Zahira Maswah, siswi SMA sederhana dari kampung kecil yang jauh dari hiruk-pikuk kota, hidupnya berubah total saat ia harus menikah secara diam-diam dengan Zayn Rayyan — pria kota yang dingin, angkuh, anak orang kaya raya, dan terkenal bad boy di sekolahnya. Pernikahan itu bukan karena cinta, melainkan karena keadaan yang memaksa.
Zahira dan Zayn harus merahasiakan pernikahan itu, sampai saatnya tiba Zayn akan menceraikan Zahira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10_Dua Dunia
Zahira meringkuk di atas tempat tidurnya. Kamar itu sunyi, hanya ada suara jarum jam berdetak perlahan di dinding dan sesekali suara angin malam yang menerobos lewat celah jendela. Matanya menatap langit-langit, tapi pikirannya mengembara jauh. Ada perasaan tidak nyaman yang sulit ia pahami. Hampa. Ganjil. Sunyi yang menggigit.
Ini adalah kali pertama dalam hidupnya ia jauh dari rumah. Tidak ada suara ibu memanggilnya untuk makan. Tidak ada ayah yang tiba-tiba pulang membawa jajanan dari warung. Semuanya terasa asing. Bahkan dirinya sendiri terasa asing.
Ia memeluk bantal dan menarik selimut hingga ke dagu. “Apa aku akan baik-baik saja di sini?” bisiknya lirih.
Zayn telah mengatakan bahwa pernikahan mereka hanya akan berlangsung dua tahun. Setelah itu, talak akan jatuh. Dan selama dua tahun ini, ia akan menjadi tanggungan pria itu. Tapi Zahira tidak nyaman dengan peran itu. Ia bukan tipe perempuan yang suka bergantung. Ia ingin mandiri, ingin berjuang sendiri. Tapi kenyataannya? Bahkan untuk menentukan arah hidup saja, ia belum tahu harus bagaimana.
Ia berguling ke kanan, lalu ke kiri, mencoba mencari posisi nyaman. Hatinya gelisah. Ia mengambil ponsel pemberian Zayn, lalu membuka kontak. Hanya ada satu nama: Zayn.
Ia ingin menelpon, atau sekadar mengirim pesan. Tapi teringat pesan Zayn: “Kalau enggak penting banget, jangan hubungi gue.”
Zahira menarik napas pelan. Ia urungkan niatnya. Malam itu pun ia habiskan dalam kebisuan, hanya ditemani gemuruh hatinya sendiri.
Keesokan harinya, matahari bersinar cerah, seakan tidak peduli bahwa ada seseorang yang semalam hampir menangis karena sepi. Zahira berdiri di depan cermin mengenakan seragam sekolah barunya. Seragam yang tampak kebesaran, tapi tetap ia kenakan dengan rapi.
Zayn telah mengurus semua keperluan sekolahnya. Mulai dari pendaftaran hingga seragam dan buku-buku. Tapi bukan di sekolah yang sama dengan Zayn. Pria itu memilihkan sekolah biasa untuknya. Katanya, agar mereka punya jarak dan batas. Lagipula, menurut Zayn, sekolah elit tidak cocok untuk Zahira.
Zahira tidak protes. Ia tahu tempatnya. Ia sadar diri.
Di sekolah barunya, Zahira merasa seperti alien. Semua terasa berbeda. Ia hanya duduk diam di kelas, tidak tahu harus bagaimana memulai percakapan. Ia memang pendiam. Tidak pandai basa-basi. Teman-teman sekelasnya ramai bercanda, ada yang berlarian ke kantin, ada yang sibuk membahas sinetron favorit.
Zahira menghela napas, kemudian berdiri dan keluar kelas. Tempat yang pertama kali muncul di pikirannya adalah perpustakaan.
Di sana ia duduk di pojok, membuka buku secara acak. Tak benar-benar membaca, tapi cukup untuk menenangkan pikiran. Sesekali ia menatap keluar jendela, berharap waktu cepat berlalu.
“Hei, anak baru ya?” suara laki-laki mengejutkannya.
Zahira mendongak. Seorang siswa dengan seragam agak kusut berdiri di hadapannya. Ia menarik kursi dan duduk terbalik—sandaran kursi ia hadapkan ke depan. Gaya duduk yang sangat santai, seperti sudah akrab sejak lama.
“Ya,” jawab Zahira kikuk.
