NovelToon NovelToon
Membuang Suami Sampah

Membuang Suami Sampah

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita
Popularitas:30.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lily Dekranasda

Jessy, 30th seorang wanita jenius ber-IQ tinggi, hidup dalam kemewahan meski jarang keluar rumah. Lima tahun lalu, ia menikah dengan Bram, pria sederhana yang awalnya terlihat baik, namun selalu membenarkan keluarganya. Selama lima tahun, Jessy mengabdi tanpa dihargai, terutama karena belum dikaruniai anak.

Hingga suatu hari, Bram membawa pulang seorang wanita, mengaku sebagai sepupu jauh. Namun, kenyataannya, wanita itu adalah gundiknya, dan keluarganya mengetahui semuanya. Pengkhianatan itu berujung tragis—Jessy kecelakaan hingga tewas.

Namun takdir memberinya kesempatan kedua. Ia terbangun beberapa bulan sebelum kematiannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kesempatan Kedua

Aku membuka mataku perlahan. Tersentak. Napasku terengah-engah, dadaku naik turun dengan cepat, keringat dingin membasahi pelipis.

Dalam sekejap, kesadaranku yang samar mulai pulih. Pikiranku berputar dengan liar..

“Aku seharusnya mati...”

Tadi aku masih di dalam mobil. Terjepit, kesakitan, menahan amarah yang memuncak. Aku ingat semuanya.

Aku yang mengendarai mobil sendirian menuju pesta, berpakaian elegan, membawa bukti perselingkuhan Bram. Aku yang menekan pedal rem, tetapi mobil tidak bisa berhenti. Aku yang kehilangan kendali… dan kecelakaan.

Aku juga ingat bagaimana Bram dan wanita itu, Fina, tertawa di dalam mobil lain. Mereka tidak sedikit pun peduli dengan kecelakaan di depan mata mereka.

Padahal itu aku. Aku, istrinya.

Jantungku berdebar kencang. Tangan gemetar, tetapi kali ini bukan karena ketakutan—melainkan karena kemarahan.

Aku menoleh ke sekeliling. Mataku membelalak.

“Ini… Bukankah ini di rumah?”

Ruangan ini.... Meja makan dengan taplak putih bersih, kursi kayu mahal, aroma makanan yang baru saja aku disajikan.

“Aku di sini? Kenapa? Bagaimana?”

Lalu aku mendengar suara yang sangat familiar.

"Kalian ini kapan punya anak? Kenapa lama sekali? Mama ingin punya cucu laki-laki!" Mama Ella. Ibu mertua ku.

Tanganku mengepal di atas pangkuan. ”Jadi aku kembali ke masa lalu?”

"Sabar, Ma. Ini juga lagi proses." Bram. Suamiku—pengkhianat itu.

Aku menoleh, mataku tajam menatapnya. Dia duduk di sana, terlihat begitu santai, seolah-olah dunia ini masih miliknya.

"Proses, proses! Proses terus! Jangan-jangan Jessy itu mandul!"

Adegan ini persis sama dengan beberapa Minggu sebelum aku meninggal dunia. “Aku... Terlahir kembali?”

Darahku mendidih.

Aku dulu hanya bisa tersenyum pahit dan menunduk saat mendengar kalimat itu. Dulu.

Tapi sekarang? Tidak.

Aku bukan lagi Jessy yang dulu.

Tanganku meraih kain taplak meja, dan menariknya dengan kasar. Semua makanan di atas meja jatuh berantakan ke lantai.

"BRUKK!!"

Semua makanan terlempar ke lantai, piring-piring pecah, suara sendok dan garpu berdenting keras.

"AAAKGH!!"

Mama Ella dan Molly menjerit. Bram melompat dari kursinya, matanya membelalak.

"JESSY!! APA-APAAN KAMU?!"

Mama Ella wajahnya merah padam karena marah.

Molly juga berdiri, menatapku dengan mata membelalak. "Kak Jessy, kamu gila?!"

Aku menatap mereka dengan sorot tajam, tidak ada lagi rasa takut. "Aku gila? Kalian semua yang gila!!"

"Kalian bilang aku mandul?" Aku tersenyum sinis, lalu tertawa pelan. "Kalian nggak salah? Jangan-jangan justru Bram lah yang mandul?"

