"Berawal dari DM Instagram, lalu berujung sakit hati."
Khansa Aria Medina tidak pernah menyangka DM yang ia kirimkan untuk Alister Edward Ardonio berujung pada permasalahan yang rumit. Dengan munculnya pihak ketiga, Acha-panggilan Khansa-menyadari kenyataan bahwa ia bukanlah siapa-siapa bagi Al.
Acha hanyalah orang asing yang kebetulan berkenalan secara virtual.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nightmare
"BISA NGGAK, JANGAN IKUTIN GUE LAGI?!"
Al menghentikan langkahnya. Ia sengaja berjalan menuju halaman belakang sekolah agar bisa berbicara leluasa. Ia benar-benar muak dengan perilaku perempuan di hadapannya yang terus-terusan mengikutinya dari kemarin.
"Aku nggak terima, Al! Kenapa kita harus putus? Aku kan udah minta maaf!" teriak perempuan itu tidak terima. Tangannya meraih tangan Al lalu menggenggamnya erat.
"Minta maaf nggak bisa bikin hubungan kita balik. Gue nggak mau pacaran sama lo lagi!" Al menghempaskan tangan perempuan itu dengan keras. Bukan bermaksud kasar, hanya saja kekesalannya sudah berada di ubun-ubun.
"Kamu sekarang berubah ya, Al. Kamu nggak pernah kasar gini ke aku." Perempuan itu menangis sesenggukan. Air matanya menetes deras—ia berusaha terlihat menyesal di depan Al. Tetapi Al keburu kesal. Laki-laki itu sama sekali tidak mau melihat wajah perempuan itu lagi.
"Lo yang berubah! Gue jijik sama lo, sumpah!" bentak Al. "Dan, yang paling bikin gue jijik, lo berani selingkuh sama dia!" Sungguh, selama menjalin hubungan dengan perempuan itu, tidak pernah terpikir akan ada kejadian seperti ini. Bisa-bisanya perempuan yang ia cintai selama ini malah melumat bibir dengan laki-laki lain.
Nasi sudah menjadi bubur, begitu pula dengan hubungan Al bersama perempuan itu. Perempuan itu selingkuh dengan laki-laki lain dan membuat Al sangat kecewa. Meski Marlina yang memaksa pun tidak akan membuat Al kembali dengan perempuan itu. Al sudah bertekad bulat. Orang yang selingkuh, selamanya akan tetap selingkuh. Al tidak mau jatuh ke lubang yang sama.
Perempuan itu semakin menangis. Wajahnya tidak karuan karena dibasahi air mata. "A-Al ... aku tahu ... sifat kamu nggak kayak gini. B-bisa kan, aku dikasih ... kesempatan kedua?"
"Gue geli lihat lo sok-sokan nangis kayak gini," decak Al sebelum akhirnya meninggalkan perempuan itu yang masih menangis.
"ALISTER, AKU MASIH SAYANG KAMU!" Perempuan itu berteriak tetapi tidak membuat Al menghentikan langkahnya.
Tiba-tiba, napas Al terasa sesak. Matanya terasa dibuka paksa tetapi hanya kegelapan yang ia lihat. Al pun mulai menerawang sekitarnya. Rupanya ia sedang berada di kasurnya. Kejadian tadi hanyalah mimpi buruk.
"Mimpi itu lagi," gumam Al kesal. Ia mengusap-usap wajahnya dengan gusar.
Mimpi yang sudah lama tidak muncul, kini kembali menghantui. Entah apa penyebabnya. Karena mimpi tadi, mata Al sulit terpejam. Ia pun menatap jam yang tertempel pada dinding. Pukul tiga subuh. Terlalu dini untuk bangun dan bersiap untuk sekolah, tetapi terlalu terlambat untuk kembali tidur. Alhasil, Al memutuskan untuk bersandar di kasur kemudian membuka ponselnya.
Saat asyik-asyiknya melihat berbagai postingan di Instagram, otak Al tertuju pada puluhan kotak pesan yang belum terbaca. Ia membukanya karena penasaran apakah Acha akan mengirim pesan padanya setelah berbagai penolakan yang ia berikan. Benar saja dugaannya, Acha memberikan puluhan pesan kepada Al. Pesan itu belum pernah terbaca sejak pertemuan mereka dua minggu yang lalu. Akhir-akhir ini Al memang tidak membuka DM. Ia sudah tidak menerima pesanan kue melalui DM. Banyak pesan DM yang tidak penting menjadi alasannya untuk tidak melakukan hal itu lagi.
[al_ardonio]
[Apa?]
Al membalas puluhan pesan itu dengan satu kata. Kemudian, ia menggulir layar ke atas untuk membaca pesan apa saja yang dikirimkan gadis itu. Al membacanya sambil tertawa geli, sesekali mendengus ketika Acha mengirimkan gombalan. Bagaimana tidak, dengan polosnya, Acha bercerita tentang kesehariannya kepada laki-laki yang tidak dekat dengannya.
