bayang yang masih bergelayut di matanya, berharap agar mimpi buruk itu tidak kembali saat ia menutup mata untuk kedua kalinya.
Saga merasakan ada yang tidak beres, nalurinya mengatakan bahwa Luna membutuhkan seseorang.
Dengan langkah cepat, ia mendekati pintu kamar Luna dan mengetuknya dengan lembut. Tidak ada jawaban. Kekhawatiran memuncak dalam dadanya, dan dengan keberanian, ia membuka pintu.
Cahaya rembulan yang masuk melalui jendela memperlihatkan sosok Luna yang terguncang, terbungkus selimut, matanya sembab karena tangis. Saga terkejut, hatinya terasa ditusuk melihat adiknya dalam keadaan seperti itu.
Dia segera mendekat, duduk di tepi tempat tidur, dan dengan suara yang penuh kelembutan saga bertanya "Kau baik baik saja? "
Luna langsung memeluk Saga dan membuat Saga merasa aneh.
"Ada apa? Apa sesuatu terjadi padamu? " tanya Saga lagi.
"Entahlah, Kak. Perasaanku sangat sedih sekali, tapi aku tak tau kenapa. " Luna terisak di pelukan Saga.
Saga memeluk Luna dengan erat dan mengelus rambutnya dengan lembut.
"Tadi pagi... " Luna menceritakan tentang kejadian bunuh diri yang terjadi di jembatan penyebrangan dan keanehan saat di toilet.
"Apa ini ada hubungannya lagi dengan arwah? " tanya Luna sambil menatap Saga.
Saga tersenyum, mengusap kepala LUna dengan lembut lalu memeluk Luna.
"Jangan menolaknya, biarkan saja mereka akan menemukan jalannya sendiri. " ucap Saga.
"Persaan mu sekarang mungkin salah satu cara mereka menyampaikan pesanannya padamu, biarkan saja. Nanti kau juga akan menemukan jalan agar bisa membantu mereka. " sambung Saga.
Luna mengangguk dan kembali menenggelamkan wajahnya di pelukan Saga tempat ternyaman baginya.
****
Kira terbangun tengah malam dan melihat seorang gadis aneh masuk ke kamar adiknya. Gadis itu bergerak dengan ringan, hampir tidak bersuara, dan cahaya bulan yang masuk melalui jendela membuat bayangannya terlihat panjang dan misterius di lantai kayu. Kira bersembunyi di balik pintu, penasaran akan maksud kedatangan gadis tersebut.
Kira merasa bingung , Dia yakin telah melihat gadis itu masuk, tapi saat dia mengintip ke dalam kamar ternyata kamar Luna kosong. Tidak ada tanda-tanda orang lain di kamar.
Kira merasa lega sekaligus bingung. Dia menghampiri Luna yang terlelap, memastikan adiknya baik-baik saja.
Kira memutuskan untuk tidak membangunkan Luna dan mulai mencari petunjuk lain di kamar itu. Mungkin ada sesuatu yang terlewat dari pandangannya, dengan penuh hati hati Kira mencari di setiap sudut kamar.
Setelah di rasa tak ada siapapun di kamar, Kira memutuskan untuk keluar saat keluar kamar dia merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya.
Kira menoleh dengan cepat dan terkejut melihat sosok gadis itu berdiri di belakangnya. Wajahnya pucat, mata yang kosong menatap langsung ke dalam jiwa Kira. Gadis itu tidak berkata-kata, hanya berdiri dengan raut wajah penuh kesedihan, seolah-olah ingin menyampaikan sesuatu.
"Tolong " dengan suara lirih namun terdengar samar arwah itu meminta tolong.
"Apa maksudmu? Tolong apa? " tanya Kira.
Bukannya menjawab, arwah tersebut malah menghilang tanpa jejak apapun.
Kira terdiam beberapa saat lalu menghela nafasnya dan kembali ke kamarnya seolah tak ada apapun yang terjadi.
****
Di tengah keheningan malam, Ara yang sedang asyik mandi tiba-tiba merasakan kegelapan menyelimuti ruangan. Lampu yang padam secara mendadak itu seolah menjadi pertanda akan sesuatu yang tidak terduga.