“Ardiansyah,” ujarnya, mengulurkan tangan.
Zahira menatap tangan itu, lalu menangkupkan kedua tangannya di depan dada. “Maaf,” katanya sambil tersenyum kecil. Ia tidak bersentuhan dengan pria non mahram.
Ardiansyah menarik tangannya kembali, lalu tersenyum. Entah tulus atau mengejek, Zahira tak bisa menebaknya.
“Pindahan dari pesantren?” tanya Ardiansyah sambil menyender santai ke kursi.
Zahira menggeleng pelan, “bukan.”
“Orang mana?”
Zahira mulai merasa risih. Ia tak ingin menjawab terlalu banyak. Terlebih, ia sadar statusnya sekarang adalah istri orang—meskipun itu bukan pernikahan cinta, tetapi akadnya sah. Ia tidak ingin terlalu dekat dengan lelaki lain.
“Maaf, saya harus kembali ke kelas.” Zahira segera berdiri dan meninggalkan perpustakaan, meninggalkan Ardiansyah yang masih menatap punggungnya dengan pandangan penasaran.
Sementara itu, di sekolah elit, Zayn duduk santai di ruang belakang sekolah bersama geng-nya. Di sana ada Ryu, Axel, dan Riu. Mereka duduk melingkar sambil mengisap minuman kaleng dan membicarakan balapan liar yang biasa mereka ikuti.
“Jadi, lu beneran nggak bisa ikut balapan lagi?” tanya Riu sambil menggoda.
“Anjir, bisa ketawa tuh geng Venom kalau tahu kita kekurangan pembalap gara-gara lo dicabut izinnya,” celetuk Axel, tertawa.
Zayn mendengus, “lu pikir gue senang begini? Kalau bokap nyokap gue tahu gue masih ikut balapan, bisa-bisa mobil gue ditarik semua.”
“Lagian Luh enak tinggal nikmatin harta orang tua, malah cari gara-gara,,” ujar Ryu sambil menepuk pundaknya.
Zayn mendongak, wajahnya masam, “bacot luh.”
Tiba-tiba Axel berseru, “eh, tuh si Clara datang.”
Clara, si ratu sekolah, melenggang masuk dengan langkah anggun. Ia memakai rok di atas lutut dan blouse pas badan. Rambutnya terurai sempurna, dan senyum manisnya langsung tertuju pada Zayn.
“Hallo, baby,” sapa Clara sambil duduk di sebelah Zayn dan membelai wajahnya.
Zayn menepis tangannya. “Jangan pegang gue.”
Clara cemberut, “lo ke mana aja sih? Beberapa hari enggak masuk. Gue kangen, tau.”
Zayn meliriknya dingin, “gue sibuk.”
Clara mencubit kecil lengan Zayn, "sibuk apa sih? Atau jangan-jangan… kamu lagi main belakang ya?”
“Udah, Clara. Gue lagi enggak pengen diganggu.”
Clara mendengus, berdiri, dan melangkah pergi dengan langkah genit dan sengaja menggoyangkan pinggulnya. Zayn hanya menghela napas. Dalam hatinya, ia tahu… perempuan seperti Clara bukan untuk dicintai. Hanya sekadar hiburan, bukan pendamping hidup.
Entah kenapa pikirannya melayang pada Zahira. Gadis pendiam yang ia nikahi karena terpaksa.
*****
Langkah Zahira menyusuri koridor terasa berat. Suara sepatu pelan menjejak lantai seolah ikut menirukan keraguan yang ada dalam hatinya. Ia berjalan kembali ke kelas dengan kepala sedikit tertunduk. Saat lewat di depan lapangan, beberapa siswa tengah bermain bola, tertawa riang tanpa beban. Zahira hanya melirik sekilas, lalu mempercepat langkah.
Saat ia masuk ke dalam kelas, sebagian besar siswa sudah kembali dari kantin. Beberapa masih berdiri mengobrol di dekat papan tulis, sebagian lain duduk di bangkunya masing-masing. Zahira melangkah pelan ke kursinya di barisan tengah, duduk tanpa suara, dan membuka buku catatan meskipun pelajaran belum dimulai.
Tak lama kemudian, suara langkah cepat terdengar dari pintu. Seorang gadis berkuncir dua menghampirinya dengan senyum lebar, “Lo Zahira, ya? Anak baru itu?”
Zahira mengangguk pelan.
