NovelToon NovelToon
Warisan Mutiara Hitam 2

Warisan Mutiara Hitam 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:46.9k
Nilai: 5
Nama Author: Kokop Gann

(Warisan Mutiara Hitam Season 2)

Setelah mengguncang Sekte Pedang Awan dan memenggal Jian Chen, Chen Kai mendapati bahwa kemenangannya hanyalah awal dari mimpi buruk baru. Sebuah surat berdarah mengungkap kebenaran yang meruntuhkan identitasnya: ia bukan anak Klan Chen, melainkan putra dari buronan legendaris berjuluk "Sang Pengkhianat Naga".

Kini, Klan Jian dari Ibu Kota memburunya bukan demi dendam semata, melainkan demi "Darah Naga" di nadinya—kunci hidup untuk membuka segel terlarang di Utara.

Demi melindungi adiknya dan mencari jati diri, Chen Kai menanggalkan gelar Juara dan mengasingkan diri ke Perbatasan Utara yang buas. Di tanah tanpa hukum yang dikuasai Reruntuhan Kuno, Sekte Iblis, dan Binatang Purba ini, Chen Kai harus bertahan hidup sebagai pemburu bayangan. Di tengah badai salju abadi, ia harus mengungkap misteri ayahnya sebelum darahnya ditumpahkan untuk membangkitkan malapetaka kuno.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Bawah Rahang Naga

Angin malam di Lembah Tulang Naga tidak berhembus; ia meratap.

Suara itu terdengar seperti siulan hantu yang tersesat di antara celah-celah rusuk naga purba yang menjulang ke langit hitam, menciptakan simfoni kematian yang konstan. Di bawah naungan tulang-tulang raksasa itu, Chen Kai memapah Manajer Sun keluar dari Tenda Penjara Darah.

Langkah mereka pelan, tertahan, dan terukur.

Di kejauhan, di sektor barat, langit masih memerah oleh sisa-sisa kebakaran gudang logistik. Teriakan-teriakan panik dan auman binatang buas terdengar samar, seperti gema dari dunia lain. Itu adalah kekacauan yang diciptakan Chen Kai—sebuah panggung pengalih perhatian yang sempurna.

Namun, di sini, di sektor timur yang mendekati pusat lembah, keheningan justru terasa lebih mencekam.

"Tuan Muda..." bisik Manajer Sun, suaranya parau dan basah. Setiap tarikan napas terdengar menyakitkan, seolah ada pecahan kaca di paru-parunya. "Kau harus... meninggalkanku jika... kita ketahuan. Bom itu... aku bisa memberikannya padamu."

Chen Kai tidak menjawab langsung. Dia mempererat cengkeramannya di pinggang orang tua itu, menyalurkan sedikit Qi hangat untuk menstabilkan jantung Manajer Sun yang lemah.

"Kau pedagang, Manajer Sun," jawab Chen Kai pelan, matanya menyapu bayangan di antara tenda-tenda yang kosong. "Kau tahu aturan investasi. Aku sudah menginvestasikan dua kapten musuh dan sebotol darahku untuk mengeluarkanmu. Aku tidak akan membiarkan asetku mati di tengah jalan."

Manajer Sun tersenyum tipis, getir namun penuh rasa hormat. "Kau... benar-benar tahu cara bicara dengan orang tua ini."

Mereka bergerak seperti hantu, meluncur dari satu bayangan tenda ke bayangan berikutnya.

Tanah di bawah kaki mereka mulai berubah. Salju putih yang menyelimuti perbatasan utara tidak lagi terlihat di sini. Tanah di sekitar pusat lembah berwarna hitam pekat, lengket, dan berbau amis.

Darah.

Tanah ini telah menyerap begitu banyak darah korban selama berminggu-minggu hingga jenuh. Setiap langkah Chen Kai meninggalkan jejak basah yang tak terlihat dalam kegelapan.

Di depan mereka, menjulanglah monumen kejahatan itu.

Altar Tengkorak Naga.

Dari jarak dekat, ukurannya benar-benar melampaui akal sehat manusia. Tengkorak naga purba itu sebesar istana kecil. Rongga matanya yang kosong menatap langit dengan kehampaan abadi, sementara rahangnya yang terbuka lebar menjadi panggung utama ritual. Gigi-gigi taring yang setajam tombak dan setinggi manusia dewasa berbaris di pinggiran mulut, membentuk pagar alami yang mengerikan.

Dan di dalam mulut itu... cahaya merah berdenyut.

DEG... DEG... DEG...

Suara itu bukan detak jantung Chen Kai. Itu suara yang berasal dari dalam altar, seolah-olah bumi ini sendiri sedang berdegup dalam ritme yang sakit.

