Takdir seakan mempermaikan kehidupan Syakira Anastasia. Kehidupannya yang bergelimang harta, terlahir dari keluarga mapan, gak pernah sekali pun membuatnya menangis karena derita.
Namun takdir membawanya pada seorang pria beruban, dengan fisik bak pria matang.
Membawanya pada hubungan yang gak pernah ia bayangkan. Mampu kah Syakira menjalani perannya sebagai seorang istri di usia labilnya? Atau berakhir menderita seperti yang di inginkan Jims Prayoga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Itu benar saya, pak!
Serli menghapus jejak air matanya sendiri, menatap iba Syakira lewat kaca spion tengah.
‘Ya Allah, ini pasti ujian terberat dalam hidup Syakira. Kuatkan teman hamba ya Allah. Semoga yang jadi korban kecelakaan itu benar, bukan om Bayu mau pun tante Sasmita.’ batin Serli penuh harap.
Wili membenarkan posisi duduknya, menggenggam jemari Syakira erat, “Kita sama sama berharap, Ra! Korban kecelakaan itu bukan om dan tante. Semoga Tuhan melindungi mereka berdua di mana pun mereka berada.”
“Tuhan harus melindungi mereka! Tuhan gak akan adil jika mengambil orang tua ku dari ku!” ucap Syakira penuh penekanan.
Serli menggeleng gak sependapat dengan Syakira, “Ra, jodoh, takdir dan rejeki itu udah ada yang ngatur. Kita berdo’a aja, korban kecelakaan itu bukan om dan tante ya!” terang Serli, mencoba membuat Syakira mengerti.
Dari balik kaca spion, mang Dadang menatap Syakira dengan tatapan bersalah, “Maaf ya, Non! Harusnya mang Dadang gak dengerin perintah Tuan besar.”
“Perintah apa, mang?” celetuk Serli penuh tanya.
Flashback mang Dadang.
Di pagi yang cerah, seperti biasa. Dengan di temani semilir angin pagi. Mang Dadang mengelap mobil sedan hitam yang baru selesai ia panaskan mesinnya usai ia cuci bersih.
Sedan hitam keluaran terbaru, angkutan transportasi yang biasa di gunakan Bayu dan Sasmita dalam menunjang perjalanan ke duanya.
“Mang! Mesin mobil udah di panasin kan!” tanya Bayu dengan suara bariton nya.
Dadang berbalik badan, tampak ke dua Tuan nya sudah berdiri di hadapannya dengan pakaian rapi, dengan satu koper hitam yang di tenteng Bayu.
Dadang mengerutkan keningnya, menelisik penampilan ke 2 Tuan yang tampak berbeda dari hari biasanya.
‘Ini kan hari libur, apa iya Nyonya sama Tuan mau pergi? Cuma berdua?’ cecar Dadang meski hanya dalam hati.
“Kamu lihat apa, mang?” tegur Sasmita, melihat Dadang yang gak kunjung menjawab pertanyaan Bayu.
Dadang menggaruk kepalanya yang gak gatal, lalu bertanya dengan wajah kikuk, “A- anu Nyonya besar. Nyonya sama Tuan udah pada rapi, ini kan hari libur… biasanya hari libur begini kan Tuan sama Nyonya gak pergi kemana mana.”
Sasmita menggeleng gak percaya, dengan ocehan Dadang, “Kamu itu supir, mang! Gak sepatutnya kamu ikut campur urusan majikan mu!” ketus Sasmita.
Bayu mengulurkan tangan kanannya pada Dadang, dengan tegas, “Kunci mobil!”
“Apa gak sebaiknya saya antar, Tuan?” tolak Dadang secara halus.
“Hari ini kamu gak perlu mengantar kami! Kami hanya sebentar, Dang! Mana kuncinya!” desak Bayu.
Dadang merogoh saku celananya, hendak mengeluarkan kunci mobil, “Tapi kan saya supir, Tuan. Saya gak enak kalo Tuan bawa mobil sendiri!”
“Paah! Kita udah di tunggu ini!” desak Sasmita dengan wajah gelisah.
‘Siapa yang mau di temui Nyonya dan Tuan ya? Harus banget tanpa supir?’ batin Dadang penuh selidik.
“Dang! Kuncinya!” pinta Bayu dengan penuh penekanan.
