Fiona dan Fiora, saudari kembar putri presiden. mereka sudah saling menyayangi sejak mereka masih kecil, saling membantu jika salah satu mereka kesusahan. tetapi saat mereka memasuki usia remaja, Fiora yang merasakan pilih kasih di antara mereka berdua, Fiona yang mendapatkan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tuanya, sementara dia tidak pernah merasakan itu, hari demi hari berlalu kebencian di hati Fiora semakin memuncak karena suatu peristiwa saat dia berkelahi dengan Fiona. Fiora lari meninggalkan istana dengan air mata di pipinya akibat makian ayahnya, sampai detik itu dia tidak pernah kembali ke rumah mereka lagi.
Fiona yang merasakan perasaan bersalah di hatinya memikirkan saudaranya pergi yang tidak pernah kembali lagi, kini mereka sudah dewasa. Fiona mengambil ahli mengurus semuanya bersama Aaron. setelah beberapa waktu banyak terjadi penghianatan di negara itu yg mengakibatkan banyak korban jiwa, siapa menyebabkan itu semua? apakah orang yang paling mereka tidak sangk
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon strbe cake, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kemenangan Gisella
“apa yang sebenarnya terjadi Kevin, mengapa Fiona terlalu sedih hingga menangis seperti itu.” Tanya Robert saat berdiri di samping Fiora. dia melirik sekilas kearah Fiora dengan sinis.
“Tidak Robert kau hanya salah paham. aku hanya memberi Fiora kalung sederhana namun, kalung itu hanya tersisa satu jadi ku pikir Fiona pasti sudah memiliki yang banyak.” Ujar Kevin kepada Robert.
“kau tahu seberapa sedihnya dia Kevin? Matanya bahkan sembab akibat terlalu lama menangis.” Desis Robert.
Fiora hanya terdiam dengan gugup, Ia meremas ujung bajunya dengan erat bersiap menerima kemarahan ayahnya padanya.
“aku sungguh tidak ingin melakukannya Robert.” Kevin menghela nafas mengusap keningnya beberapa kali.
Saat Fiora mengangkat sedikit wajahnya berniat melihat ayahnya. Ternyata Robert sudah lebih dulu memperhatikan Fiona dengan sinis. Fiora tampak semakin sangat gugup menyadari tatapan sinis itu, setelah Ia juga memberanikan diri untuk kembali menatap ayahnya, Ia sesaat menyadari tatapan Robert bukan untuknya namun untuk kalung yang di kenakannya.
“Baiklah aku pergi sekarang.” Robert berbalik meninggalkan mereka berdua.
“kau juga harus kembali Fiora, paman takut ibu mu mungkin sedang mencarimu.” Ucap Kevin sambil kembali membuka dokumen di mejanya.
“Sampai jumpa paman.” dengan tatapan terakhir Fiora melambaikan tangannya kepada Kevin saat Ia berjalan pergi.
Fiora berjalan dengan semangat berjalan menelusuri lorong di hadapannya, sambil menyenandungkan sebuah lagu, Fiora terus memegangi kalung pemberian Kevin dengan perasaan senang.
“Kau tidak akan bisa menangkap ku.” Seru Ami, dia terus tertawa saat berlari dengan cepat di depan Filip. Ami terus melihat ke belakang tanpa menyadari apa pun di hadapannya.
Sementara itu Filip berusaha berlari dengan cepat mengerahkan seluruh tenaganya untuk menangkap Ami.
Bruk! Ami menabrak Fiora dengan sangat keras.
Fiora segera terjatuh hingga kepalanya terbentur di keramik lantai.
“aduh s-sakit.” Rintih Fiora mengangkat tubuhnya perlahan sambil memegangi kepalanya yang sakit.
Ami yang segara berdiri mengangkat Fiora dengan menarik lengannya.
“Maaf, maafkan aku sungguh, aku tidak sengaja menabrak mu.” Ami segera memeriksa keadaan Fiora dengan cemas.
Filip segera berhenti di samping mereka, menatap Fiora dengan diam.
Fiora terus memegangi kepalanya yang sakit dengan meringis.
“Apa yang salah dengan mu mengapa kau menabrak ku, lihat kepala ku sangat sakit sekarang. Aku akan memberitahu ibu.” Ucap Fiora.
Mata Ami segera terbelalak takut. Ia tahu ibunya sendiri akan menghukumnya dengan sangat keras jika tahu Ami berbuat kesalahan lagi.
“tidak kumohon, sungguh maafkan aku, jangan beritahu ibu mu, aku akan mengobati luka mu yang sakit.” Ami memohon dengan menggenggam erat tangan Fiora dan menatapnya.
“bukankah dia sangat mirip dengan anak paman Robert...” gumam Filip.
Jantung Ami mulai berdetak dengan lebih cepat, Ia tersadar dengan siapa dia berhadapan sekarang. Ami tahu keluarga itu sangat disegani di sini, tidak ada seorang pun yang berani dengan mereka.
Fiora tahu ayahnya pasti sangat marah jika seseorang yang mereka tidak kenal melihat dirinya, meskipun Fiora tidak tahu maksud itu. Dia segera menarik tangannya dari Ami hingga terlepas.