"Itu adalah Array Pemurnian," bisik Kaisar Yao di benak Chen Kai. Nadanya tidak lagi sinis, melainkan dingin dan penuh kebencian. "Mereka memaksa sisa-sisa kehendak naga ini untuk bangun dengan memberinya makan kotoran. Ini penghinaan terhadap ras naga."

Chen Kai bisa merasakan kemarahan Yao. Dia juga bisa merasakannya di dalam darahnya sendiri. 'Sutra Hati Kaisar Naga Abadi' di dalam dirinya bergejolak, mendesaknya untuk menghunus pedang dan membantai semua orang yang menodai warisan ini.

Tapi Chen Kai menahannya. Dia menelan amarahnya menjadi gumpalan dingin di perutnya.

"Sabar," batinnya. "Kita akan menghancurkannya. Tapi dengan cara kita."

Mereka tiba di kaki tengkorak naga. Tidak ada tangga. Para penganut Sekte Darah biasanya memanjat tumpukan tulang-tulang korban untuk naik ke atas.

"Kita harus naik," kata Chen Kai, menatap ketinggian lima belas meter ke bibir rahang naga.

"Aku... tidak bisa melompat," desah Manajer Sun. Kakinya yang penuh luka cambuk nyaris tidak bisa menopang berat badannya sendiri.

"Aku tahu."

Chen Kai berjongkok sedikit. Tanpa peringatan, dia mengaktifkan 'Langkah Kilat Hantu'—bukan untuk kecepatan horizontal, tapi vertikal.

Dia melompat.

SWISH.

Mereka melayang ke udara dalam keheningan total. Chen Kai mendarat dengan lembut di salah satu gigi taring naga yang menonjol keluar, menyeimbangkan dirinya dan beban Manajer Sun dengan presisi seorang akrobat.

Dari ketinggian ini, mereka bisa melihat ke dalam "mulut" naga.

Pemandangan itu bagaikan neraka duniawi.

Kolam darah mendidih memenuhi rongga mulut naga. Gelembung-gelembung merah meletup, melepaskan uap yang berbau tembaga dan kematian. Di tengah kolam, sebuah pilar kristal merah—Inti Array—berdiri tegak, menyerap semua esensi darah itu dan menembakkannya ke langit, mencoba menembus segel tak terlihat yang menyelimuti lembah.

Hanya ada segelintir penjaga di sini—empat murid elit Sekte Darah yang duduk bersila di empat sudut kolam, menjaga kestabilan array. Mereka memejamkan mata, menggumamkan mantra yang membuat telinga berdenging.

Patriark Sekte Darah tidak terlihat. Dia mungkin masih sibuk di kandang binatang buas.

"Itu dia," bisik Manajer Sun, matanya terpaku pada pilar kristal di tengah kolam darah. "Inti Array. Kita harus... memasukkan bom ini ke sana."

Dia merogoh balik jubahnya yang robek dengan tangan gemetar, mengeluarkan sebuah bola logam hitam seukuran kepalan tangan. Permukaannya tidak mulus, melainkan dipenuhi ukiran rune spasial yang berkedip-kedip tidak stabil.

Bom Pemusnah Ruang.

"Ini tidak akan meledakkan api," jelas Manajer Sun, suaranya bergetar karena campuran rasa takut dan antisipasi. "Ini akan meruntuhkan ruang di sekitarnya. Jika diledakkan tepat di Inti Array, itu akan menciptakan lubang hitam kecil yang akan menelan energi array dan memutus koneksinya dengan Segel Naga."

"Tapi kita harus dekat," tambah Sun. "Aku harus melemparnya tepat ke pilar itu."

Jarak mereka sekitar dua puluh meter dari pilar pusat.

"Aku akan membawamu ke sana," kata Chen Kai.

Dia baru saja akan melangkah maju ketika...

WUUUNG...

Tekanan udara di sekitar mereka tiba-tiba berubah.

Angin berhenti berhembus. Suara mantra para murid Sekte Darah terhenti. Bahkan gelembung di kolam darah tampak membeku sesaat.

Bulu kuduk di leher Chen Kai berdiri tegak. Instingnya menjerit lebih keras daripada saat dia menghadapi 'Tangan Besi' Li atau siapa pun sebelumnya.

Ini bukan perasaan diawasi. Ini adalah perasaan ditemukan.

"Wah, wah, wah..."

Suara itu terdengar santai, namun berat, bergema dari atas tengkorak naga, tepat di atas posisi mereka berdiri.

"Aku bertanya-tanya ke mana tikus kecil itu pergi saat aku sibuk memadamkan api. Ternyata... dia membawa tamu untuk mengunjungi altarku."

Chen Kai mendongak perlahan.

Di puncak kepala tengkorak naga, berdiri sesosok pria dengan baju zirah emas yang berkilauan di bawah cahaya merah altar. Dia tidak memegang senjata. Dia hanya berdiri di sana dengan tangan bersedekap, menatap ke bawah dengan senyum dingin yang mengerikan.

