Ta'aruf yang dilakukan Ustad Yunus dengan Naya terhalang oleh restu orang tua.
Disaat itu, Papi Yohan seperti mendapatkan angin segar dan membuatnya makin gencar mendekatkan anaknya yang bernama Yumna untuk bersanding bersama Ustad Yunus. Sampai-sampai dia nekat melakukan ide diluar nalar.
Apakah ide tersebut? Dan apakah benar, anaknya Yumna adalah jodoh untuk Ustad Yunus? Atau malah Naya, yang ternyata adalah jodohnya?
Yuk simak selengkapnya hanya di novel ini~
jangan lupa juga untuk follow IG Author @rossy_dildara karena banyak visual novel dan informasi lainnya di sana☺️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rossy Dildara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Kalian berdua sama saja!
Sebelumnya....
"Pokoknya aku nggak mau tau, kamu hari ini harus bisa membawa si Boy, Ron! Dan bila perlu sama Uminya juga!" tegas Papi Yohan dengan penuh penekanan.
"Baik, Pak. Siap laksanakan." Roni mengangguk cepat. Tapi sebelum dirinya melangkah keluar dari kamar itu, Papi Yohan kembali berbicara.
"Nanti kamu juga minta Ustad temannya si Boy itu siapa namanya? Mertuanya si Joe. Buat datang ke sini juga, ya?"
"Ustad Hamdan maksudnya, Pak?" tebak Roni.
"Iya." Papi Yohan mengangguk. "Bilang juga padanya, suruh ajak Pak RT-nya sekalian."
"Iya, Pak." Roni mengangguk lagi, kemudian buru-buru keluar dari sana.
Papi Yohan akan melakukan rencana selanjutnya, yakni menikahkan Ustad Yunus dan Yumna dengan segera.
Namun, pernikahannya itu adalah pernikahan siri. Sebab Ustad Yunus sendiri tak menyiapkan berkas apa-apa dan itu atas usul dari dokter yang merupakan temannya.
Ide itu diambil karena Papi Yohan sendiri takut jika nantinya Ustad Yunus atau Yumna berubah pikiran, yang berujung dengan kegagalan.
Jadi untuk mengantisipasi, lebih baik mereka dinikahkan sekarang. Setelah itu barulah mereka menikah secara resmi berbarengan dengan pesta yang akan dibuatnya nanti.
"Mami, Papi ... apa ini nggak terlihat terburu-buru, ya? Aku bahkan belum ngobrol dulu sama si Boy ...," keluh Yumna dengan raut kesal.
Saat ini dia sedang terduduk di sofa dengan didandani oleh dua orang perias pengantin yang Mami Soora sewa. Bahkan Yumna pun sudah memakai kebaya putih dan juga stelan rok batiknya.
"Lebih cepat lebih baik, Yum, dan lagian lebih bagus nanti kamu ngobrolnya di dalam kamar saja. Setelah kalian sudah sah menjadi suami istri," jawab Mami Soora dengan entengnya.
"Iya, sekalian wikwikk dimalam pertama." Papi Yohan menimpali, lalu tersenyum menatap anaknya yang sudah terlihat begitu cantik bak bidadari. "Tapi kamu masih perawan 'kan, Yum?"
"Papi ini apaan, sih? Kok nanyanya ke situ-situ? Nggak sopan banget tau!" ketus Yumna yang tak mau menjawab. Sebab menurutnya pertanyaan itu tak pantas dilontarkan, apalagi ada dua orang asing juga di sana yang ikut mendengarkan.
"Ya Papi 'kan cuma nanya, Yum. Maaf kalau misalkan itu membuatmu tersinggung. Tapi kamu pasti senang banget, kan, bisa menikah dengan si Boy?" Alis mata Papi Yohan sudah naik turun, menggoda Yumna. Namun sungguh, perempuan itu merasa muak sekali melihatnya. Hanya saja dia tak bisa apa-apa.
"Aku? Seneng?" Yumna menunjuk wajahnya sendiri dengan jengah. "Apa nggak salah? Yang ada Mami sama Papi kali yang seneng. Aku menikah juga atas permintaan kalian!"
"Tapi yang menjalani 'kan kamu. Dan kamu juga yang beruntung, karena dapat perjaka ting-ting. Kalau perempuan masih ting-ting itu biasa, Yum. Tapi kalau laki-laki ... baru luar biasa."
"Ya iyalah masih perjaka, orang dia belum nikah. Papi ini nggak usah konyol deh."
"Bukan konyol. Tapi banyak kok ... diluar sana yang sudah nggak perjaka meskipun belum menikah, Yum," tegur Papi Yohan memberitahu. "Kamu ini ngerti nggak, sih, perjaka yang Papi maksud?"
"Maksud Papi, perjaka itu yang belum pernah berhubungan badan sama sekali, Yum. Bahkan belum pernah mengeluarkan pelurunya juga." Mami Soora memperjelas, takutnya anaknya memang tidak paham.
"Ah mau perjaka atau nggak perjaka juga apa pentingnya? Lagian nggak kelihatan juga kalau cowok. Jadi nggak ada yang istimewa." Yumna mencebik bibir tak peduli.
Dia sendiri tidak pilih-pilih dengan status seorang pria, asalkan pria itu mapan dan tampan baginya itu sudah sempurna.
"Ya tentu istimewa lah, Yum. Kan pengalaman pertamanya itu bersamamu. Gimana, sih?" Papi Yohan menimpali.
"Nggak pernah berhubungan badan tapi sering ngocok mah percuma, Pi. Sama-sama nggak perjaka."
"Ya bedalah, tapi si Boy juga nggak mungkin ngocok lah, Yum. Sembarangan aja kamu kalau ngomong! Papi yakin dia masih ting-ting!"
"Ah terserah deh." Yumna memutar bola matanya jengah. Lama-lama dia malas meladeni, terlebih dia jadi makin membenci Ustad Yunus.
"Saat nanti kamu bertemu dengan Boy, Mami mau kamu jangan pernah mengeluarkan kata-kata yang membuatnya sakit hati. Jaga juga sopan santunmu, ya, Yum," tegur Mami Soora menasehati.
"Kenapa?"
"Kok kenapa? Kan dia sebentar lagi akan jadi suamimu."
"Panggil juga dia Mas Boy mulai sekarang, jangan dengan sebutan nama karena itu nggak sopan!" balas Papi Yohan menimpali.
Yumna hanya bisa menggertakkan giginya dengan wajah memerah. Dia menahan rasa kesal di dadanya.
'Menyebalkan! Nggak Mami nggak Papi ... kalian berdua sama saja! Sama-sama doyan maksa dan sama-sama terlalu berlebihan kepada si Boy! Suatu saat kalian pasti akan menyesal, setelah tau buruknya dia. Dan aku akan membuktikan ... kalau dia nggak sesempurna yang kalian pikirkan!' Yumna menyeru dalam hati dengan rasa jengkel, tapi untuk mengungkapkannya dia tidak bisa.
...Iya... buktikan saja, Yum, kalau bisa itu juga🤣🤣...
hanya sebuah kalung saja 😂😂
mana ada sih anak rela harta orang tua dikasih sama mas boy 🤭
berarti terkotok kotok ... 🤭😂😂