Derita Istri Penebus Hutang
Mobil mewah Alpart baru saja tiba dihalaman rumah mewah.
Setelah acara pernikahan, Anissa langsung diajak pindah kerumah Prabu yang berasa dikota Magelang.
Senyum cerah selama perjalanan, kini sirna dalam sekejab, karena perubahan sikap sang suami, yang berbanding balik dari saat ijab qobul dimulai.
Wajah Prabu berubah datar tanpa ekspresi apapun. Begitu mobil berhenti, Prabu langsung melenggang turun begitu saja, tanpa peduli dengan wanita yang baru dipersuntingnya itu.
Degh
Anissa terperanjat melihat sikap suaminya barusan. Namun langsung dia enyahkan. Pikirnya, mungkin sang suami merasa lelah akibat acara pernikahan tadi. Anissa lantas segera turun walaupun hatinya terasa berdesir nyeri.
Langkahnya sempat menggantung diambang pintu. Rupanya Prabu sedang menunggunya didalam. Pria itu melirik kearah Anissa sekilas, lalu segera bangkit dari duduknya sembari melambaikan tangan mengisyarat Anissa untuk mendekat.
"Mas, apa yang terjadi?? Kenapa kamu dingin seperti ini?!" Anissa yang sudah tidak kuat menahan rasa heranya, langsung saja melontarkan pertanyaan kepada Prabu.
"Mas?? Jangan lagi kamu memanggilku dengan sebutan memalukan itu, Anissa...!! Aku terlalu jijik mendengarkannya!!" bantah Prabu memperlihatkan sikap tenangnya. Bahkan dia tak bergeming sedikitpun, saat istrinya merasa tidak terima atas perubahan sikapnya saat ini.
Dada Anissa seketika bergemuruh. Apakah mungkin dia sedang bermimpi. Lalu, sikap hangat beberapa waktu lalu yang telah dia dapatkan dari Prabu, apakah hanya tipuan muslihat semata.
Sebelum Prabu membalikan badan, akan beranjak. Dia menatap lurus kedepan, "Ingat Anissa...jangan pernah kamu tanamkan cinta dihatimu untuku!! Sampai kapanpun, aku tidak akan bisa membalas cintamu itu...." kata Prabu menekan disetiap kalimatnya.
Anissa melayangkan tatapan tidak terima. Wanita cantik itu mendekat selangkah, dengan air mata yang sudah menggumpal di balik pelupuk.
"Apa maksudmu, Prabu Sakti Darmanta?! Coba katakan, apa maksudmu.....??" tanya Anissa kembali, meyakinkan orang yang saat ini berada dihadapanya. "2jam yang lalu, kamu baru saja mengikatku dalam ikrar pernikahan. Sekarang....kamu berkata seolah pernikahan kita ini hanyalah lelucon?? Coba katakan, Prabu.....??!" bentak Anissa yang sudah lepas kendali atas emosinya.
Prabu tetap diam, seolah apa yang baru saja dia dengar hanyalah angin berlalu. Kemarahan istrinya tidak pernah didengar. Bahkan, Prabu masih bersikap tenang tak bergeming sedikitpun.
Desahan nafas Prabu yang terdengar kasar, begitu nyaring di telinga Anissa saat ini. Dia masih menatap suaminya selekat mungkin menampakan raut wajah tidak terima.
Prabu menoleh sekilas, setelah itu dia menarik lengan Anissa masuk kedalam. Melihat cengkraman ditangan kirinya, Anissa hanya terdiam menahan rasa yang begitu sesak dalam sekejab.
Setiap lorong rumah megah itu terasa sunyi bagai mati ditelan masa. Beberapa sketsa lukisan wanita cantik yang terbingkai rapi disetiap sudut ruangan, seolah sedang menyambut langkahnya yang kian terasa lemah. Anissa mendongak sekilas, berharap air matanya tidak jatuh ditempat yang salah.
Satu pelayan sudah berdiri menunduk setengah badan didepan pintu salah satu kamar, yang kini menghentikan langkah Prabu. Cengkraman tangannya terlepas dari tangan Anissa.
Anissa menatap culas kearah pintu kamar tersebut. Pintu itu bukan selayaknya pintu kamar biasa dengan satu daun pintu. Melainkan dua belah pintu mewah dengan ukiran disetiap sisinya. Pikiran Anissa melayang, apakah dia akan dibawa suaminya memasuki kamar pengantin mereka.
Namun, pikiran kosong Anissa seakan ditepis oleh sang suami, disaat Prabu mulai menariknya masuk kedalam.
