NovelToon NovelToon
Alena: My Beloved Vampire

Alena: My Beloved Vampire

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa Fantasi / Vampir / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Syafar JJY

Alena: My Beloved Vampire

Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.

Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22: Kebersamaan Yang Indah

Chapter 48: Hadiah Pernikahan

Pagi itu terasa berbeda dari biasanya. Sinar matahari menembus jendela dengan kelembutan yang menenangkan, seakan menyambut awal kehidupan baru bagi mereka berdua. Udara segar membawa sisa aroma bunga dan dupa dari perayaan kemarin, meninggalkan jejak kemeriahan yang masih terasa.

Alberd dan Alena akhirnya keluar dari kamar mereka. Mereka berjalan menuruni tangga dengan tangan yang masih saling menggenggam erat. Wajah mereka berseri-seri, kebahagiaan terpancar jelas dalam senyum yang tak bisa mereka sembunyikan.

Di ruang makan, Stefani dan Nina sibuk mengatur meja, memastikan semuanya tersaji dengan sempurna. Sementara itu, Grinfol duduk di sudut ruangan, menikmati kopi paginya sembari membaca koran. Suasana ruangan itu masih terasa hangat oleh sisa kebahagiaan pernikahan mereka.

Saat Alberd dan Alena menuruni tangga, Stefani langsung menoleh dan menyambut mereka dengan senyum penuh kasih.

"Alberd, Alena, kalian sudah bangun? Kemarilah, sarapan sudah siap," ucapnya lembut.

Alena dan Alberd saling bertukar pandang sebelum mengangguk dan berjalan menuju meja makan.

"Iya, Bu," jawab Alberd dengan senyum kecil.

Mereka baru saja duduk ketika Nina menyeringai dan menyandarkan dagunya di telapak tangan, menatap mereka penuh arti.

"Kakak, kalian kelihatan bahagia sekali…," ucapnya dengan nada menggoda.

Alberd mendengus kecil dan melirik adiknya dengan tatapan setengah pasrah.

"Nina, siapa yang mengajarimu menggoda kakakmu seperti itu?" tanyanya dengan nada pura-pura serius.

Alena tak bisa menahan tawa kecilnya, sementara Nina hanya terkikik, merasa puas telah berhasil menggoda Alberd.

Grinfol, yang sedari tadi membaca, akhirnya meletakkan korannya dan berjalan ke arah meja makan. Ia menarik kursinya perlahan sebelum berbicara.

"Hari ini, kami akan pulang ke rumah. Kakek dan nenekmu juga sudah berpamitan lebih awal, begitu juga dengan bibi dan sepupumu," katanya dengan nada tenang.

Alberd mengangguk paham, sementara Alena mendengarkan dengan penuh perhatian.

Setelah duduk, Grinfol melirik sekilas ke arah Stefani yang baru saja meletakkan piring terakhir di meja. Ada sesuatu di sorot matanya, sebuah isyarat yang segera dipahami istrinya.

Stefani tersenyum, lalu menatap Alberd dan Alena dengan penuh kelembutan.

"Tapi sebelum itu… ada sesuatu yang ingin ayah dan ibu berikan untuk kalian," katanya, suaranya terdengar sedikit bersemangat.

Alberd menatap mereka dengan rasa penasaran.

"Sesuatu?" tanyanya, sedikit mencondongkan tubuh ke depan.

Grinfol merogoh sakunya, lalu mengeluarkan sebuah brosur dan menyodorkannya ke Alberd.

Alberd mengambilnya dengan alis berkerut, tapi begitu matanya menangkap isi brosur itu, ekspresinya langsung berubah. Matanya membesar, dan senyum antusias langsung merekah di wajahnya.

"Ini… paket honeymoon ke pulau pribadi?!" serunya penuh kegembiraan.

Alena yang ikut mengintip ke brosur itu pun tak bisa menahan senyumnya. Matanya berbinar, dan ia menatap Stefani serta Grinfol dengan penuh rasa syukur.

"Ayah, Ibu… terima kasih banyak," katanya dengan suara lembut.

Stefani tersenyum hangat, mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Alena sebentar.

"Sama-sama, Sayang. Kami hanya ingin kalian bahagia dan menikmati waktu bersama," ucapnya tulus.

Alberd menatap kedua orang tuanya, lalu tersenyum lebar.

"Ini benar-benar hadiah terbaik! Aku bahkan tidak menyangka," katanya, masih terdengar antusias.

Suasana ruang makan dipenuhi kehangatan. Kebahagiaan itu terasa begitu nyata, mengalir di antara mereka dalam bentuk senyum dan tawa ringan.

Tak lama kemudian, mereka mulai menikmati sarapan bersama, merayakan awal dari perjalanan baru Alberd dan Alena sebagai suami istri.