“aku sudah tidak kenapa-kenapa, kepalaku tidak sakit lagi.” Ucap Fiora.
“kau yakin? Aku akan mengobati mu sekarang, tapi tolong jangan beri tahu kejadian ini dengan siapa pun, ibuku hanya seorang pelayan aku takut mereka akan memecatnya karena ku.” Mata Ami mulai berkaca-kaca.
Fiora menganggukkan kepalanya perlahan.
“tidak, sepertinya kita salah orang Ami, yang aku lihat anak paman Robert memiliki mata berwarna kehijauan sementara dia tidak.” Bisik Filip.
“aku pergi sekarang.” Fiora segera melangkahkan pergi di antara mereka Ami dan Filip dengan langkah cepat.
Ami dan Filip hanya terdiam memandangi sosok Fiora yang perlahan mulai hilang di tikungan lorong.
Fiora membuka pintu di hadapannya perlahan, lalu melangkah masuk kembali menutup pintu di belakangnya.
Terdengar suara tawa Rose dan Rosella yang memenuhi ruangan itu dengan Gisella yang terpojok di sana.
Fiora segera berlari kearah ibunya memeluk pinggul Rosella dengan erat bersandar di sana.
“Sayang, kau sudah selesai bermain dengan Fiona? Di mana kakak sekarang.” Tanya Rosella.
“Aku tidak tahu Bu, tapi aku dengar ayah sudah menidurkan kakak.” balas Fiora. dia memanjat kaki jenjang Rosella berniat untuk duduk di pangkuan ibunya.
“hati-hati.” Gumam Rosella, dia mengangkat Fiora lalu mendudukkannya di atas pahanya.
Fiora melihat meja yang penuh dengan kartu berserakan di mana-mana.
“sekarang giliran ku untuk menang.” Tawa kejam Gisella saat dia dengan sombong mengambil tumpukan kartu dari tangannya yang lain lalu meletakkannya di meja. Dia mengangkat sebelah alisnya kepada Rose.
Rose melirik ke meja dengan sinis dibalik tumpukan kartunya, dia kemudian mengangkat sedikit wajahnya dengan seringai kecil, lalu mengambil salah satu kartunya meletakkannya di atas kartu milik Gisella
“kena kau.” Sinisnya.
Gisella dengan cepat menyingkirkan tangan Rose untuk memeriksa kartu.
“tidak, tidak lagi.” dengan frustrasi, Gisella menggenggam erat rambutnya dengan kedua tangannya sendiri memperlihatkan wajah kekesalan sekaligus kekalahan.
Rosella tertawa terbahak-bahak menepuk bahu Gisella beberapa kali.
“lagi-lagi joker mengalahkan mu.” Ucapnya di sela-sela tawanya.
“diam kau.” Gisella menarik kursinya ke samping menjauh dari Rosella.
“mengapa kau menjauh dariku, aku juga ingin bermain kau tahu kakak.” rayu Rosella dengan nada main-main.
“Firasatku memang sudah benar, kalian pasti bersekongkol agar aku tidak menang. dan kau... Kau pasti mengintip kartu milikku kan.” Tuduhnya kepada Rosella.
Tawa Rosella semakin tidak terkendali, dia memukul meja dengan keras berkali-kali membuat tumpukan kartu sedikit terangkat dan Fiora yang hampir terjatuh dari pangkuannya.
“ibu aku hampir jatuh.” Ucap Fiora menggeserkan tubuhnya untuk mengatur posisi lagi.
Rose juga tidak bisa menyembunyikan tawanya saat melihat adiknya yang kesal, lalu adiknya yang satu lagi tertawa dengan keras.
“kau memang tidak mahir bermain ini Gisella, akui saja kekalahan mu.” Ujar Rose.
“tertawalah sepuas mu Rosella, tunggu saja.” Sinis Gisella. dia mengambil tumpukan kartu lalu mulai membaginya lagi kepada Rose dan Rosella.
Rosella menghentikan tawanya perlahan dengan nafas terengah-engah. dia mengambil tumpukan kartu di hadapannya lalu mengangkatnya sedikit, senyuman kembali terlihat di bibirnya saat Rosella mengambil salah satu kartu lalu menciumnya dan meletakkannya ke di tengah meja.
“As hati tapi ini tidak terlalu buruk kan.” Ejeknya kepada Gisella.
“aduh sayangnya aku tidak punya joker lagi.” Gumam Rose dengan sengaja mengeluarkan semua kartu miliknya yang tidak bernilai.
Gisella mengintip kartunya sedikit dengan perasaan gugup, simbol raja hati mulai terlihat sedikit terlihat.
“Sayang sekali permainan berakhir dengan kalian yang kalah.” Gisella segera meletakkan kartu Raja hati di samping kartu As hati milik Rosella.
Gisella segera berteriak kemenangan dengan semangat membarah.
Rosella dan Rose hanya terdiam menatap satu sama lain dengan senyuman di wajah mereka, membiarkan Gisella menikmati kemenangannya setelah kekalahan berkali-kali.