"JESSY!"

ucap Mama Ella dan Bram barengan. Bram tersentak kaget, sedangkan Mama Ella suaranya membentakku dengan wajah merah padam.

Mama Ella hampir menjerit. "Jangan sembarangan bicara, Jessy! Anak Mama nggak mungkin mandul! Keluarga kami nggak ada yang mandul!"

Molly menimpali dengan nada tajam, "Iya! Kak Bram punya adik, berarti dia nggak mandul!"

"Ma.... Molly... Sudah..." ucap Bram menenangkan mama dan adik iparku.

"Sayang... Sudah..." ucap Bram menenangkanku memegang lenganku.

Aku melepaskannya dengan kasar, hingga Bram terlihat kaget.

"Ada apa dengan Jessy hari ini?" ucap Bram dalam hati.

Aku mendengus, melipat tangan di depan dada. "Oh, jadi menurut kalian, kalau di keluarga kalian punya saudara berarti gak mandul, berarti aku yang salah? Aku juga punya Mama, jadi keluarga ku juga gak mandul." Tatapanku menusuk.

"Lagipula kalian tahu dari mana kalau aku yang mandul? Kalian dokter? Atau jangan-jangan kalian cuma asal tuduh. Jangan bodoh jadi manusia." ucapku sinis sedikit tertawa kecil.

Wajah Mama Ella memerah karena emosi. "Kamu keterlaluan, Jessy!"

"Keterlaluan? Aku?" aku tertawa. "Kalian yang keterlaluan, setiap hari selalu bertanya kapan hamil, kapan hamil, aku mandul. Kalian pikir aku ini apa?"

Bram, yang sejak tadi diam, mencoba menenangkan situasi. "Sudahlah, jangan berdebat soal ini. Jessy, tolong jangan bicara sembarangan. Molly, jangan bahas ini lagi. Kita semua bisa bicara baik-baik bukan?"

Bram berusaha meraih tanganku lagi, tapi aku menepisnya dengan kasar. Mataku menatapnya tajam, penuh penghinaan.

"Bicara baik-baik?" Aku menyeringai, suara tawaku dingin. "Dengar, Bram. Aku sudah cukup bersabar selama ini. Aku selalu diam, menerima omongan mereka, menerima perlakuan mereka, seolah-olah aku ini wanita yang pantas diinjak-injak! Tapi cukup. Aku lelah seperti ini terus."

Mama Ella menepuk meja dengan keras. "Kurang ajar kamu, Jessy! Itu mulut harus dicuci pakai sabun!"

Aku menoleh dengan santai ke arahnya. "Mungkin Mama yang perlu mencuci hati Mama pakai air suci."

"APA?!" Mama Ella bangkit dari kursinya, Molly juga menatapku seolah aku sudah tidak waras.

Tapi aku tidak peduli.

Aku lalu menatap Bram, suamiku yang penuh kebusukan. Pria yang dulu aku cintai setengah mati, tapi ternyata hanya menikmatiku sebagai pajangan.

Aku menyipitkan mata. "Bram, aku mau tanya."

Bram tampak waspada. "Tanya apa?"

Aku menyeringai. "Kamu menikahiku buat apa?"

Dia tampak terkejut. "Kenapa tiba-tiba tanya begitu?"

Aku melipat tangan di depan dada. "Jawab saja."

Bram menghela napas, lalu berkata, "Ya tentu saja karena aku mencintaimu."

Aku tertawa sinis. "Mencintaiku? Aku heran kenapa kamu masih bisa ngomong kayak gitu dengan wajah polos."

Bram mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"

Aku mendekat selangkah, membuatnya mundur sedikit. Mataku menatap lurus ke matanya. "Kalau benar kamu mencintaiku, kenapa selama ini aku selalu diperlakukan seperti ini? Kenapa aku harus menghadapi pertanyaan menyakitkan soal kehamilan sendirian? Kenapa kamu nggak pernah membelaku?!"

Bram terdiam, mulutnya terbuka ingin menjawab, tapi aku tidak memberinya kesempatan.

Aku mencibir. "Kamu nggak bisa jawab, kan?"

Molly menyela dengan nada marah. "Kak Jessy, kamu kenapa sih? Kak Bram itu suamimu, kenapa kamu malah menyerangnya?"

