NovelToon NovelToon
My Little Badgirl

My Little Badgirl

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Mafia / Teen School/College / Cinta pada Pandangan Pertama / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Icut Manis

Krystal Berliana Zourist, si badgirl bermasalah dengan sejuta kejutan dalam hidupnya yang ia sebut dengan istilah kesialan. Salah satu kesialan yang paling mengejutkan dalam hidupnya adalah terpaksa menikah di usia 18 tahun dengan laki-laki yang sama sekali belum pernah ia temui sebelumnya.

Kesialan dalam hidupnya berlanjut ketika ia juga harus di tendang masuk ke Cakrawala High School - sekolah dengan asrama di dalamnya. Dan di tempat itu lah, kisah Krystal yang sesungguhnya baru di mulai.

Bersama cowok tampan berwajah triplek, si kulkas berjalan, si ketua osis menyebalkan. Namun dengan sejuta pesona yang memikat. Dan yang lucunya adalah suami sah Krystal. Devano Sebastian Harvey, putra tunggal dari seorang mafia blasteran Italia.

Wah, bagaimana kisah selanjutnya antara Krystal dan Devano.

Yuk ikuti kisahnya.

Jangan lupa Like, Komen, Subscribe, Vote, dan Hadiah biar Author tambah semangat.

Salam dari Author. 🙏

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 24 : LET'S START THE GAME

"Angkat kaki dari Cakrawala High School hari ini. Maka gue pastikan keluarga lo aman."

Metta mematung di tempatnya duduk. Ia mengangkat kepalanya menatap Devano yang duduk di kursi putar di depannya. Aura cowok kini jauh sangat berbeda dari yang biasa ia lihat di sekolah. Jauh lebih mengerikan dan di selimuti kegelapan. Air matanya menyusur deras.

"Kalau gue keluar, lo akan ngelepasin gue dan keluarga gue, kan?" Suara Metta bergetar.

"Of course. Asal lo tetap mengikuti rules. Pergi, jangan pernah kembali, atau mencoba untuk mengungkit kejadian ini di kemudian hari. Karena kalau sampai lo melanggar aturan yang ada gue pastikan menghancurkan keluarga lo hingga ke akar-akarnya. Terlebih, kalau lo sampai berani menemui Krystal dan menyentuh dia. Maka detik itu juga, peluru akan menembus di kepala kalian." Devano bangkit dri duduknya dan berjalan memutari kursi Metta duduki. Tubuh Metta menegang dan meremang saat bisikan itu langsung masuk ke pendengarannya.

Metta remas ujung roknya dengan kuat, bersama isakan nya yang mati-matian ia tahan. meski ia menangis dan memohon di bawah kaki Devano sekarang, tidak akan ada hasilnya. Karena dewa kematian tidak akan pernah mempunyai belas kasihan.

"Akhhhh hiks... Oke. Gue janji, Dev. Gue janji akan ngelupain kejadian ini selamanya. Gue janji, Dev hiks... tapi please jangan sakitin keluarga gue." Metta langsung membekap mulutnya sekuat mungkin menggunakan telapak tangan. Saat dua pistol tepat di todongkan di sisi kanan dan kiri kepalanya oleh orang-orang suruhan Devano.

"Semua tindakan di masa depan, tergantung dengan sikap yang lo lakukan." Sebuah senyuman miring layaknya iblis hadir hadir di wajah tampan itu.

Devano sudah kembali duduk di kursi putarnya. Sebuah map coklat di atas meja, ia geser ke arah Metta yang masih menangis dan gemetar ketakutan.

"Buka! Baca! Lalu tanda tangani!" Perintah Devano. Lalu memutar kursi yang di duduki nya.

Dengan tangan gemetar, Metta membuka map coklat tersebut. Perlahan matanya membaca isi yang tertulis di dalamnya dan air mata penuh ketakutannya semakin tidak terbendung saat membaca bagian konsekuensi yang akan di dapatkan nya jika melanggar aturan yang telah tertera di atas.

Seorang keturunan Harvey's, tidak akan pernah main-main dengan apa yang diutarakan.

Jika mati, maka akan mati.

Tanda tangan sudah Metta bubuhi di atas kertas itu. Menggesernya kembali pada Devano. Lantas bangkit dari duduknya dan berlalu pergi dari ruangan temaram ini.

"Apa lo nggak penasaran siapa yang mengkambing hitamkan lo?"

Langkah Metta terhenti, ia memutar poros tubuhnya perlahan. Bertepatan dengan selembar foto di lempar tepat di depan kakinya. Di pandangi Devano yang menaikkan kedua alis, seakan menyuruhnya untuk memungut foto tersebut.

Dan Metta meraih dan membaliknya. Jantungnya seakan berhenti berdetak ketika melihat potret siapa yang di dapatinya.

