Ava Serenity Williams, putri bungsu Axton Brave Williams, jatuh cinta pada seorang pria bernama Ryan Dome. Ia mencintainya sejak berada di bangku sekolah. Ava bahkan rela menjadi seseorang yang bukan dirinya karena Ryan seakan menuntut bahwa yang akan menjadi kekasih dan istrinya nanti adalah seorang wanita sempurna. Ryan Dome, putra Freddy Dome, salah satu rekan bisnis Axton Williams. Freddy berencana menjodohkan Ryan dengan Ava, hingga menjadikan Ava sebagai sekretaris putranya sendiri. Namun, siapa yang menyangka jika Ryan terus memperlakukan Ava layaknya seorang sekretaris, bahkan pembantunya. Ia menganggap Ava tak pantas untuk dirinya. Ryan bahkan memiliki kekasih saat dirinya dalam status tunangan dengan Ava. Hingga akhirnya Ava memilih mundur dari kehidupan Ryan. Ia mencari ketenangan dan jati dirinya yang hilang, hingga akhirnya ia bisa jatuh cinta sekali lagi. Apakah cinta itu untuk Ryan yang berharap Ava kembali? Ataukah ada pria lain yang siap mencintai Ava drngan tulus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TAK BERARTI APA-APA
“Tuan, aku minta izin untuk cuti besok. Ada sesuatu yang harus kulakukan,” pinta Mario pada atasannya Ryan, selepas pertemuan Ryan dengan Tamara.
“Tidak bisa! Aku sudah menggajimu untuk bekerja satu bulan penuh, jadi kamu tak bisa seenaknya meminta cuti,” ujar Ryan tak suka.
“Tapi, Tuan …”
“Sekali kukatakan tidak, maka akan tetap tidak! Jika kamu masih memintanya, sebaiknya tulis surat pengunduran dirimu,” ucap Ryan dengan penuh amarah.
Mario yang berada di balik kemudi akhirnya diam dan tak menjawab lagi. Ia terus mengemudikan mobil hingga mereka sampai di Kediaman Keluarga Dome. Ryan sendiri berharap Ayahnya belum pulang dan tak terus memaksanya untuk meminta maaf apalagi mengemis pada seorang Ava Williams.
Mobil masuk ke dalam pekarangan dan Mario segera turun sesaat setelah ia menghentikan mobil. Mario membukakan pintu untuk Ryan.
Sebelum Ryan masuk ke dalam, ia menoleh ke arah Mario, “besok ikut denganku keluar kota. Persiapkan semua kebutuhanku. Kita akan meninjau lokasi proyek kerja sama dengan Tuan Phillips.”
Mario menghela nafasnya pelan kemudian menganggukkan kepalanya perlahan sebelum Ryan masuk ke dalam Kediaman Keluarganya. Mario sendiri kemudian melangkah ke arah pos keamanan yang ada di bagian depan.
“Permisi, Uncle,” sapa Mario pada petugas keamanan yang berjaga.
“Sudah mau pulang, Mar?” tanya petugas keamanan yang bernama Robby.
“Sudah, Uncle. Besok saya akan datang lagi,” ucap Mario yang kemudian mengambil motor miliknya yang diletakkan berderet dengan motor milik petugas keamanan itu.
“Hati hati di jalan,” pesan Robby.
“Terima kasih, Uncle.”
Mario pun berlalu dari sana dan bergegas kembali ke sebuah apartemen kecil yang ia sewa dengan harga sangat murah. Ia ingin segera menghubungi kedua orang tuanya.
*****
Pagi ini, Mario telah sampai di Kediaman Keluarga Dome. Ia akan membantu Ryan mempersiapkan kebutuhannya selama berada di luar kota.
“Selamat pagi, Tuan,” sapa Mario pada Freddy, Ayah Ryan.
Freddy menatap Mario tanpa membalas sapaan asisten pribadi putranya itu. Ia malah langsung pergi ke arah ruang gym di mana ia akan menghabiskan paginya di sana.
Mario naik ke lantai atas lalu masuk ke dalam kamar tidur Ryan. Atasannya itu masih berada di atas tempat tidur dan tertidur dengan pulasnya. Dengan perlahan Mario mengambil sebuah koper kecil lalu memasukkan pakaian dan barang barang lain yang mungkin diperlukan oleh Ryan.
Setelah selesai melakukan semuanya, Mario melangkah mendekati Ryan dan membangunkan atasannya itu. Namun, membangunkan Ryan bukanlah hal yang mudah. Dan seperti yang ada di dalam pikiran Mario, Ryan membuka mata dan langsung membentaknya. Ingin sekali rasanya Mario memukul Ryan jika ia tak dapat menahan emosi.
“Keluar!” teriak Ryan.
Mario menghela nafasnya pelan kemudian keluar dari kamar tidur atasannya itu. Seharusnya jika tak suka Mario berada di dalam kamarnya, jangan pernah meminta dirinya untuk membangunkan. Atau memang hidup Ryan belum lengkap jika belum meluapkan emosinya pada Mario?
*****
Tamara Phillips, meminta pada Ryan untuk menjemputnya. Tentu saja dengan senang hati Ryan melakukannya. Saat ini hatinya sedang galau karena Imelda tak menjawab panggilannya sejak kejadian dengan Ava waktu itu.
Saat ini, mereka bertiga berada dalam satu mobil yang sama. Mario mengemudi, sementara Ryan dan Tamara duduk di kursi belakang.
