"Kamu akan menyesalinya, Aletta. Aku akan memastikannya." Delvan mengancam dengan raut wajahnya yang marah pada seorang wanita yang telah menabrak mobilnya.
Azada Delvan Emerson adalah pengusaha yang paling ditakuti, tidak hanya di negaranya tetapi juga di luar negeri, karena sifatnya yang arogan dan kejam. Dia bukan orang yang mudah memaafkan atau melupakan.
Sementara itu, Aletta Gabrelia Anandra merupakan putri kedua dari keluarga Anandra yang baru saja menabrak mobil Delvan dan menolak untuk tunduk di hadapan Azada Delvan Emerson yang menantangnya untuk melakukan hal terburuk.
Akankah Delvan berhasil membuat Aletta bertekuk lutut terutama sekarang, karena ia harus menikah dengannya atau akankah Aletta berhasil melawan suaminya terutama ketika ia mengetahui bahwa dia adalah kekasih dari musuh bebuyutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
"Aku akan menerima penawaran mu." Kata Aletta dan menunggu untuk melihat reaksi Delvan setelah mendengar jawabannya.
Namun, Delvan justru tidak menunjukkan ekspresi apa pun di wajah tampannya. Dia tidak terlihat senang maupun sedih mendengar kabar bahwa wanita muda itu menerima penawarannya dan hal ini membuat Aletta sulit menebak apa yang ada dalam pikiran Delvan.
"Mari kita duduk dan bicarakan hal ini dengan tenang, Nona Aletta." Kata Delvan setelah hening sejenak terjadi, dengan nada datar.
Aletta menganggukkan kepalanya dan berjalan ke kursi yang bersebrangan dengan Delvan, tetapi Delvan menghentikan pergerakan Aletta sebelum wanita itu bisa duduk.
"Kenapa kamu pergi ke sana?." Tanya Delvan
"Kamu bilang kita harus duduk dan bicara. Aku akan duduk di sana." Jawab Aletta
"Aku tidak merujuk ke kursi itu."
"Lalu kursi mana yang kamu maksud?." Tanya Aletta terdengar bingung.
Delvan memutar matanya mendengar pertanyaan Aletta. Meski pun Aletta berasal dari keluarga kaya raya, tetapi dia tidak tahu bahwa kantor Delvan punya ruang pribadi.
"Apa kamu belum pernah datang ke kantor Kakakmu sebelum ini?." Tanya Delvan, mengernyitkan dahinya.
"Ya, tentu saja aku pernah. Tapi, apa hubungannya dengan semua ini--" Aletta terdiam sejenak saat akhirnya ia mengerti apa yang dimaksud oleh Delvan. "Hei, itu bukan salahku. Satu-satunya kantor CEO yang pernah ku datangi adalah kantor kakakku. Aku tidak tahu semua CEO punya ruang pribadi." Sambung Aletta cepat-cepat membela dirinya.
"Sekarang kamu sudah mengerti, kan?." Tanya Delvan sembari berjalan ke arah tembok dan menekan sebuah tombol di tembok itu.
Sebuah pintu tiba-tiba langsung terlihat dan mengarah ke sebuah ruangan. "Ayo, masuk kita bicara di sini." Kata Delvan ketika berbalik menatap Aletta.
Wanita itu mengangguk pelan sebelum akhirnya berjalan memasuki ruangan dan begitu pula Delvan.
Ruangan mewah ini adalah ruangan pribadi untuk Delvan di kantornya tempat dia bermalam jika dia harus bekerja lembur.
Ruangan ini seperti sebuah rumah mininya yang dilengkapi fasilitas dasar termasuk kamar mandi dan toilet.
Delvan berjalan ke sofa di ruangan itu dan duduk di sana sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah Aletta.
"Duduklah, pembicaraan kita akan memakan waktu yang lama. Kamu akan lelah kalau terus berdiri." Kata Delvan dengan lembut sembari mengetuk sofa.
Sementara Aletta merasa ragu untuk duduk di sofa. Sofa itu berukuran ganda, yang berarti dia dan Delvan akan duduk bersama dengan posisi yang sangat dekat.
Bagaimana kalau pria itu mencoba mengambil kesempatan dan menciumnya lagi seperti kemarin? Delvan tidak mencoba menghentikan perbuatannya saat itu dan Aletta tahu jika Delvan tidak akan mencoba menghentikan hal itu sekarang juga.
Delvan mempunyai pengaruh yang mengerikan pada Aletta yang akan membuat wanita itu kehilangan semua akal sehatnya
"Apa yang sedang kamu pikirkan?." Tanya Delvan dengan raut wajah datarnya. "Jangan khawatir, Nona Aletta. Aku tidak akan mencoba menciummu lagi." Sambung pria itu seakan dia tahu apa yang sedang Aletta pikirkan sebelum wanita itu sempat buka suara.
Delvan tahu itulah yang sedang terlintas dalam pikiran Aletta karena itu Delvan meyakinkannya dan dia juga tidak berencana untuk mengingkari janjinya.