Devano menyeringai, melihat Metta mematung.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi ini Cakrawala High School di kejutkan dengan berita di keluarkan nya Metta dari sekolah. Ya, dampak dari apa yang menimpa Krystal semalam. Pihak sekolah yang pastinya sudah di setujui oleh Devano langsung, akhirnya memutuskan untuk Metta di DO. Dan pagi ini juga, Metta sudah di jemput pulang. Gadis itu sedang membereskan barang-barang nya di kamar.

Semua siswa-siswi Cakrawala sudah berkumpul memenuhi koridor lantai satu bahkan sampai ke perkarangan luar sekolah, tidak ingin ketinggalan momen detik-detik Metta resmi meninggalkan Cakrawala High School. Terdengar seruan beberapa orang yang berbisik saling membicarakan.

"Sumpah gue nggak nyangka banget, nasib Metta akan berakhir kayak gini."

"Sama. Tapi gue setuju sih kalau di keluarkan. Kan serem kalau sampai dia ngulangin lagi."

"Ck! Dia niat banget sih nyelakain Krystal."

"Kasihan sih, mana dia pernah mengharumkan nama sekolah lewat basket."

"Penjahat harus tetap di hukum. Jangan kasih ampun. Ntar ketagihan lagi."

"Makin nggak mau deh gue nyari masalah sama Devano. Untung cuma di keluarin. Kalau kepala gue ikutan dipenggal gimana coba."

"Eh eh diam, itu Metta."

Suasana mula berubah hening saat Metta terlihat dari ujung koridor, berjalan bersama Lenna yang setia mengiringi di sampingnya. Sebelah tangan Lenna merangkul Metta yang menunduk dan tidak berhenti menangis sejak semalam.

Sementara satu tangannya lagi, membantu membawakan koper Metta. Di pandanginya, Metta dengan sendu. Jujur, ia tidak tega jika melihat teman yang di kenalnya sejak kelas 10 di Cakrawala harus berakhir di keluarkan dengan cara yang tidak hormat seperti ini.

Namun harus bagaimana, Lenna tidak punya kuasa untuk membantu Metta. Ia pun di sini cuma anak beasiswa yang uang pendidikannya bergantung dengan yayasan Harvey's. Di tambah semua bukti jelas tertuju pada Metta. Meski Lenna yakin, Metta tidak melakukannya.

Di teras loby sudah menunggu kedua orang tua Metta. Miss Andini serta beberapa guru yang lain.

"Maafin gue ya, Ta. Gue nggak bisa bantu lo." Ujar Lenna penuh rasa bersalah.

Metta mengangkat kepalanya, matanya bertemu dengan Lenna. Untuk beberapa saat mereka hanya saling bertatapan, sebelum akhirnya Lenna membawa Metta ke dalam pelukannya. Sementara Metta tetap diam mematung dengan tangan yang setia memegang kopernya. Tak membalas pelukan Lenna.

"Jaga diri lo baik-baik." Ujar Metta yang di balas anggukan senyuman hangat dari Lenna.

"Lo juga. Kabari gue terus kalau lo butuh sesuatu atau teman cerita." Seru Lenna, mengusap pundak Lenna.

Kali ini Metta hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

Sebelum benar-benar pergi meninggalkan Cakrawala High School. Metta sekali lagi menatap sekolah yang hampir 3 tahun ini ia tempati dengan mata yang berkabut. Ia masih tidak percaya jika nasibnya di Cakrawala akan berakhir dengan cara seperti ini.

Mobil Toyota Alphard putih itu akhirnya melaju meninggalkan Cakrawala diikuti ratusan pasang mata. Ada juga yang menyaksikan dari lantai 2,3, dan 4 gedung. Lewat kaca mobil gelap, Metta sempat melirik ke arah rootop.

Dimana empat pasang mata yang menyaksikan kepergian Metta dari atas rooftop dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celana masing-masing.

"Lo tahu dia bukan pelakunya, kan?" Tanya Rangga datar, memalingkan wajah ke arah Devano yang berdiri di sampingnya dengan wajah datar, dingin dan tenang seperti biasa. Bersandar di pembatas rooftop dengan sebelah tangan menyesap rokok.

Pandangan Devano lurus ke depan.

"Menyingkirkan ular berbisa adalah keharusan agar tidak berakhir mati karena patukannya. Tapi menyingkirkan kambing hitam, juga sangat diperlukan untuk melihat sekuat apa bisa si ular." Ujar Devano.

Balasan dingin Devano membuat tiga yang lainnya terdiam. Tidak ada yang perlu dikejutkan. Sejak awal, Devano tahu persis bahwa Metta bukanlah pelakunya. Devano hanya memperjelas Metta sebagai pelaku sesungguhnya di depan semua orang. Meski pelaku penyerangan Krystal sudah ada di kepala Devano tanpa harus melakukan penyelidikan lagi.