Dapat Anissa lihat. Didepan kaca besar dengan tirai terbuka, terdapat seorang wanita cantik yang sedang duduk dengan tenang. Tatapanya kosong lurus kedepan, dengan sesekali diiringi tawa pecah tanpa sebab. Wanita itu tidak sendiri, dia ditemani satu pelayan parubaya yang kini tengah menyisir rambut lurusnya.
"Kamu bisa lihat, disana ada seorang wanita yang tengah asik dengan dunianya sendiri.....?! Dialah kekasihku~Ailin!!" Prabu berkata tanpa memalingkan tatapanya, dari wanita cantik yang sedang duduk tenang tersebut. Suara yang semula terdengar dingin serta tegas, kini terasa lebih parau dan sedikit bergetar.
Prabu tidak mampu meninggikan suaranya didepan sang kekasih~Ailin. Dia begitu menjaga kekasihnya yang saat ini tengah mengalami depresi berat, sehingga membuat jiwanya sedikit terganggu.
Degh
Tubuh Anissa terasa lebih lemas dari sebelumnya. Kedua kakinya seakan tidak mampu menopang tubuh lemasnya saat ini. Dia memundurkan kakinya beberapa langkah, dengan air mata yang sudah berjatuhan melewati rahang kerasnya.
Demi apa, dada Anissa saat ini bagai dihantam benda besar, tanpa dia tahu seperti apa bentuknya. Dia sesekali menggelengkan kepala, berharap apa yang baru saja didengar hanyalah lelucon dari mulut suaminya~Prabu.
"Nggak...nggak mungkin!! Katakan sekali lagi padaku, siapa wanita itu Prabu....??" tangisan Anissa pecah, setelah dia mencoba menolak takdirnya saat ini.
Bagimana bisa dia diperistri, jika suaminya menyimpan wanita lain didalam rumahnya. Pernikahan macam apa ini. Anissa masih terisak dalam tangisanya, walaupun bibirnya mengukir senyum kecut.
Jiwanya terpatah dalam sekejab. Tangisanya masih deras berjatuhan, tanpa mendapat jawaban yang memuaskan. Dadanya bergemuruh hebat semakin teriris.
Prabu memutus pandanganya menjadi menunduk sekilas, lalu menatap kearah istrinya yang saat ini masih terdiam dalam tangisnya, sembari menatap kearah wanita disebrang.
"Memang tidak salah yang kamu dengar barusan!! Wanita disana...." tunjuk Prabu kearah Ailin, "Dia adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku. Dan yang perlu kamu garis bawahi. Aku memilihmu bukan tanpa sebab saja, Anissa...!! Melainkan untuk merawat kekasihku yang kini dalam masa pengobatannya. Dan satu lagi, kamu tidak bisa menentang peraturanku, karena Brahma sendiri yang sudah menjualmu kepadaku, alih-alih perjodohan palsu ini!!" tegas Prabu memberi alasan yang logis agar Anissa dapat mengerti.
Betapa hancurnya hidup Anissa yang telah terenggut ditanggan ayahnya sendiri. Bertahun-tahun mencari keadilan atas tanggung jawab dari sang ayah, karena sejak kecil sudah ditinggalkan. Kini malah mendapat tekanan mental, dengan dalih perjodohan palsu.
Anissa mendekat kearah suaminya, dengan raut wajah sesendu mungkin. Isakan tangisanya sudah mulai berkurang, dan dijadikannya kesempatan untuk menumpahkan segala kekecewaan yang ada.
"Kamu manusia yang begitu kejam, Prabu!! Aku kira, pernikahan yang kamu berikan padaku, dapat menyelamatkan aku dari jahatnya dunia luar!! Namun nyatanya, kamu seakan menuangkan gas beracun, agar aku dapat musnah bersama hatiku dalam sekejab!!" Anissa menumpahkan rasa kecewanya, benar-benar sakit, hingga urat dilehernya jelas terlihat ikut menonjol, saat dia menekan setiap kalimatnya.
Merasa pusing, Prabu hanya menghela nafas kasar lalu segera melenggang pergi keluar dari sana. Pikiranya benar-benar buntu, jika Anissa sudah menumpahkan segala jerit batinya. Dia pikir akan mudah saja meminta hati lain, untuk merawat pujaan hatinya. Namun harapanya seketika musnah, karena ucapan istrinya barusan.
Anissa cepat-cepat mengusap airmatanya. Dia memantapkan hatinya untuk berjalan kedepan mendekat kearah wanita cantik tersebut.
Tap...tap...tap
Langkahnya terasa berat sekali. Namun demi melawan dunianya yang terasa kejam, Anissa harus bisa bersikap layaknya orang asing yang baru memperoleh suatu penistaan.