"Cepatlah duduk, Aletta." Kata Delvan sekali lagi sembari menepuk-nepuk sofa.
Kali ini, Aletta mendengarkan dan langsung mendudukkan dirinya di sofa itu.
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Tuan Delvan?." Tanya Aletta. Ia ingin pertemuan ini segera berakhir karena ia tidak percaya diri ketika berada di dekat Delvan
"Aku ingin berbicara tentang ketentuan kontrak." Jawab Delvan sembari menatap Aletta dengan saksama.
“Apa saja syarat yang ingin kamu cantumkan dalam kontrak, Tuan Delvan?." Tanya Aletta sembari mencoba menjaga jarak dari Delvan
"Pertama-tama, kamu harus memanggilku dengan namaku. Karena akan menimbulkan banyak pertanyaan kalau memanggilku Tuan Delvan di depan orang-orang." Kata Delvan.
Pria itu benar. Jika Aletta akan menjadi istrinya, Aletta harus memanggilnya dengan namanya.
Namun, Aletta enggan melakukannya karena itu berarti mereka akan semakin dekat satu sama lain; sesuatu yang tidak diinginkan Aletta terjadi.
Ia bersumpah tidak akan pernah dekat dengan pria mana pun dan berencana untuk tetap seperti itu, tetapi akhir-akhir ini, Delvan telah mengingkari tekadnya.
Delvan menyadari jika Aletta kembali tenggelam dalam pikirannya.
Delvan menjentikkan jarinya dan hal itu membuat Aletta tersadar dari lamunannya. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Aletta?" Tanya Delvan dengan suara berat.
Mendengar suara Delvan memanggil namanya dengan sangat pelan membuat Aletta sangat gugup hingga perutnya mulai mual. "Aku tidak memikirkan apa pun, Delvan."
Delvan mengangkat sebelah alisnya saat senyum muncul di sudut bibirnya. "Kamu tidak pandai berbohong, Aletta. Kalau kamu akan berbohong padaku, setidaknya kamu harus terdengar meyakinkan."
Aletta menggigit bibir bawahnya saat mendengar perkataan Delvan. Ia sendiri tahu bahwa ia pembohong yang buruk, tetapi apa lagi yang bisa dirinya lakukan?
Bagaimana mungkin Aletta mengatakan bahwa dirinya tidak ingin memanggil Delvan dengan namanya secara langsung karena Aletta takut terlalu dekat dengan pria itu?
Ini akan membuatnya terdengar gila.
"Tidak penting." Kata Aletta."Bisakah kita kembali ke pembahasan yang serius? Aku belum makan apa pun sepanjang hari dan aku sangat lapar."
"Baiklah." Delvan beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju salah satu lacinya.
Dia membukanya dan mengeluarkan sebuah dokumen yang diserahkannya kepada Aletta
"Apa ini?." Tanya Aletta dengan tatapan curiga sembari memeriksa dokumen yang ada di pangkuannya.
"Ini adalah ketentuan yang aku usulkan. Bacalah setiap istilah dengan teliti dan tanyakan padaku tentang apa pun yang tidak kamu mengerti." Kata Delvan sembari kembali duduk di samping Aletta.
"Kamu sudah menyiapkan ini?." Aletta merasa heran saat dirinya menatap dokumen itu.
Dokumen itu berisi sedikitnya sepuluh syarat dan ketentuan yang Delvan ingin Aletta setujui.
Pria itu pasti sudah mempersiapkannya jauh sebelum dia mengajukan penawaran agar Aletta mau menikah dengannya, karena tidak mungkin Delvan bisa melakukan ini dalam waktu kurang dari dua belas jam.
"Hmm, aku sudah menyiapkan ini sebelum memberitahumu tentang penawaran ku." Jawab Delvan.
"Apa?." Aletta mengernyitkan dahinya. "Bagaimana kalau aku menolak penawaranmu?"
"Aku tahu itu tidak akan terjadi." Jawab Delvan dengan percaya dirinya.
"Benarkah? Dan bagaimana kamu tahu aku akan menyetujui penawaranmu?"
"Aku percaya pada kemampuan bisnisku. Aku selalu mendapatkan apa pun yang aku inginkan dan kepercayaan itu pun tidak akan berbeda." Jawab Delvan dengan santai.
Aletta merasakan sakit di perutnya kembali terasa saat mendengar kata-kata Delvan.
Media tidak berbohong ketika mereka mengatakan bahwa Delvan adalah pria yang sombong dan angkuh yang selalu mencapai tujuannya. Delvan bermaksud agar Aletta menyetujui penawarannya dan pria itu sudah mendapatkannya.
Aletta tidak membalas pernyataan Delvan. Sebaliknya, dia kembali membaca dokumen itu.
Matanya terbelalak saat membaca dokumen itu. Bagaimana Delvan bisa membuat ketentuan seperti ini? Apakah pria ini sudah gila atau apa?