Ava Seraphina Frederick (20) memiliki segalanya kekayaan, kekuasaan, dan nama besar keluarga mafia. Namun bagi Ava, semua itu hanyalah jeruji emas yang membuatnya hampa.
Hidupnya runtuh ketika dokter memvonis usianya tinggal dua tahun. Dalam putus asa, Ava membuat keputusan nekat, ia harus punya anak sebelum mati.
Satu malam di bawah pengaruh alkohol mengubah segalanya. Ava tidur dengan Edgar, yang tanpa Ava tahu adalah suami sepupunya sendiri.
Saat mengetahui ia hamil kembar, Ava memilih pergi. Ia meninggalkan keluarganya, kehidupannya dan juga ayah dari bayinya.
Tujuh tahun berlalu, Ava hidup tenang bersama dengan kedua anaknya. Dan vonis dokter ternyata salah.
“Mama, di mana Papa?” tanya Lily.
“Papa sudah meninggal!” sahut Luca.
Ketika takdir membawanya bertemu kembali dengan Edgar dan menuntut kembali benihnya, apakah Ava akan jujur atau memilih kabur lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9
Keesokan paginya, suasana di kontrakan kecil Ava dipenuhi aroma roti panggang sedikit gosong dan suara sereal yang beradu di mangkuk.
Luca dan Lily sudah bersiap berangkat sekolah, mengenakan seragam mereka yang sudah dicuci bersih.
Luca, yang semalam sudah diberi obat dan tidur nyenyak, tampak lebih baik, meskipun masih menyisakan sedikit pucat di wajahnya. Ia duduk di meja makan, menghabiskan sereal coco crunch-nya dengan gerakan cepat.
Lily, si chubby yang energik, duduk di hadapannya, menggenggam sendok dengan antusiasme yang berlebihan. Ia tidak pernah kehabisan topik.
“Kau tahu, Luca,” kata Lily, mulutnya penuh sereal. “Menurut buku Biologi, manusia itu butuh papa yang kuat. Kalau papanya kuat, dia bisa melawan semua kuman jahat di tubuhmu.”
Luca menghela napas, mengabaikan sereal yang menempel di pipi Lily.
“Kuman jahat itu dilawan pakai obat, Lily. Bukan papa,” sahut Luca.
“Ah, kau ini selalu logis seperti robot!” Lily cemberut, menyeka pipinya dengan punggung tangan.
“Pokoknya, kalau ada papa, mama pasti tidak akan mencuri lagi. Hidup kita dijamin, enak dan bahagia. Kemarin mama sudah janji padaku, dia tidak akan mencuri. Jadi, kita harus bergerak cepat.”
Luca mendengus malas. “Kau saja yang bergerak cepat. Aku mau tidur lagi setelah pulang sekolah.”
“Tidak bisa!” Lily meletakkan sendoknya di meja hingga menimbulkan suara.
Lalu, Ia menyusupkan tangannya ke dalam saku rok sekolahnya, lalu mengeluarkan selembar foto yang dicetak di kertas mengkilap.
“Lihat ini!” seru Lily, menggeser foto itu ke hadapan Luca.
Itu adalah foto seorang pria dewasa. Wajahnya tegas, dengan rahang tajam dan mata yang sangat menusuk, mata yang memancarkan kekuasaan dan kecerdasan yang sama menawannya dengan Ava.
Pria itu mengenakan setelan mahal, dengan keterangan di bawahnya, Edgar Anderson, Miliuner dan Pengusaha Berlian Ternama Eropa.
Luca memiringkan kepalanya, menatap foto itu. Ia tidak peduli siapa pria itu, sampai ia melihat dengan lebih saksama. Mata pria itu… sangat familiar.
“Dia adalah papa kita,” kata Lily penuh kemenangan, matanya berbinar.
Luca menatap Lily, lalu menatap foto itu lagi.
“Bagaimana kau tahu?” tanya Luca, nada malasnya kini mengandung sedikit rasa ingin tahu.
“Tentu saja aku tahu! Tadi malam saat mama tidur, aku pinjam ponsel mama. Aku langsung mencari daftar pria paling kaya dan paling pintar di dunia di Internet. Lalu muncul lah dia! Edgar Anderson!” jelas Lily, sambil berbisik riang seolah itu adalah rahasia terbesar.
“Dan lihat matanya, Luca! Matanya mirip sekali dengan matamu! Persis! Kita hanya perlu mencocokkan rambutnya yang hitam,” lanjut Lily seperti seorang detektif.
Lily memang cerdas. Mata Luca benar-benar mirip dengan mata Edgar di foto itu, meskipun Lily sendiri tidak tahu apa-apa tentang garis keturunan.
“Nama belakangnya berbeda,” protes Luca, selalu mencari celah logis.
“Ah, itu kan cuma nama samaran mama biar tidak dikejar polisi!” balas Lily, mengabaikan fakta nama belakang mereka. “Pokoknya, dia papa kita. Dia pengusaha berlian. Dia pasti sangat kuat dan pintar. Sempurna untuk mengobati sakitmu!”
Lily meraih kedua tangan Luca, matanya penuh tekad.
“Sepulang sekolah, kita akan mencarinya. Dia ada di berita karena sedang mengunjungi kantor cabangnya di kota ini. Ini kesempatan kita!” ucap Lily dengan mata memohon.
Luca mendesah. Ia tahu ia tidak akan bisa menang melawan obsesi dan kecerewetan Lily. Lagipula, jika ini berarti Lily akan berhenti mengomel soal kuman jahat dan papa yang meninggal, ia akan menurut saja.
“Baiklah,” kata Luca dengan suara rendah. “Tapi kita harus janji. Jangan sampai mama tahu! Mama akan berubah jadi Tyrannosaurus Rex kalau kita terus membahas papa dan ketahuan pergi.”
Lily tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang putih. “Siap, Partner! Sekarang kita makan sereal cepat-cepat!”
Di tengah obrolan kekanak-kanakan yang menggemaskan itu, dua anak yang cerdas dan penuh tekad itu tanpa sadar memulai langkah pertama yang akan membawa bencana, sekaligus jawaban, bagi kehidupan tenang ibu mereka.
Mereka tidak tahu bahwa Edgar Anderson adalah pria yang sedang mencari mama mereka karena mata berlian yang baru dicuri oleh Ava semalam.
udh gk ada maaf lagi dri edgar😌
klo km msh berhianat jg udh end hidupmu
lanjut kak sem gat terus💪💪💪
apa² jgn² kamu menyukai ivy...
kl iya tamat lah riwayat mu jeremy
untung edgar cocok y coba kl ava ataupun edgar tidak cocok... pastinya mereka disuruh memilik anak lagi🤔