"Tolong, tinggalkan kami berdua!! Tugasmu untuk merawat Ailin sudah selesai, karena aku yang akan mengambil alih merawatnya!!" suara Anissa terdengar bergetar, dengan airmata yang sesekali masih jatuh menetes.
Parubaya itu sejak tadi hanya diam, namun menyimak setiap kata yang terlontar dari kedua tuan dan nonanya. Mbok Marni namanya. Dia menghentikan aktivitasnya, lalu segera meletakan sisir kayu tersebut diatas meja rias berukir.
Wanita tua itu mengunci tatapan Anissa, seolah keberadaanya akan menjawab segala yang mengganjal dari kekasih suaminya itu.
"Selamat datang di rumah, nyonya!! Apa yang sedang anda saksikan saat ini, bukanlah bagian dari drama rumah tangga anda dengan tuan. Semua memiliki sudut pandang masing-masing dalam mengartikan masalah!! Begitu juga tuan dengan nyonya," mbok Marni mengulurkan tanganya menyentuh tangan Anissa, "Saya titip non Ailin!! Jika terjadi sesuatu, anda bisa memanggil saya. Saya permisi....!"
Anissa hanya terdiam, hingga uluran tangan itu terlepas dengan sendirinya. Ekor mata Anissa masih menatap kearah mbok Marni, hingga wanita tua itu telah hilang dibalik pintu.
Pikiranya benar-benar kalut, mencoba memahami arti ucapan pelayan tua itu. Namun tetap saja, Anissa sangat sukar untuk menemukan jawabanya.
"Kenapa berhenti menyisirku, mbok?? Ayo lakukan lagi. lusa aku akan menjadi wanita yang paling cantik dengan gaun indah!! Rambutku harus terurai sehat," seru Ailin dengan masih menatap lekat kedepan.
Anissa lalu beranjak kearah meja rias untuk mengambil sebuah sisir kayu tersebut. Dia lantas melakukan hal sama seperti yang mbok Marni lakukan tadi.
Helaian demi helaian rambut, Anissa sisir dengan begitu lembut, walaupun dadanya terasa sesak. Ruangan luas itu terasa hening, tanpa setetes suara yang terdengar. Anissa mencoba menguatkan hatinya, bahwa yang ada di hadapanya saat ini adalah wanita yang sangat berharga bagi suaminya.
"Lihatlah mbok...pangeranku akan tiba!! Dia baru saja turun dari langit...." gumam Ailin sembari menunjuk kearah dinding kaca. Tertawa renyah dengan dunianya sendiri.
Semakin Anissa mengurai rambut indah itu lebih dalam, maka semakin sesak yang dia rasakan. Dengan sikap tenangnya, dia berusaha tersenyum kecut hingga airmatanya tumpah kembali.
"Kamu sangat beruntung Ailin, kamu begitu dicintai oleh suamiku! Walaupun seperti ini, kisahmu lebih berharga dari pada hidupmu......" lirih Anissa mencoba berdamai dengan rasa sakitnya.
Mendengar suara yang sangat asing ditelinganya, Ailin sontak menoleh terperanjat. Kedua netranya membola lebar, namun bukan kebencian yang tersirat. Melainkan ketakutan yang begitu dalam, saat pertama kali melihat Anissa.
Anissa tersenyum nanar. Lalu meletakan kembali sisir kayu tersebut diatas meja rias.
TOKOH PEMERAN
~Prabu Sakti Darmanta~
~Anissa Candrakanti~
~Ailin Niken Sudrajat~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
IamEsthe
ini juga susunan dialog nya. boleh dijelaskan.
setahuku, penulisan dialog yang benar itu seperti ini.
"Mas? Aku tak suka dengan panggilanmu itu Terlalu menjijikan untuk didengar, Annisa," ucap Parbu dingin dengan ekspresi seolah diri Annisa ini sebegitu menjijikan di mata Prabu.
Tahu maksudnya?
"BLA BLA BLA,/!/?/." kata/ucap/bantah/seru.
2025-02-19
0
IamEsthe
diboyong. jangan 'diajak' ini konsep kalimatnya pernikahan, bukan bermain. jadi lebih baik penggunaan katanya 'diboyong'.
BLA BLA BLA, Annisa langsung diboyong ke kediaman Prabu yang berada di kota Malang.
dan kata di kota bukan dikota.
kamu harus tahu penggunaan kata 'di' sebagai penunjuk tempat dan kalimat
2025-02-19
0
IamEsthe
di halaman, bukan dihalaman. di menunjukkan tempat bukan 'di' sebagai awalan kalimat.
2025-02-19
0