Detik berikutnya, sebuah sentuhan dingin dan misterius menyusup ke tengkuknya, membuat bulu kuduknya berdiri. Ara, yang terkejut dan ketakutan, hanya bisa berdiri terpaku, sementara bayangan-bayangan tak dikenal mulai bergerak di balik tirai uap air.
Dalam kepanikan, ia mencoba meraih handuknya, namun suara bisikan halus yang tidak bisa dipahami membuatnya semakin dilanda rasa takut yang mendalam.
Dengan napas yang tercekat, Ara berusaha untuk menenangkan diri. Ia mengumpulkan keberaniannya untuk bergerak, tangan gemetarannya mencari saklar lampu. Setelah beberapa kali gagal karena gemetar, akhirnya jari-jarinya menemukan saklar itu.
Dengan satu tarikan napas yang dalam, ia menekan saklar dan… cahaya kembali menyinari ruangan. Ara menoleh ke belakang dengan cepat, namun tidak ada apa-apa di sana—hanya kesunyian yang menemaninya.
Ketakutan yang tadi menggema di dada kini perlahan mereda. Ara menyadari bahwa yang ia rasakan tadi hanyalah gumpalan rambut yang jatuh dari kepala saat ia sedang mandi.
Tawa kecil terlepas dari bibirnya, melepaskan ketegangan yang sempat mengurung dada. Dengan hati yang lebih tenang, ia melanjutkan mandinya, kali ini dengan hati-hati agar tidak terkecoh oleh bayangan dan suara-suara yang hanya ada dalam pikirannya.
Ketika Ara menoleh ke cermin, hatinya kembali berdegup kencang. Di cermin yang berembun itu, terpampang tulisan “Bertanggung jawablah” dengan huruf-huruf yang seolah terukir oleh uap.
Ara memandangi tulisan itu, rasa takut dan kebingungan bercampur menjadi satu.
Dengan langkah ragu, ia mendekati cermin dan menyentuh tulisan tersebut. Huruf-huruf itu seolah berbisik, mengingatkannya pada sesuatu yang penting yang harus dia lakukan.
Ara teringat tentang Sella, teman satu sekolah yang pagi tadi mengakhiri hidupnya. Dia kembali mengingat bagaimana dia dan kedua temannya menyiksa dan mempermainkan Sella anak yang pendiam dan tak banyak bicara.
Walaupun setiap hari Ara membully dirinya, namun Sella tak pernah mengatakan apapun.
Mengingat Sella, Ara merasa seakan-akan ada kekuatan tak terlihat yang mendorongnya untuk segera meninggalkan kamar mandi.
Dengan langkah yang terburu-buru, ia membuka pintu dan melangkah keluar, meninggalkan kabut uap dan pesan misterius di cermin. Jantungnya berdegup kencang, dan pikirannya dipenuhi dengan kenangan tentang Sella.
Dalam keadaan yang licin dan penuh kepanikan, Ara kehilangan keseimbangannya. Kakinya tergelincir, dan dalam sekejap, ia terjatuh dengan keras ke lantai kamar mandi yang dingin.
Kepalanya membentur ubin dengan suara yang mengejutkan, dan dunia di sekelilingnya segera menjadi gelap. Kesadaran Ara menghilang, dan ia terbaring tak bergerak, terengah-engah dalam diam yang tiba-tiba.
Di luar kamar mandi, rumah yang sebelumnya dipenuhi suara gemericik air kini sunyi senyap. Ara, yang tergeletak sendirian, tidak sadar bahwa kejatuhan ini akan membawanya pada serangkaian peristiwa yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Dalam keheningan malam, Luna terlelap dalam mimpi yang mendalam. Di sana, ia bertemu dengan Sella, gadis yang tragisnya telah memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Dengan wajah pucat dan suara yang lembut, Sella berbicara kepada Luna, “Pergilah ke Sekolah Harapan Bangsa.” Kata-kata itu bergema di benak Luna, mengusik tidurnya dengan pesan yang tak bisa ia abaikan.
Ketika fajar menyingsing, Luna terbangun dengan perasaan yang bercampur aduk. Mimpi tentang Sella itu terasa begitu nyata, seolah-olah ada pesan tersembunyi yang harus ia ungkap.