Tiba-tiba saja Acha membalas pesan Al, yang membuat tanda terbaca langsung otomatis muncul di ponsel Acha.
[khansa.achaa]
[Uwow, Al belum tidur?]
[Ah, nggak penting.]
[Ini Al yang bales atau siapa?]
[Subuh-subuh begini, rada serem juga.]
[al_ardonio]
[Ini Al.]
[khansa.achaa]
[Keknya gue kudu tumpengan bareng warga nih.]
[Akhirnya, chat gue dibales.]
[Eh, tapi lo beneran bukan setan kan?]
Al tertawa terbahak-bahak. Kemudian kembali mengetikkan balasan.
[al_ardonio]
[Ini Mama Al yang bales.]
Chat pun berlanjut selama hampir satu jam. Al menikmati waktu subuhnya bersama Acha. Tetapi seketika senyum itu sedikit luntur saat Acha belum membalas pesannya. Akhirnya, Al memutuskan membuka aplikasi lain.
***
Beberapa siswa tampak asyik bermain basket. Dengan rambut dan seragam yang berantakan, mereka sibuk merebut bola dan mencetak poin sebanyak-banyaknya. Tetapi tidak dengan Al. Laki-laki itu malah merebahkan diri di atas tribun dengan ponsel di tangannya.
Acha belum membalas pesan terakhirnya. Ia dibuat frustrasi karena gadis itu belum kunjung membalasnya. Padahal tidak biasanya Acha slow respond seperti ini.
"Anjir, itu kan Acha!"
Al mengerjap kaget. Ia menoleh ke samping dan mendapati Bagas sedang melotot. Al langsung terheran. Bukankah Bagas tadi berada di lapangan? Mengapa bisa-bisanya berada di sampingnya, terlebih lagi tidak disadari dirinya? "Nggak sopan lo lihat-lihat hape orang!" katanya sambil mendengus kesal.
"Nggak penting, anjir." Bagas menabok kepala Al pelan, kemudian menunjuk layar ponsel yang sudah menghitam. "Itu Acha, kan? Gue nggak salah lihat, kan?"
Al mendengus. Ia membalas kelakuan Bagas dengan menabok kepalanya. Lalu, ia beranjak dari tidurnya dan memasang wajah seolah tidak tahu apa-apa.
Bagas yang telanjur penasaran langsung mengambil duduk di samping Al. Ia menatap Al penuh harap—berharap Al memberikan penjelasan yang masuk akal. "Kasih tahu gue! Itu ngapain lo tadi? Nge-chat Acha, ya? Udah suka lo sama dia?"
Al mendelik. "Kalau ngomong, di-filter dulu! Berapa kali gue bilang, gue nggak suka dia!"
Bagas tidak percaya jawaban Al begitu saja. Pasalnya, dengan semua perilakunya selama ini membuktikan bahwa Al tidak menyukai Acha. Tetapi hari ini, Bagas menemukan Al sedang membuka room chat dengan Acha dalam jangka waktu yang cukup lama. Bukankah ... artinya Al sedang menunggu balasan dari Acha? Memangnya topik apa yang mereka bahas sehingga membuat Al seperti itu?
"Udah, bilang aja kalau suka. Gue mah santuy," kata Bagas sambil tersenyum geli. Nyatanya, ia memang baik-baik saja bila Al menyukai Acha. Ia bukan tipe laki-laki yang suka berebut perempuan dengan laki-laki lain.
Al mendengus kesal. Ia hendak pergi tetapi Bagas sudah menarik tangannya dahulu. Kali ini, Bagas tidak mau diam saja membiarkan Al seenaknya pergi.
"Ngaku, lo tadi nunggu balasan Acha, kan?" tanya Bagas dengan nada paksa.
"Sok tahu!" erang Al.
Bagas tidak mau menyerah. "Sorry ya, kita udah temenan dari SMP. Gue tahu gerak-gerik lo mencurigakan. Kalau emang suka, bilang aja. Ngapain juga gue bocorin ke orang lain?"
"Gue bilang nggak, berarti nggak!"
"Nggak mungkin, ngaku aja lo."
Al menatap Bagas dengan kesal. Bagas sangat keras kepala. Tetapi Al tidak bisa menyebutnya seperti itu, karena ia pun sama-sama keras kepala. "Mau gue suka atau nggak, itu bukan urusan lo!" Al langsung berdiri dan bergabung dengan para siswa yang bermain basket itu.
"BERARTI BENERAN SUKA, YA?" Bagas berteriak.
Al langsung memberikan jari tengahnya dan membuat Bagas tertawa keras. Sudah terlihat jelas Al menunggu jawaban Acha. Bukankah itu artinya ... Al sedikit tertarik? Tetapi Al yang tipenya tsundere, tidak mau mengakui hal itu.
"Eh, tapi gue kepo. Mereka bahas apaan sampe Al tertarik gitu?" Bagas memegang dagunya. "Ah, ya udahlah. Berarti Acha good job deh!"