"Lo tahu persis penyerangan itu nggak akan berhenti di situ aja." Ujar Iqbal.

"Ini kayak kita balik lagi ke titik awal seperti satu tahun yang lalu." Cicit Dimas menatap teman-temannya satu persatu.

Seketika bungkam saat mendapatkan lirikan tidak biasa dari Devano.

"Sorry." Dimas mengangkat kedua tangannya.

"Apa rencana lo kali ini?" Tanya Rangga datar.

"Ada yang ingin bermain-main sebentar dengan gue. Dan nggak ada salahnya untuk bersenang-senang dengan alurnya." Kekeh Devano, bersamaan dengan asap rokok yang mengepul di udara.

Percayalah, kekehan itu bahkan terdengar lebih menyeramkan dan membuat merinding kalian yang mendengarnya.

Sang raja hutan tidak pernah menyerang mangsanya dari depan, selalu menunggu waktu yang tepat untuk menerkam dari belakang. Mencabik-cabik mangsanya, tanpa sisa.

Bukankah lebih baik berpura-pura tidak tahu dulu untuk sementara waktu?

Istrinya di serang ketika ia sedang tidak berada di sekitar.

Tepat saat hujan turun yang merupakan titik kelemahan istrinya.

Lampu yang di padamkan.

Istrinya di tenggelamkan.

Dejavu.

"Psycho." Rangga tersenyum miring.

"Kombinasi dan kebetulan yang sangat menarik."

Terkekeh, Devano kembali menyesap rokok di tangan nya hingga asap mengepul di udara.

Dua yang lainnya tertawa pelan. Semakin kalian masuk ke dalam hidup seorang Devano Sebastian Harvey. Semakin kalian akan mengerti nanti seorang seperti apa yang kalian usik. Dan mungkin kalian akan menyesal mengenalnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Kantin Cakrawala High School yang terlihat sepi. Karena jam pelajaran yang sudah kembali berlangsung setelah jam istirahat berakhir.

"Sorry, Krys."

Tetap tidak ada tanggapan dari Krystal. Sudah selang beberapa menit sejak cerita itu mengalir. Krystal tetap diam pada posisinya. Menunduk menatap lantai, bahkan tidak mengangkat kepala sedikit pun sejak tadi. Membuat Carletta dan Sasa sang melirik dengan cemas. Sementara Zoey hanya memperhatikan karena tidak begitu paham dengan masalahnya.

"Kenapa kalian baru ngomong sekarang?"

"Bokap lo minta tutup mulut untuk nggak ngasih tahu lo, Krys." Balas Sasa.

"Dan jangan lupain kalau lo ngeblokir nomor kita." Desis Carletta.

Senyuman sinis hadir di wajah Krystal, tangannya mengaduk-aduk jus mangga pesanannya. Lagi-lagi sang Papa adalah manusia yang paling tidak bisa Krystal tebak apa maunya.

Dulu, tanpa alasan yang jelas Papa William memasukkan saudari kembarannya---Keyzia ke rumah sakit jiwa tanpa sepengetahuan Krystal. Krystal tahu Keyzia sudah mengkonsumsi narkoba sejak dua tahun yang lalu. Tapi Keyzia tidak pernah memberitahu alasan jelas pada Krystal kenapa dia harus jadi pecandu. Harusnya Keyzia di rehabilitasi. Tapi Papa William malah memasukkan putrinya ke rumah sakit jiwa. Kenapa?

Setelahnya, Papa William lepas tangan. Tak pernah menjenguk Keyzia, hanya memberikan dana setiap bulannya untuk biaya pengobatan Keyzia. Papa William seakan membuang Keyzia---anak emas kebanggaannya selama ini. Kenapa?

Dan sekarang. Krystal seperti mulai mengerti kenapa ia di masukkan ke asrama. Bukan semata-mata karena Devano ada di sini. Melainkan, sang Papa ingin membuat jarak antara dirinya dan Keyzia. Kenapa?

Kenapa? Kenapa Keyzia harus berakhir selama satu tahun belakangan ini di rumah sakit jiwa?

Pertanyaan yang tidak pernah Krystal dapatkan jawabannya. Karena seharusnya menjawab pertanyaan itu adalah Keyzia sendiri yang bahkan sekarang tidak lagi mengingat Krystal.

Raga Keyzia hidup, tapi jiwa gadis itu seperti mati.

Dan sekarang, jiwa yang sudah mati. Semakin akan di bunuh dengan narkoba lagi. Memuakkan! Sebenarnya hidup macam apa yang Keyzia lalu selama Krystal meninggalkan Mansion Zourist? Krystal akui, komunikasinya dan Krystal memang tidak baik sejak Krystal meninggalkan Mansion.

