~♡Cinta ini bukan terlalu cepat bersemayam di dada
Tidak juga terlalu cepat mematri namamu di sana
Hanya saja semesta terlambat mempertemukan kita
Sayang, rindu ini bukannya ******
yang tak tahu diri meski terlarang.
Maka ...
Jangan paksa aku melupakan
sungguh aku belum lapang~♡
"Aku tahu dan menyadari ini salah, tapi Aku tidak bisa menghentikannya, jika ini adalah takdir, bukankah hal yang sia-sia jika Aku menghindarinya, sekuat apapun Aku menghindar tetap saja Aku tidak akan pernah bisa lari dari perasaan ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wanudya dahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku tidak bisa marah padamu
Sudah hampir pukul 7 pagi, tapi Kirana masih belum beranjak juga dari tempat tidurnya. Entah kenapa, hari ini tiba-tiba dia merasa malas untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa. Hingga suara ketukan pintu yang cukup keras mampu membuatnya melonjak kaget seketika dari lamunannya.
"Sudah siang, Nduk, nanti kesiangan masuk kerjanya," ucap ibu dari balik pintu.
"Iya, Bu, sebentar," sahutnya dari dalam kamar.
"Aduh, gawat kesiangan lagi. Mau berangkat kerja juga sudah telat, mana belum mandi lagi," gerutu Kirana setelah menyadari kecerobohannya sendiri. Jadi, dia pun memutuskan untuk tidak masuk kerja saja, dan hampir siang dia masih belum beranjak juga dari tempat tidurnya yang nyaman.
Tiba-tiba, pintu kembali diketuk lagi dari luar. "Nduk, ini ada Nak Satya di luar nungguin kamu," ucap ibu.
"Iya, Bu, sebentar," katanya.
Tak lama kemudian, Kirana keluar dari kamar setelah sebelumnya dia mandi terlebih dahulu. Dia mengenakan kaos oblong berwarna putih dan celana pendek. Dilihatnya Satya sedang duduk di teras depan rumah dengan sebatang rokok di tangannya.
"Mas," sapa Kirana dengan suara lembut. Satya menoleh ke arah suara yang memanggilnya tersebut, melihat Kirana dengan baju mode santai membuat Satya bertanya.
"Kok belum siap-siap, kamu nggak kerja?"
"Kesiangan tadi aku bangunnya, lagian ini hari Sabtu, kerjaan kemarin juga udah aku beresin kok, jadi rencananya hari ini mau ijin, boleh, kan?" jelas Kirana sambil tersenyum manis setelah mengatakannya.
"Iya, terserah kamu saja, sini," perintahnya sambil meraih tangan Kirana dan mengajaknya duduk di dekat Satya.
"Emm... Mas Satya sudah tidak marah lagi sama aku?" tanya Kirana, masih dengan suara lembutnya.
"Aku mana bisa marah sama kamu," kata Satya masih dengan erat menggenggam tangan kekasihnya itu.
"Tapi kemarin Mas Satya marah, kan?" tanyanya lagi.
"Maaf, kalau kamu berpikir seperti itu, Ki, aku bukannya marah hanya saja jujur aku terlalu cemburu ketika mengetahui ada laki-laki lain yang juga menginginkanmu," terlihat raut wajah tak senang ketika Satya mengutarakan hal itu.
"Tapi aku kan tidak merespon yang gimana-gimana, kan? Mas Satya tahu itu, dia itu bukan siapa-siapa selain seorang pengganggu," jelasnya pada Satya.
"Aku tahu, makanya aku datang kesini, aku mau meminta maaf atas sikapku kemarin sama kamu, aku kira aku sudah berlebihan," kata Satya.
"Ya, Mas, aku tidak masalah dengan itu, aku bisa ngerti kok," kata Kirana sambil mengulas senyum manisnya, senyum yang selama ini telah berhasil membuat Satya tak mampu berpaling darinya.
"Oh ya, Mas Satya tidak berangkat kerja juga ya hari ini?" tanya Kirana kemudian.
Sambil mengusap rambut kekasihnya, Satya menjawab, "Iya, kerja, setelah ini mau langsung ke kantor, tapi sebelumnya aku ingin menemui kamu terlebih dahulu, aku belum tenang sebelum melihatmu lagi setelah kemarin. Ya sudah, aku berangkat dulu, banyak kerjaan yang menunggu."
"Ya, Mas, hati-hati di jalan ya."
"Ya, sudah, aku pamit dulu, jangan lupa sarapan, nanti aku ke sini kalau kerjaan sudah beres," ujarnya masih dengan tangannya yang mengusap rambut Kirana, sementara gadis itu hanya membalasnya dengan anggukan kepala dan senyuman manis di bibirnya. Kirana menatap punggung lelaki yang mulai beranjak menjauh dari pandangannya. Kemudian ia bermonolog sendiri di dalam pikirannya.
"Apa benar aku yakin dengan pilihanku dan menjadikan Mas Satya sebagai pelabuhan terakhirku?" Kirana tahu Satya memang sosok yang baik dan sangat mencintainya, tapi apakah ia yakin juga jika Satya adalah seseorang yang ia inginkan dan dia harapkan menjadi yang terakhir dalam hidupnya.
"Entahlah... biarkan waktu yang akan menjawabnya nanti, dan sementara ini biarlah aku akan menjalani peranku sebaik mungkin sebagai seorang kekasih untuk Mas Satya, dan aku berjanji akan selalu belajar menerima Mas Satya dengan sepenuh hati. Semoga"
Setelah Satya pergi, Kirana kembali ke dalam kamarnya dan duduk di atas tempat tidurnya kembali. Ia memandang ke sekeliling kamar yang terlihat begitu sunyi dan sepi. Ia merasa ada yang kurang dalam hidupnya, ada yang belum ia temukan.
Ia berpikir tentang Satya dan bagaimana laki-laki itu sangat mencintainya. Tapi, ia juga berpikir tentang perasaannya yang belum sepenuhnya yakin. Ia merasa ada yang mengganjal di hatinya, ada sesuatu yang terasa kurang dalam dirinya dan kehadiran Satya sampai saat ini ternyata belum mampu menggenapinya.
Kirana menghela napas dalam-dalam dan berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang mengganggu. Ia tahu bahwa ia harus menjalani hidupnya dengan sepenuh hati dan tidak boleh terjebak dalam pikiran-pikiran yang negatif.
Ia berdiri dari tempat tidurnya kemudian berjalan ke arah jendela. Ia membuka jendela dan memandang ke luar. Ia melihat langit yang biru dan matahari yang bersinar terang. Ia merasa mungkin masih ada harapan yang akan muncul dalam hidupnya nanti.
Semoga.