Dadang semakin erat, menggenggam kunci mobil dari dalam saku celananya, “Tapi Tuan, nanti kalo Nona Muda tanya. Saya jawab apa? Biar saya antar aja ya Tuan! Cuma sebentar kan Tuan perginya?”
Bayu menarik nafas dalam, dengan nada tinggi berseru pada Dadang, “Dadang! Kamu bosan jadi supir!”
“Gak, Tuan. I- ini kunci mobilnya Tuan!” ucap Dadang dengan tergagap, menyerahkan kunci mobil pada Bayu.
Sasmita masuk ke dalam mobil, wanita beranak satu itu mendudukkan dirinya di kursi depan bagian penumpang.
“Saya pergi dulu! Jaga rumah baik baik!” ucap Bayu sebelum masuk ke dalam mobil.
“Saya serius ini, Tuan besar! Saya antar aja ya, Tuan!” oceh Dadang setengah memaksa, saat melihat Bayu mendudukkan diri di kursi belakang kemudi.
“Gak perlu, Dang!” tolak Bayu, menyalakan mesin mobil.
“Tuan hati hati ya! Jangan ngebut bawa mobilnya!” seru Dadang.
“Bawel kamu! Kamu tunggu di rumah! Kamu antar kemana pun Kira pergi! Jangan biarkan Kira mengemudi! Kau ingat pesan ku itu Dang!” ujar Bayu panjang kali lebar, sebelum mobil melaju melesat dari pelataran rumah.
Dadang menggaruk kepalanya yang gak gatal, mencerna dan mengingat kembali ucapaan Bayu padanya.
Kamu antar kemana pun Kira pergi! Jangan biarkan Kira mengemudi! Kau ingat pesan ku itu Dang!
“Tumben Tuan besar banyak omong! Tapi kata kata yang Tuan besar omongin kok kaya pesan terakhir ya?” pikir Dadang.
Pria berusia 30 tahun itu menggaruk kepalanya frustasi, “Ah ngaur… telinga ku salah dengar kali ya!”
Flashback and.
“Apa mamang tau, siapa yang hendak di temui mama dan papa?” tanya Syakira dengan tatapan menyelidik.
“Gak tau, Non! Tuan besar gak bilang apa apa. Cuma terakhir Tuan besar bilang, ada masalah yang harus Tuan besar selesaikan.” terang mang Dadang.
Begitu mobil sampai di pelataran parkir rumah sakit. Syakira langsung ke luar dari mobil, meski mang Dadang belum memarkirkan mobil dengan sempurna.
“Kamu dampingi terus Kira, Wil! Nanti aku nyusul.” oceh Serli.
Wili dan Syakira melangkah masuk, menuju bagian resepsionis rumah sakit.
“Suster, korban kecelakaan mobil di jalan bebas hambatan. Apa saya bisa melihatnya? Ada di mana korban selamat, sus?” cecar Syakira dengan gak sabaran.
“Korban kecelakaan yang melibatkan 2 mobil sedan mewah, mbak?” tanya suster memastikan.
Syakira mengangguk, membenarkan.
“Teman saya mau memastikan, sus! Apa itu orang tuanya atau bukan!” oceh Wili.
“2 korban tewas di tempat, ada di ruang jenazah. Dan satu korban kritis ada di UGD.” jelas suster.
“Pak! Tolong antar ke duanya menuju UGD! Korban kecelakaan yang dalam keadaan kritis!” oceh suster pada polisi yang tengah berdiri di depan meja resepsionis.
Suster kembali menatap Syakira dan Wili, “Jika benar ada keluarga kalian yang jadi korban, jangan lupa urus administrasinya ya!”
“Mari saya antar!” seru pak polisi, mempersilahkan Wili dan Syakira mengikutinya.
“Bagaimana keadaan korban kritis, pak?” tanya Syakira pada pak polisi.
“Korban banyak kehilangan darah, ada benturan keras di kepala, ke dua tangan dan kakinya patah. Tapi sempat menyebut nama Syakira. Apa anda yang bernama Syakira, Nona?” tanya pak polisi pada Syakira.
“Itu benar saya, pak!” jawab Syakira dengan air mata yang kembali luluh lantah.
“Yang selamat, bapak bapak atau ibu ibu, pak?” tanya Wili, menggenggam erat jemari Syakira.
“Bapak bapak. Satu penumpang dalam mobil yang sama, wajahnya gak bisa lagi di kenali, tapi itu jelas korban wanita.” imbuh pak polisi.
Brugh.
Bersambung…