Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Kau ini bikin repot saja!" Darsa mendengus kesal.
"Aku mohon maaf, Tuan. Seharusnya aku tak bersikap seperti itu tadi," balas Dirga lirih. "Aku haus dan lapar, jadi secara refleks aku bersikap menantang Tuan."
Darsa sedikit trenyuh dengan ucapan Dirga.
Meskipun terkenal emosional dan kejam, tapi dia masih punya rasa simpati. "Kau tunggu di sini, dan jangan kemana-mana! Aku akan mengambilkan air dan sedikit makanan untukmu."
Merasa mendapat kesempatan baik, pikirannya pun bekerja. Sambil memandang tubuh Darsa yang berjalan menjauhinya, Dirga mengambil napas panjang untuk melonggarkan jalur pernapasannya.
Setelah itu, dia bangkit perlahan dan kemudian berlari sekencang-kencangnya.
"Darsa Goblok! Pemuda itu melarikan diri. Cepat kejar dia!" Restu berseru keras. Tanpa sengaja dia melihat Dirga berlari kencang masuk ke dalam hutan.
Darsa seketika menolehkan kepalanya dan kemudian berlari mengejar, setelah tidak melihat Dirga di tempatnya semula.
Di belakang Darsa, 5 anggota sindikat penjualan manusia tersebut juga berlari untuk menyusul Darsa.
"Berhenti kau, Bangsat!" teriak Darsa sambil terus berlari mengejar Dirga. Napasnya memburu kencang seiring ayunan langkahnya yang juga cepat.
Berjarak 30 meter di depan Darsa, degup jantung Dirga berdetak begitu cepat bagai genderang perang yang ditabuh berulang-ulang. Tidak sedikitpun pemuda tampan itu menoleh ke belakang untuk mengetahui sedekat apa keberadaan Darsa yang mengejarnya.
Dirga terus berlari sekuat tenaga. Yang ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana caranya menyelamatkan diri dari kejaran orang-orang yang ingin menjualnya.
"Berhenti kau, Dirga! Jangan lari!" Teriak Darsa lagi.
Dirga adalah nama yang diberikan pemuda itu kepada orang-orang yang telah menangkapnya.
Sesungguhnya dia tidak ingat siapa namanya dan dari mana dia berasal. Dia juga tidak ingat apapun, selain tiba-tiba saja tersadar di bibir sungai yang beraliran deras.
Dan saat dalam perjalanan mencari makanan untuk mengisi perutnya yang keroncongan, sindikat penjualan manusia itu menemukan dan menangkapnya.
Secara perlahan, jarak antara Dirga dan Darsa semakin dekat. Kualitas fisik dan ilmu kanuragan tentu yang menjadi pembedanya.
Dirga adalah sosok pemuda yang bahkan tidak mengenal ilmu Kanuragan sama sekali. Meski memiliki fisik tubuh yang tegap, itu bukan berarti didapatkannya dari hasil berlatih kanuragan. Tapi karena bawaan orok sejak lahir.
Di tambah pula dengan perut yang belum terisi, entah sejak kapan dia lupa, membuat ayunan langkahnya semakin melemah.
Berbeda dengan Darsa, walau hanya pendekar biasa, tapi setidaknya itu lebih baik dari Dirga.Kondisi fisiknya juga lebih terlatih menahan tekanan lelah yang mendera.
Sambil terus berlari, Dirga akhirnya menolehkan kepalanya ke belakang. Dan benar apa yang tertangkap instingnya yang mengatakan jika jarak antar mereka berdua tidak jauh lagi.
"Aku tidak boleh tertangkap lagi!" teriaknya dalam hati. Dia melakukannya untuk menumbuhkan semangatnya yang mulai meredup.
Tapi berbekal semangat saja tampaknya belum cukup buatnya jika tidak dibarengi fisik yang kuat. Pada akhirnya, sebuah tendangan yang dilepaskan Darsa dari belakang, membuat pemuda tampan 17 tahun itu terhempas dan jatuh bergulingan di atas tanah yang beralaskan dedaunan kering.
Bugh!
"Aaakh!"
Dirga akhirnya mengeluarkan pekik kesakitan pertamanya. Rasa lelah, lapar dan haus yang membaur menjadi satu, seolah merajam kulit dan tubuhnya. Tendangan Darsa yang mengena telak di punggungnya, dirasakannya serasa sengatan puluhan tawon yang menghakiminya.
"Bangsat kau!" Darsa mendelik lebar menatap Dirga. "Kalau kau tidak dilindungi mereka berdua, pasti aku sudah membunuhmu! Menyusahkanku saja!" dengusnya kesal.
Dirga hanya diam tak membalas. Pikirannya masih berpacu mencari cara untuk meloloskan diri dari tangan Darsa.
Tak berselang lama, Lima anggota sindikat penjualan manusia lainnya yang menyusul Darsa, akhirnya tiba di tempat itu.
"Sebaiknya kita bawa langsung saja, Darsa! Kalau kau menghajarnya, aku kuatir Barda dan Restu malah yang akan menghajarmu," ucap salah seorang anggota yang baru datang. Matanya menatap Dirga yang masih tergeletak di tanah tanpa ada pergerakan sama sekali.
Masih dengan rasa geram, kesal dan marah yang menyatu di pikirannya, Darsa membalas ucapan temannya, "Kau urus dia, Topan. Dan jangan dekatkan dia padaku, atau aku akan khilaf dan membunuhnya!"
