" Dia tidak mencintaimu, dia mencintaiku. Dia tidak ingin menikahi mu, akulah satu-satunya wanita yang ingin dia cintai. Kami saling mencintai, tapi karena beberapa hal kami belum bisa mewujudkan mimpi kami, berhentilah untuk menolak percaya, kami sungguh saling mencintai hingga nafas kami berdua amat sesak saat kami tidak bisa bersama meski kami berada di ruang yang sama. " Begitulah barusan kalimat yang keluar dari bibir indah wanita cantik berusia tiga puluh tahun itu. Tatapan matanya nampak begitu sendu dan ya tega mengatakan apa yang baru saja dia katakan. Rasanya ingin marah Ana mendengarnya, tapi bisa apa dia karena nyatanya memang begitu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
" Setelah semua ini selesai, mari kita urus perceraian dengan pasangan kita. Aku tidak bisa kalau menunggu terlalu lama lagi. " Ucap Jordan yang kini tengah beralasan mengambil air minum saat tengah malam demi menemui Soraya yang juga sedang berada di dapur dengan alasan yang sama.
Soraya terdiam sembari menggigit bibir bawahnya. Dia nampak sangat berpikir keras setiap kali Jordan mengajaknya buru-buru menikah. Sebenarnya dia juga ingin sekali menikah dengan Jordan, tapi bagaimana dengan orang tuanya yang begitu menyayangi Kendra? Kendra juga banyak sekali membantu orang tuanya, pasti akan menjadi pukulan terberat kalau sampai dia bercerai dengan Kendra demi pergi dengan pria lain.
" Jordan, mari tunggu sebentar lagi ya? Ada banyak alasan untuk kita bertahan sebentar lagi. Ibu dan Ayahku, Ibumu, kita semua dalam keadaan yang tidak bisa melakukan apapun sekarang ini. "
Jordan mengeraskan rahangnya. Sudah benar-benar tidak tahan dengan situasi sekarang ini. Ana, gadis itu semakin menjadi dengan tingkah dan ancamannya, Soraya juga selalu mesra dengan suaminya membuat Jordan berasa gila setiap harinya.
" Aku benar-benar tidak mengira kalau pada akhirnya kita akan menjadi seperti ini. " Ujar Jordan seraya mengusap wajahnya dengan kasar. Padahal dia sudah menyiapkan rumah untuk ditinggali bersama Soraya, perabotan juga sudah lengkap disana, tabungan untuk masa depan bersama, semua itu kenapa menjadi tidak meyakinkan untuk bisa mereka lakukan?
Soraya menatap pilu Jordan yang terlihat begitu stres. Dia meraih tangan Jordan dan menggenggamnya erat, Soraya ingin memeluk Jordan karena tidak tega melihat pria yang ia cintai terlihat begitu sedih, tapi suara Ana membuatnya harus menjauh secepat mungkin.
" Kalian sedang mendiskusikan apa? "
Soraya dengan cepat menarik tangannya dai tangan Jordan, meraih gelas yang sudah di isi air minum.
" Kami hanya sedikit berbincang kok. " Ujar Soraya. Dia tersenyum kepada Ana, lalu berjalan pergi dari sana karena tidak ingin mendengar pertanyaan dari Ana. Iya, Jordan sudah menceritakan segalanya, tapi dia tidak bercerita bahwa Ana mengetahui hubungan tentang mereka, alasannya ya karena tidak ingin membuat Soraya merasa tertekan berada di rumah itu.
Setelah kepergian Soraya, Ana kini menatap punggung Jordan yang masih terlihat tak ingin bangkit dari sana. Ana berjalan mendekat, lalu berdiri di samping Jordan menatapnya.
" Tahan lah keinginan mesum mu itu, Ayahku bisa saja memergoki kalian kalau kalian terlalu sering berdiskusi seperti ini. Ah, apa kalian kepikiran ingin melakukan hubungan badan di rumah ini juga? Apa kalian punya rencana ingin melakukannya di kamar Ayahku? Atau di kamar yang sedang kita tinggali? "
Jordan menatap Ana dengan tatapan marah, memang benar dia pernah berpikir untuk sesekali mencari waktu dan melakukan penyatuan di kamar kosong saat semua orang tidak ada di rumah. Tapi, dia tidak sekurang ajar itu sampai memiliki niat untuk melakukanya di kamar Kendra.