Dan pertemuan terakhir mereka adalah dua bulan sebelum Krystal mendapat kabar Keyzia dimasukkan ke RSJ oleh sang Papa.

"*Ini Aldi, pacar gue." Begitulah Keyzia memperkenalkan Aldi padanya*.

Dari perkenalan singkat itulah, Krystal mulai mengejar informasi dari Aldi tentang Keyzia. Namun, cowok sialan itu justru selalu berhasil kabur setiap Krystal temui. Seakan-akan Aldi mengetahui sesuatu yang besar. Lagi-lagi kenapa?

Terlalu banyak kenapa yang membuat Krystal rasanya ingin gantung diri saja.

"Arghhh!" Krystal mengerang frustasi. Kepingan puzzle ini berputaran di otaknya.

PYAR!

PRANG!

Suara pecahan mangkuk memecahkan keheningan. Semangkok bakso berceceran di lantai dan sedikit mengenai kaki Carletta. Ketika Krystal mengangkat tangan untuk menyugar rambutnya, tanpa sadar gerakan tangannya tidak sengaja mengenai nampan seseorang yang lewat disampingnya.

"Eh sorry." Kata Krystal datar.

"Nggak papa, Krys." Lenna mengangguk.

"Biar gue bantu."

Lenna akan melarang, namun urung saat Krystal sudah lebih dulu berjongkok. Alhasil ia biarkan Krystal membantunya memungut pecahan mangkuk tersebut.

"Gue dengar, Metta dikeluarkan darii sekolah. Benar?"

Gerakan tangan Lenna sempat terhenti, mengangguk tanpa menatap Krystal yang masih memungut beling sama sepertinya.

"Iya."

"Sedih dong kehilangan sahabat terbaik lo. Dia bahkan rela kehilangan jabatan kapten nya demi bisa ngembaliin kamar lo yang gue ambil."

"Hm, meski gue nggak percaya dia ngelakuin itu ke lo. Tapi gue akan tetap mewakili dia untuk minta maaf." Lenna tersenyum tipis.

Krystal menaikkan sebelah alisnya menatap Lenna.

"Maaf ya, Krys. Dan gue harap lo juga dalam kondisi yang baik sekarang." Sambung Lenna penuh ketulusan.

Sementara dua anak manusia itu saling melempar pandang dalam kurin waktu yang lama. Tiga pasang mata lain yang ikut menyaksikan saling melempar pandang satu sama lain.

Acara tatap-tatapan itu di akhiri dengan senyuman miring yang begitu tipis di wajah Krystal. Gadis itu melanjutkan kegiatannya memunguti sisa beling-beling kecil.

"Sayang sahabat lo di keluarin. Padahal gue mau nantang dia one by one lagi." Kekeh Krystal.

Bangkit berdiri, begitupun dengan Lenna.

"Bukan basket. Gue tahu tenaga dia sekuat itu, terasa dari jambakan, pukulan dan tarikannya. Tapi sayang, pengecut. Karena beraninya nyerang lawan yang sedang tidak berdaya." Seringai Krystal.

Kedua kalinya, mata keduanya saling bertemu. Tersenyum lebar, Krystal membawa tubuhnya undur serta mengerjapkan matanya beberapa kali dengan polos pada Lenna yang dia mematung.

"Kayaknya kapan-kapan harus gue tantang duel berdua. Iya kan?"

"Metta dan keluarganya akan menetap di Swiss." Lenna menggeleng.

"Yah sayang banget song. Padahal gue penasaran banget gimana rasanya adu mekanik sama dia soal beladiri." Krystal mendesah pelan.

"Gue harap lo bisa ngelupain masalah ini, Krys. Maafin Metta." Seru Lenna.

"Oh iya tentu, pasti." Balas Krystal dengan senyuman lebar, menepuk pundak Lenna dua kali.

"Gue pasti akan ngelupain nya. Tenang aja. Sekali lagi sorry, oh iya nih gue ganti baksonya." Krystal mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan, memasukkan ke dalam saku blazer Lenna.

Tepat saat itu, pintu kantin terbuka. Devano muncul dari sana diikuti oleh tiga temannya dari belakang. Melangkah semakin masuk dan berdiri di samping Krystal. Devano menatap tepat pada mata Krystal dengan lembut lalu menjatuhkan kecupannya di bibir merah muda alami Krystal.

"Eghhh sweet banget sih." Pekik Sasa gemas sembari mengigit sendok puding di tangannya.

"Uwowww harus di abadikan nih." Celetuk Iqbal dan secepat kilat mengeluarkan ponselnya untuk memotret.

"Gue permisi dulu." Pamit Lenna, berlalu pergi meninggalkan kantin.

Seringai Krystal terbit. di tengah bibirnya yang masih dipagut oleh Devano dengan lembut.

"*Let's start the game." Batin Krystal*.

1
Iki Agustina
Kenapa belum up laginka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!