"Baiklah, biar aku yang mengurusnya. Sebaiknya kau kembali terlebih dahulu. Apalagi pemuda itu sepertinya sedang pingsan," jawab Topan, dengan pandangan tetap terarah ke tubuh Dirga.
Darsa menghela napas kesal sebelum melangkah pergi. Sedangkan Topan mendekati tubuh Dirga yang masih tetap terlihat tidak bergerak sedikitpun.
3 anggota mengikuti langkah Darsa meninggalkan tempat itu, sedang satu anggota lainnya masih bertahan untuk membantu Topan, apabila memang diharuskan untuk mengangkat tubuh pemuda tampan itu.
Gelengan kepala Topan menjadi petunjuk kekecewaannya atas terjadinya peristiwa yang membuat perjalanan mereka terhenti. Dia juga sedikit menyayangkan dengan sikap tempramental yang dimiliki Darsa. Bukan kali ini saja temannya itu menghajar korban yang hendak mereka jual.
Dirga sendiri masih menunggu kesempatan untuk kembali melarikan diri. Sambil berpura-pura pingsan, matanya terpejam dan pikirannya terperas mencari kesempatan itu.
"Ada-ada saja," ucap Topan, yang diakhiri dengan hembusan napas berat keluar dari bibirnya. Lelaki itu berjongkok di dekat tubuh Dirga untuk memeriksa kondisi tubuh pemuda tampan tersebut.
Dirga sedikit membuka matanya ketika merasakan pergelangan tangan kirinya dipegang seseorang. Dan yang pertama tertangkap oleh matanya adalah pedang yang tergantung di pinggang Topan.
Menurutnya, itu adalah kesempatan yang dicarinya. Dirga menunggu sampai Topan lengah baru akan bertindak.
"Broto, ke sinilah!" panggil Topan seraya memandang temannya itu.
Mendapat kesempatan lengahnya lelaki yang baru saja memeriksa keadaannya, Dirga bereaksi cepat dengan mencabut pedang yang tergantung di pinggang Topan, dan dengan cepat pula dia menusuk perut lelaki tersebut.
"Aaaakh!" Topan menjerit keras, dan seketika berdiri dengan pedang masih menancap di perutnya. Langkahnya terayun mundur terhuyung sambil memegangi pedangnya sendiri yang sudah tertancap di perutnya.
"Ka-kau ...!" ucap Topan terbata-bata sebelum tubuhnya ambruk menghujam bumi.
Dirga memanfaatkan kesempatan itu untuk kembali berlari sekuat tenaganya yang tersisa. Kali ini adalah kesempatan terakhirnya untuk meloloskan diri. Jika sampai tertangkap lagi, besar kemungkinan dia akan dibunuh Darsa.
Broto sempat terkejut dengan kejadian cepat yang menimpa Topan. Sekuat tenaga dia memanggil Darsa serta ketiga temannya yang belum jauh.
"Darsa ... Pemuda itu kabur!" teriak Broto seraya menunjuk Dirga yang sedang berlari kencang.
Darsa dan ketiga anggota lainnya seketika menolehkan kepalanya mendengar seruan Broto. Tanpa berpikir panjang, mereka berlari kembali ke tempat semula.
"Bangsat!" hardik Darsa setelah melihat tubuh Topan yang sudah tidak berdaya. "Cepat kejar dia dan bunuh! Jangan biarkan dia lolos!"
Kelima anggota sindikat penjualan manusia itupun berlari mengejar Dirga dengan pedang yang sudah terhunus di tangan. Mereka sudah tidak berpikir untuk menangkap pemuda tampan itu hidup-hidup, melainkan membunuhnya untuk membalas kematian Topan.
Sesungguhnya, Dirga sempat shock dengan pembunuhan pertama yang dilakukannya. Dia tidak pernah terpikir untuk melakukan pembunuhan sekalipun. Membunuh hewan saja dia tidak merasa iba, apalagi membunuh manusia.
"Berhenti, Bajingan! Kau harus membayar kematian temanku!" teriak Darsa, sambil terus berlari mengejar Dirga.
Emosinya yang sudah memuncak, membuatnya melupakan perintah yang diberikan Barda untuk menangkap Dirga hidup-hidup. Kematian Topan adalah alasan yang akan diberikannya kepada Barda dan Restu, jika berhasil membunuh Dirga.
Seperti semula, secara perlahan laju lari Dirga bisa tersusul oleh Darsa dan yang lainnya. Tanpa memberi ampun lagi, posisi Darsa yang paling dekat dengan pemuda tampan itu, mengayunkan pedangnya dan dengan tepat mengenai punggung Dirga.
"Mati kau!"
"Aaakhk!"
Dirga memekik keras ketika ujung bilah pedang Darsa mengoyak kulitnya dan daging tubuhnya.
Darah segar seketika mengalir deras dari luka lebar menganga di punggungnya.
Meskipun luka di punggungnya begitu menyiksanya, Dirga tidak berniat untuk berhenti.
Dia terus berlari dan berlari, hingga tanpa sadar dia terperosok ke dalam sebuah lubang, mirip pintu gua dalam tanah, yang tidak terlihat oleh kedua bola matanya.
"Aaaaaaaa!" teriakan panjang keluar dari bibir Dirga untuk beberapa saat, sebelum akhirnya benar-benar menghilang tertelan bumi.
Darsa dan keempat anggota yang lainnya seketika menghentikan ayunan langkah kakinya di bibir lubang yang cukup lebar tersebut.
"Tampaknya lubang ini sangat dalam. Mustahil bila dia bisa selamat," ucap Darsa seraya melemparkan sebutir batu ke dalam lubang tersebut.