" Kau marah? Kenapa? Orang yang sedang dimabuk cinta, dan orang yang berada di puncak nafs* kadang tidak akan perduli kapan dan dimana saat ingin melakukanya. Aku mengatakan ini, anggap saja sebagai peringatan untukmu, dan agar kau bisa menjaga nafs* mu dengan baik saat berada di rumah ini. Jika yang memergoki kalian bukan aku, maka yang akan hancur bukan hanya kau seorang saja. " Ana tersenyum miring, kemudian dia berjalan mengambil sebotol air mineral dan kembali masuk ke kamar mengabaikan Jordan yang menatapnya dengan tatapan sangat marah.
Jordan menegak habis segelas air, sebentar dia menatap tajam mengingat barusan kalimat menyakitkan yang keluar dari mulut Ana si bocah sembilan belas tahun yang berani-beraninya menasehati pria tiga puluh tahunan itu.
Jordan berjalan untuk masuk ke dalam kamar dimana dia dan Ana tinggal. Sesampainya di sana dia hanya bisa menatap Ana yang memejamkan mata tapi jelas dia tidak mungkin tidur secepat itu. Jordan mengepalkan tangan menahan begitu besar kemarahan untuk gadis itu, rasanya ingin melayangkan sebuah pukulan keras ke wajah wanita yang telah menyakiti egonya. Tapi, Sian Ana adalah wanita, dia jelas tidak mungkin benar-benar memukul Ana karena berbagai alasan. Orang tuanya, Ayahnya Ana, semua orang itu akan merah besar kalau sampai itu terjadi.
Jordan memilih untuk langsung tidur saja, dan lagi-lagi dia hanya bisa menggeleng tak mau melihat tubuh Ana yang begitu mulus begitu dia membuka selimut sebelum mengambil posisi untuk berbaring. Dengan cepat dia membaringkan tubuhnya, memunggungi Ana, dan sebisa mungkin akan berusaha untuk tidak berbalik posisi. Satu, dua, tiga jam, akhirnya Jordan berbalik, tangannya bergerak mencari sesuatu. Mungkin dia mencari guling, tapi karena hanya ada Ana disana, Jordan menarik tubuh Ana untuk mendekat padanya, lalu memeluknya.
Ana, gadis itu hanya bisa terdiam karena sedari tai memang dia belum bisa tidur sama sekali. Sungguh dia tidak suka Jordan memeluknya, tapi dia juga tidak bisa melakukan sesuatu yang akan membangunkan Jordan. Sudahlah, yang memeluk adalah Jordan, tidak mungkin dia akan disalahkan saat dia bangun nanti kan?
Esok paginya.
Ana sudah lebih dulu bangun, dia sudah mandi, bahkan sudah rapih penampilannya. Dia juga sudah menyiapkan pakaian untuk Jordan. Padahal niatnya ingin tidur sampai siang dan membuatkan Jordan bangun lebih dulu untuk melihat bahwa Jordan lah ya h sudah memeluknya. Tapi, Ana yang tidak biasa tidur di peluk sekarang pria justru tak bisa tidur sama sekali, jadi pagi-pagi sekali dia sudah melakukan Segalanya.
" Kenapa dasinya warna ini? Kau mau membuatku di tertawai orang ya? " Tanya Jordan melihat dasi yang di siapkan Ana tak sesuai dengan seleranya.
Ana menghela nafasnya, dasi coklat tua dengan kemeja krim, seharusnya itu sangat cocok kan?
" Kau mau dasi warna pink saja? "
Jordan menjauhkan dasinya, lalu mecari dasi yang dia sukai. Dasi dengan warna dasar hitam bermotif garis-garis, Jordan menatap dadi itu lalu tersenyum. Tak lama dia terlihat ingin memakai dasinya, jadi Ana segera mengambil alih untuk memakaikan dasi. Jordan tentu saja terkejut, tapi dia tidak berani menolak karena malas mendengar ancaman dari Ana yang slalu membawa orang tuanya, terlebih Ibunya yang sedang sakit.
Ana menelan salivanya sendiri menatap dasi itu, padahal dia sudah latihan beberapa kali dan yakin jika bisa, tapi kenapa sekarang dia lupa mendadak?
Jordan tersenyum miring.
" Kau tidak tahu caranya memasangkan dasi? Heh, itulah kenapa Soraya sangat tidak bisa di bandingkan denganmu. Dia bisa memasak semua makanan kesukaan ku, memakai kan dasi untukku, melakukan segalanya hingga kau sama sekali tidak pantas di samakan dengan bayangannya. "
Ana sebenarnya sangat kesal mendengar itu, tali mau bagaimana lagi kalau nyatanya memang begitu?
Sebentar lagi, kau tidak akan bisa mengejek ku!
Bersambung.
..maaf Thor AQ tinggal dulu ya sebenarnya suka tp masih kurang greget