“Kamu sendirian saja?” tanya Ryan membuka pembicaraan.
“Hmm … aku ingin belajar banyak darimu,” jawab Tamara tersenyum tipis.
Ryan sungguh merasa tersanjung, bahkan hatinya semakin berbunga bunga ketika melihat senyuman Tamara yang sedikit malu malu. Tamara terus mencuri pandang ke arah spion, berharap Mario menoleh ke arahnya. Namun sayang sekali Mario begitu fokus mengemudi.
Tamara berusaha terus berbicara dengan Ryan agar Mario memperhatikannya. Ia juga membuat suara suara yang bernada manja. Bukankah pria sangat suka dengan wanita yang bermanja manja dan Tamara ingin Mario melihat ke arahnya. Namun lagi lagi hal itu tak berhasil menarik perhatian Mario.
Saat mereka sampai di kota yang mereka tuju, mereka langsung ke hotel karena mereka akan meletakkan koper mereka dan berencana pergi ke lokasi setelah jam makan siang.
“Silakan, Tuan, Nona,” ucap Mario mempersilakan keduanya lalu memberikan koper mereka masing masing. Ya, Mario lah yang membawakan koper mereka, sementara milik Mario masih berada di dalam bagasi mobil.
Kamar untuk Ryan dan Tamara tepat bersebelahan, sementara kamar untuk Mario berada di lantai yang berbeda karena ia memesan kamar yang paling murah di hotel tersebut.
Sementara itu di Kediaman Keluarga Williams, Ava terlihat berbeda. Senyum terus menghiasi wajahnya pagi ini, membuat Jeanette pun bertanya tanya.
“Ada apa, sayang? Mengapa kamu tersenyum terus seperti itu? Apa ada kabar membahagiakan?” tanya Jeanette.
Ava menganggukkan kepalanya, “Kak Nala akan datang, Mom.”
“Benarkah? Mengapa Aunty Alexa tak mengabari Mommy?” tanya Jeanette.
“Karena hanya Kak Nala dan Uncle One yang datang, Mom.”
“Bagaimana dengan Agha dan Avery? Apa Nala mengajak mereka?”
“Tidak, Mom. Mereka harus tetap sekolah. Kak Nala baru akan mengajak mereka ke sini saat liburan akhir tahun nanti.”
Jeanette menganggukkan kepalanya, tak lama Axton pun datang dan duduk bersama di meja makan, begitu pula dengan Alex. Mereka pun makan bersama, sambil sesekali tertawa saat bercerita.
“Dad senang melihatmu kembali ceria, sayang,” ucap Axton mengusap pucuk kepala putrinya.
Ava tersenyum, “thank you, Dad. Aku berterima kasih atas semuanya dan terima kasih tak memarahiku akan kesalahan dari pilihanku.”
Axton tersenyum, “Dad tahu kamu pasti bisa melihat sendiri apa yang terbaik untukmu. Dad hanya tak ingin kamu merasa dibatasi akan pilihanmu. Bukankah kita akan banyak belajar dari pengalaman?”
Ava memeluk Axton dari samping. Ia merasa sangat beruntung memiliki Axton sebagai ayahnya.
“Lepaskan Dad, sudah besar masih seperti anak kecil saja,” goda Alex saat kakaknya itu akan berangkat ke Perusahaan Williams.
Ava berdecak, “bilang saja iri.”
“Tidak ada ya dalam kamusku. Jika kamu bisa memeluk Dad, aku juga bisa memeluk Mommy,” Alex langsung menghampiri Jeanette lalu memeluk ibunya itu.
Namun, bukan Ava yang marah, melainkan Axton, “Lepaskan istriku! Berani sekali kamu memeluknya!”
Sontak hal itu membuat Alex dan Ava tertawa, begitu pula dengan Jeanette. Axton melihat ke arah ketiganya secara bergantian dan mengerti bahwa mereka sedang mengerjainya.
“Kamu ikut ikutan ya sayang,” Axton pun bangkit dan melangkah mendekati Jeanette, “kamu harus dihukum.”
Axton pun langsung menggendong Jeanette dan membawanya ke dalam kamar tidur mereka. Alex dan Ava yang melihatnya merasa bahagia karena keromantisan yang selalu ditunjukkan oleh kedua orang tuanya.
“Va, apa kamu tak ingin bekerja di Perusahaan?” tanya Alex.
“Aku sedang memikirkannya, Kak. Mungkin setelah Kak Nala kembali ke New York. Aku ingin menghabiskan waktu dengannya terlebih dahulu.”
“Baiklah kalau begitu, kakak akan menunggu saat itu. Kakak pergi dulu,” Alex mengecup pucuk kepala Ava kemudian berangkat. Ava merasa kebahagiaan yang ia dapat sudah begitu besar dari keluarganya. Seorang Ryan Dome tak akan berarti apa apa bagi dirinya, bukan begitu?
🧡🧡🧡
terima kasih Thor dengan ceritanya yang keren
terima kasih kakak Author 🙏🙏
semoga kakak Author selalu sehat, selalu semangat dan selalu sukses dalam berkarya aamiin...
ditunggu karya berikutnya ❤️🙏💪💪💪
semangat tour semoga sehat selalu ditunggu up karya yang baru💪💪💪🥰
trimadong Nia jangan sia sialan kesempatan yg ada di depan mata