Aku menatapnya datar. "Molly, aku akan mengajarimu satu hal. Seorang suami seharusnya adalah pelindung istri, bukan orang yang diam saja ketika istrinya dihina."

Wajah Molly memerah karena malu. "Tapi Kak—"

Aku mengangkat tangan, menghentikannya. "Aku nggak tertarik mendengar pembelaanmu."

Aku menoleh lagi ke Bram. "Kamu tahu, Bram? Dulu aku percaya padamu. Aku pikir, walaupun aku menikah dengan keluargamu yang seperti ini, setidaknya aku punya kamu. Aku pikir kamu akan selalu ada untukku. Aku pikir kamu akan melindungiku."

Aku mendekat lagi, suaraku rendah tapi tajam. "Tapi nyatanya, kamu nggak lebih baik dari mereka."

Aku bisa melihat rahangnya mengeras. "Jessy, cukup. Aku tidak tahu kenapa kamu tiba-tiba bertingkah seperti ini, tapi aku tidak suka."

Dan saat itu, kesabaranku benar-benar habis.

PLAKK!!

Tanganku melayang, menampar pipi Bram dengan keras.

Ruangan mendadak sunyi.

Mama Ella dan Molly terkejut, mata mereka membelalak. Bahkan Bram sendiri tampak tak percaya.

"JESSY!" Mama Ella menjerit marah. "Kamu sudah gila?!"

Aku menarik napas panjang, lalu menatap Bram tanpa sedikit pun rasa penyesalan.

"Aku tidak gila, Mama. Justru aku baru sadar selama ini aku sudah terlalu bodoh."

Bram menyentuh pipinya yang merah, matanya penuh kemarahan. "Kenapa kamu menamparku?!"

Aku tersenyum tipis. "Itu sebagai hadiah karena selama ini aku selalu diam, selalu menahan diri, selalu bersabar. Sekarang tidak lagi."

Bram merengut, nadanya penuh peringatan. "Jessy, aku suamimu."

Aku mendekat, hampir berbisik di telinganya. "Dan aku adalah istrimu jika kau ingat."

Aku bisa melihat rahangnya mengatup kuat, matanya menatapku dengan tajam. Tapi aku tidak gentar.

Aku melangkah mundur, menghela napas seolah merasa lebih lega. "Aku capek!!!"

Aku menatap mereka semua, lalu berbalik, berjalan keluar dari ruang makan tanpa sedikit pun menoleh ke belakang.

1
vj'z tri
PD mu kebablasan Ferguso 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
karina
up lagi thor
Skins12
upnya di banyakin dong... 😁
Ayu Septiani
betul Ella... menantumu dalam fase muak dengan perilaku kalian
Kamiem sag
ya menantumu itu sdg kesurupan kesadaran bu Ella
Etty Rohaeti
lanjut kk
Tiara Bella
lanjut
karina
semangat up lagi thor
Ayu Septiani
kakak Chika mungkin sudah memendam suka pada Jessy sejak lama. hingga mendengar Jessy ingin bercerai dia langsung bersemangat membantu Jessy
Benjut D
baru mampir langsung sula
Upi Raswan
ketahuan,, keliatan banget jason emang suka sama jessy,, pas denger jessy mau cerai aja kayak kaget kaget suka gituuu hihi
anna
🥰🥰🥰
Tiara Bella
Bram gk bakalan mw dia cerai
xenovia putri
.bneran ganti jdi pov mc kah..
.mengecewakan
Diyah Pamungkas Sari
"...selagi niatmu masih kuat!..." ngabrut sm cika, suka tipe begini ceplas ceplos 🤣🤣
Tri Ana
👍👍👍
Akbar Razaq
Hah.....nunggu mati dulu baru sadar untung othornya baek kau di kasih kesempatan lagi.
Maria Hedwig Roning
thnks thor
Tiara Bella
akhirnya up jg Thor.....
Akbar Razaq: bagus loh cetitanyq awalnya gak sabar karena kebodohan pemerqn utama tp sekarang buuuaghhh......gas kuen !!!
total 1 replies
xenovia putri
.koq jdi pov mc thor..
.maaf yah, bkin mles baca klau pov mc mah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!