Kisah Kita Telah Usai

( POV Haruna 2 )

Dunia memang sempit sekali bukan? Manusia aneh yang ingin aku hindari, ternyata kini berdiri di depan mata ku. Masih dengan senyum jahilnya, ia mengulurkan tangan. Mau tidak mau aku menyambutnya demi kesopanan, dan agar Dewa tidak curiga. Kami berdua seolah kompak, membunyikan fakta bila pernah berjumpa.

"Sayang, kenalkan ini Frans. Sepupu jauh ku, yang baru datang dari melanglang buana" Dewa memperkenalkan, kami berdua. Aku segera menyambut uluran tangannya, telapak tangan Frans yang besar terasa hangat menggenggam tangan ku.

'Sepupu ?' mimpi apa aku semalam, bertemu dengan manusia tanpa akhlak. Dan dia bersaudara dengan Dewa.

'Gila..! ini sungguh di luar nalar ku' keluh ku dalam hati. Jari telunjuknya, dengan berani menggelitik telapak tangan ku. Ada sensasi yang berbeda, kala tangan kami saling bersentuhan. 'Ah dasar buaya darat, pesonanya sungguh sulit di abaikan begitu saja' bisik hati ku lagi.

"Run, kenapa bengong?" tanya Dewa, menepuk bahu ku lembut. Aku tersadar dari pikiran ku sendiri yang berkelana jauh, berdiri terpaku didepan Frans sungguh amat sangat membagongkan.

"Pesona ku ternyata belum luntur juga, ya" kata-kata, juga senyum Frans membuat ku mati gaya.

"Sorry, a..ku tadi sedikit lelah" ucap ku terbata, memberi alasan. Iya memang capek rasanya mengendarai mobil sendirian, mana sebelumnya aku bersitegang dengan Lintang juga dongkol pada lelaki sok kecakapan ini.

"Aku kan sudah bilang, kalo kemana-mana harus dengan sopir. Kamu malah pengen sendiri, gak mau nurutin nasehat ku" suara Dewa mengomeli aku, yang hanya terdiam.

"Silahkan duduk, Frans. Aku ingin dengar cerita seru petualangan mu, di negri orang."

"Enggak ada yang istimewa, semua sama pada akhirnya. Aku rindu kampung halaman, serta keluarga yang ku tinggalkan."

"Bukannya kamu memilih pergi, karena ingin menghilangkan bayang-bayang kesedihan?"

"Itu dulu, sebelum aku sadar. Ternyata masalah harus di hadapi, bukan untuk di hindari."

"Bagaimana dengan betina-betina cantik, yang kamu tinggalkan?"

"Hahaha!" Frans tertawa terbahak-bahak. "Masih cantik kan, betina tanah air" lanjutnya, menatap wajah ku lekat-lekat.

"Pandangan mata mu, harap di kondisikan!" seru Dewa keras.

"Jangan galak-galak sepupu apalagi sampai cemburu, aku cuma menikmati ciptaan Tuhan yang paling indah" kilah Frans, masih dengan tingkah konyolnya.

"Mereka hanya butuh uang ku, bukan diri ku seutuhnya" keluh Frans pura-pura sedih. Bahunya luruh, serta pandangan matanya sayu. "Tapi itu semua bohong, aku hanya ingin bertualang di negri sendiri. Cewek-cewek lokal lebih seksi, di banding keluaran Eropa."

"Dasar playboy! Bilang aja, udah gak laku di sana" gerutu Dewa.

"Sembarangan, gini-gini juga masih bisa dapet cewek muda juga cantik" ucap Frans sombong.

"Kenapa gak nikah aja?"

"Belum dapet hilal, menuju ke arah situ."

"Hahaha!" tawa mereka berdua, menggema di ruangan.

'Aneh, Apanya sih yang lucu?' Aku heran, dengan tingkah ke duanya. Sambil mendengarkan celotehan mereka, aku menggulir berita-berita terhangat di sosial media. Diam-diam telinga ku mendengarkan, kedua orang sepupu yang berbicara kesana-kemari. Untuk masuk ke dalam topik percakapan, aku tidak mengerti dan lebih banyak menyimak. Dugaan ku pasti Frans patah hati,dan ingin menyembuhkan lukanya. Orang seperti Frans dengan tingkah laku yang ajaib, tentu mudah mendapatkan perempuan. Makhluk konyol yang teramat pede, yang kini duduk menyilangkan kedua kakinya dengan angkuh.

****

"Siapa Frans sebenarnya?" tanya ku pada Dewa, ketika sedang dalam perjalanan pulang. Ia terlihat, mengikuti laju mobil yang di kendarai suami ku.

"Sudah ku bilang, ia sepupu jauh ku. Kenapa kamu penasaran dengannya?"

"Hanya merasa aneh saja, ia tidak seperti orang yang patah hati."

"Pantang bagi Frans patah hati, hari ini putus cinta esok sudah dapat pengganti. Uangnya bejibun tak terhitung, cewek-cewek antri seperti semut mengerubungi gula."

"Sekaya itukah ia?" tanya ku takjub.

"Orangtuanya meninggal kecelakaan pesawat, ia mewarisi perusahaan peninggalan mereka" terang Dewa, yang membuat ku tanpa sadar berkhayal 'andai ia jadi pasangan ku.'

Tiba di rumah, ku lihat Lintang sedang menyirami tanaman bunga. Segera ku hampiri dirinya, sedangkan Dewa langsung masuk ke dalam. Lintang tampak menikmati kegiatannya, tanpa terganggu kedatangan kami. Dengan daster rumahan bermotif bunga-bunga kecil, ia seperti pembantu rumah tangga.

"Hai jongos baru! Kerja yang bener, jangan banyak melamun" tegur ku, mengagetkan dirinya yang terlihat menikmati pekerjaannya.

Lintang membelalakan matanya, sepertinya ia tersinggung dengan ucapan ku. Itu terlihat dari hidungnya kembang kempis, menahan amarah. Bodo amat, biasanya juga ia yang akan membully ku. Kali ini sambil berkacak pinggang, aku mulai menunjukkan siapa diri ku. "Heh, bengong aja! awas lalat masuk" seru ku keras. "Kamu mau bulan depan, gaji mu aku potong..."

"Kalo kamu di pecat, datang saja padaku. Di jamin, kamu bakal aku ratu kan" suara yang tegas, terdengar ditelinga ku. Aku membalikkan badan, dan menemukan Frans berjalan ke arah kami.

"Kak Frans!" pekik Lintang riang, selang yang sedang di pegangnya dilepaskan begitu saja. Airnya berhamburan ke mana-mana, sebagian memercik mengenai wajah juga pakaian ku.

Selalu saja ia berbuat ulah, yang selalu merugikan diri ku. Ah, kapan ia berlaku sopan pada yang lebih tua? Mereka berpelukan sesaat, tanpa melihat keadaan ku yang basah kuyup.

"Lintang, i Miss you so much."

"Really?"

"Yeah, di eropa gak ada yang secantik kamu."

"Shut up! Kalo aku cantik, kamu gak akan tinggalin aku sepupu. Dasar tukang bohong!"

Suara-suara saling bersahutan, terdengar miris di telinga ku. Tanpa mau membantu aku, yang seperti ayam kecemplung got. "Argh...sial!"

****