Komandan Jian Lie.

Dan dia tidak sendirian.

Di belakangnya, muncul dari bayang-bayang rongga mata naga, selusin 'Penjaga Bayangan' elit muncul tanpa suara, busur panah mereka sudah terarah tepat ke jantung Chen Kai dan Manajer Sun.

"Jian... Lie..." Manajer Sun tersentak, wajahnya pucat pasi. Bola bom di tangannya hampir terlepas karena licin oleh keringat.

"Kau pikir aku bodoh, Bocah?" Jian Lie terkekeh, suara tawanya seperti gesekan logam. "Gudang logistik? Kandang binatang buas? Itu semua trik murahan. Aku tahu tujuanmu pasti di sini. Atau di penjara."

"Jadi aku membiarkanmu," lanjut Jian Lie, melangkah turun dari puncak tengkorak, mengambang perlahan di udara menggunakan Qi Pembangunan Fondasi-nya. "Aku membiarkanmu mengambil orang tua itu. Karena aku butuh dia membawa 'Kunci Giok Putih' itu ke sini untukku."

Jian Lie mendarat di sisi seberang kolam darah, memisahkan Chen Kai dari jalan keluar.

"Kalian berdua mengantarkan diri kalian sendiri tepat ke piring makanku."

Chen Kai menurunkan Manajer Sun perlahan agar bisa berdiri bersandar pada gigi naga. Dia menegakkan tubuh, tangan kanannya perlahan bergerak ke gagang Pedang Meteor Hitam di punggungnya.

Tidak ada jalan lari. Tidak ada trik lagi. Bom Racun sudah habis. Kejutan sudah hilang.

"Yao," panggil Chen Kai dalam hati, suaranya tenang secara tidak wajar.

"Ya, Bocah," jawab Kaisar Yao.

"Berapa persen peluang kita menang melawan Pembangunan Fondasi dan dua belas elit... sambil melindungi orang tua lumpuh ini?"

Kaisar Yao terdiam sejenak.

"Nol," jawab Yao jujur. "Kecuali..."

"Kecuali apa?"

"Kecuali kau bersedia membakar 'Darah Naga' yang baru saja kau bangun. Itu akan menyakitkan. Dan itu mungkin akan merusak fondasimu."

Chen Kai menatap Jian Lie yang berjalan mendekat dengan arogansi seorang dewa. Dia melihat para pemanah yang siap melepaskan anak panah. Dia merasakan getaran ketakutan dari tubuh Manajer Sun di belakangnya.

Chen Kai tersenyum di balik topengnya.

"Sakit itu teman lama," batin Chen Kai.

Dia mencabut Pedang Meteor Hitam. Bilah besarnya berdesing membelah udara malam.

"Manajer Sun," kata Chen Kai pelan, tidak menoleh. "Pegang erat bom itu. Saat aku memberimu celah... jangan ragu. Lempar."

"Tapi..." Manajer Sun melihat kepungan itu dengan putus asa. "Celah apa? Kita sudah tamat!"

Chen Kai tidak menjawab.

Dia mengambil langkah pertama ke depan.

Dari dalam tubuhnya, suara detak jantung terdengar. Bukan detak jantung manusia. Tapi detak jantung yang berat, lambat, dan purba.

DUNG...

Aura ungu samar mulai merembes keluar dari pori-pori Chen Kai, bercampur dengan uap panas. Salju dan darah di bawah kakinya mendesis.

"Kalian menginginkan Darah Naga?" tanya Chen Kai, suaranya berubah menjadi geraman rendah yang menggetarkan tulang.

Mata ungunya menyala terang di kegelapan, menatap lurus ke arah Jian Lie.

"Datang dan ambil."

1
Jeffie Firmansyah
seruu ..seruu.... seruuu.... 💪 Thor
Jeffie Firmansyah
luar biasa kerenn GG abis cerita nya
Jeffie Firmansyah
kerennn abis seruuu semangat Thor 💪
Choky Ritonga
😍😍😍😍😍👌👌👌
Eka Haslinda
pokoknya ini MC yg paling keren sedunia 😍😍
kute
mantab thor makin seru, dan enak alur ceritanya
Muhamad Al Wilan Ramadhan
lanjut thor👍👍👍
andri susilo
mantap thoorrr... lanjut, jangan bikin kendor😄😄😄
Eyang Kakung
Tarian pembantaian dimulagi 🤣🤭
Eyang Kakung
lanjut
Hendra Yana
bagussss
Eyang Kakung
musuh2 nya pada sadis semua
Hendra Yana
mantap
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Sikat habis
Eyang Kakung
tingkatkan terus level kultivasi mcnya thor
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Njoooooost
Hendra Yana
di tunggu up selanjutnya
saniscara patriawuha.
walahhhhhhh pragatttttzzzzz....
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Tooooooops
saniscara patriawuha.
wadidawwwww....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!