Gadis itu tanpa malu langsung duduk di kursi kosong di sebelahnya, “ Gue Sarah, tadi gua lihat lu di perpustakaan. Suka baca, ya?”
Zahira terkejut dengan sambutan yang tiba-tiba itu, tapi ia merasa sedikit lega, "iya… lumayan.”
“Wah, keren! Gua juga suka baca. Tapi bukunya komik,” ujar Rani sambil tertawa kecil. “Lo pindahan dari mana?”
Zahira ragu sejenak sebelum menjawab, “dari kampung…”
Rani mengangguk-angguk, lalu mencondongkan badan sedikit, berbisik, “tadi Lo ngobrol sama Ardiansyah ya? Hati-hati sama dia, anaknya terkenal suka iseng.”
Zahira menoleh cepat, “iseng gimana maksudnya?”
“Ya gitu, suka godain anak baru. Apalagi kalau cewek pendiam dan manis kayak Lo. Hati-hati aja, udah banyak korbannya soalnya," ujarnya.
Zahira terdiam. Ia hanya mengangguk pelan, lalu kembali menunduk menatap buku kosong di mejanya.
“Eh tapi tenang aja, nanti gua kenalin lo sama teman-teman yang baik. Biar Lo enggak sendirian terus,” kata Rani lagi, kali ini sambil mengusap lengan Zahira dengan lembut.
Ucapan itu membuat hati Zahira sedikit hangat. Ia tersenyum kecil, "makasih, Rani.”
Sebelum Rani sempat membalas, guru masuk ke dalam kelas, dan semua siswa segera kembali ke tempat duduk mereka. Pelajaran dimulai, tapi pikiran Zahira masih tersisa pada kata-kata Rani.
Mungkin hari ini tidak seburuk itu, batinnya. Mungkin, ia tidak akan sepenuhnya sendirian.
Saat jam istirahat kedua tiba, Rani benar-benar menepati janjinya. Ia menarik Zahira keluar kelas dan memperkenalkannya pada dua temannya yang lain—Nadia dan Fitri. Mereka tampak hangat dan ramah, tidak seperti bayangan Zahira sebelumnya tentang anak-anak kota yang cuek.
“Ayo ikut kita ke kantin!” ajak Nadia.
Zahira sempat ragu. Biasanya, saat jam istirahat, ia hanya diam di kelas atau ke perpustakaan. Tapi entah mengapa, kali ini ia mengangguk. Mungkin karena hatinya mulai membuka diri, atau mungkin karena ia lelah menjadi orang asing.
Di kantin, mereka duduk di meja pojok, mengobrol sambil menikmati gorengan dan teh manis. Zahira lebih banyak mendengarkan, sesekali tersenyum, kadang mengangguk. Ia merasa seperti sedang menyaksikan hidup baru yang belum sepenuhnya ia mengerti, tapi tidak menolak kehadirannya.
“Eh, Zahira… Lo tinggal sama orang tua atau gimana?” tanya Fitri tiba-tiba.
Zahira tercekat sesaat. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan kegugupannya, “Aku tinggal… sendiri,” jawabnya singkat.
Fitri tampak ingin bertanya lebih lanjut, tapi Rani cepat menyela, “dia anak perantauan, Fit. Biasa lah, seperti kita-kita juga.”
Zahira menatap Rani dengan pandangan berterima kasih. Rani hanya mengedipkan mata dan tersenyum.
Begitu bel masuk berbunyi, Zahira dan teman-teman barunya kembali ke kelas. Kali ini langkah Zahira terasa lebih ringan. Ada senyum kecil yang muncul di bibirnya. Mungkin hidupnya tidak sesuram yang ia bayangkan.
lanjut Thor mau lihat seberapa hebat Zahira bisa melalui ini semua
dan cerita cinta di sekolah ini pastinya yg di tunggu ,,rasa iri, cemburu dll
apa sekejam itu Thor di sana ?
selipin cowok yg cakep Pari purna yg tertarik ma Zahira mau tau reaksi suami nya,,kalau ada seseorang yg suka pasti membara bak 🔥
ayah zayn atau ayah ardi?.
kalo ayah zayn..
apakah ingin zahira twrsiksa dan dibully di sekokah zayn?
apa gak kauatir klao terbongkar pernikahan mereka?
❤❤❤❤❤❤
atau carikan sekolah lain.
❤❤❤❤❤
use your brain