Chapter 49: Honeymoon Romantis

Pulau Cinta yang Tersembunyi

Dua hari setelah pernikahan mereka, sore itu, Alberd dan Alena berangkat menuju lokasi bulan madu mereka. Sebuah kapal yacht yang elegan membawa mereka melintasi lautan biru jernih menuju sebuah pulau terpencil, sepotong surga yang dikelilingi pasir putih berkilau di bawah cahaya mentari yang mulai meredup.

Angin laut yang sejuk menerpa wajah mereka saat Alberd berdiri di haluan kapal, membiarkan Alena bersandar dalam dekapannya. Tatapan Alena tertuju pada pulau yang semakin dekat, matanya berbinar oleh kekaguman.

"Tempat ini… seperti mimpi," bisiknya pelan.

Alberd mencium dahi istrinya, suaranya terdengar lembut namun penuh keyakinan.

"Ini bukan mimpi, Sayang. Ini adalah dunia kita… hanya untuk kita berdua."

Begitu kapal merapat, mereka disambut oleh vila megah yang berdiri anggun di tepi pantai. Bangunan berteras luas itu menghadap langsung ke lautan, dengan jendela besar yang memungkinkan pemandangan matahari terbenam dapat dinikmati dari dalam.

Saat mereka memasuki vila, nuansa hangat dan elegan langsung menyelimuti mereka. Tempat tidur kanopi berkelambu putih, sofa empuk, dekorasi tropis yang menenangkan, semuanya seakan dirancang untuk menciptakan surga bagi dua insan yang baru saja memulai kisah mereka sebagai suami istri.

Alberd menggenggam tangan Alena dan menariknya pelan ke dalam kamar, sebelum membisikkan sesuatu di telinganya, suaranya dalam dan penuh makna.

"Mulai hari ini, ini adalah dunia kita berdua."

Alena tersenyum tipis, lalu meremas jemarinya erat, membiarkan kehangatan Alberd menyelimuti hatinya.

Sore itu, mereka menikmati waktu berdua di kolam besar yang ada di vila, bermain air, bercanda, dan saling mengecup setiap tetesan yang jatuh dari kulit mereka. Tak ada jarak di antara mereka, hanya ada cinta yang mengalir bebas.

Malamnya, mereka duduk di balkon kamar, menikmati angin laut yang membawa aroma asin dan bunga tropis yang mekar di sekitar vila. Cahaya bulan membingkai siluet mereka saat mereka saling bersandar, bercerita tentang masa lalu tentang kenangan, harapan, dan impian yang kini mereka jalani bersama.

Sebelum akhirnya, malam mereka berlanjut dengan cara yang lebih mendalam. Kali ini, bukan sekedar perayaan kebersamaan, tetapi peneguhan cinta yang lebih intens, lebih dalam, lebih membakar dari malam pertama mereka.

Saat matahari pagi mulai muncul dari batas cakrawala, mereka berjalan di tepi pantai dengan tangan bertautan. Ombak kecil menyapu kaki mereka, dan Alena, yang sedikit jahil, memercikkan air ke arah Alberd sambil tertawa renyah.

Alberd memicingkan mata, pura-pura memasang ekspresi tak terima, sebelum tiba-tiba mengangkat tubuh Alena dalam gendongannya.

"Ah! Alberd! Jangan!" seru Alena di antara tawa paniknya.

Namun, bukannya mendengarkan, Alberd justru membawanya lebih jauh ke tengah air sebelum menjatuhkan mereka berdua ke dalam laut yang hangat. Gelak tawa mereka bercampur dengan suara ombak, membentuk simfoni kebahagiaan yang hanya mereka miliki.

Setelah puas bermain air, mereka duduk di atas pasir putih, menikmati sarapan sederhana dari buah segar dan jus tropis. Mata Alena berbinar saat ia menggigit sepotong mangga matang yang manis, sementara Alberd menatapnya dengan senyum yang tak bisa disembunyikan.

"Kenapa melihatku begitu?" tanya Alena, menaikkan alisnya.

"Karena aku ingin mengingat momen ini selamanya," jawab Alberd tanpa ragu.

Alena menundukkan wajah, pipinya memerah. Perasaannya meluap, namun tak ada kata yang cukup untuk menggambarkannya. Ia hanya bisa menggenggam tangan Alberd lebih erat, menyampaikan semua yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Menjelang siang, mereka memutuskan untuk menangkap ikan segar dengan memancing bersama. Meski awalnya lebih banyak tertawa daripada benar-benar memancing, akhirnya mereka berhasil mendapatkan beberapa ikan yang cukup besar.

Di tepi pantai, mereka menyiapkan meja makan sederhana di bawah payung anyaman. Alena dengan penuh semangat mulai memanggang ikan dengan bumbu yang mereka buat bersama, sementara Alberd memotong beberapa kelapa muda untuk diminum.

Saat mencicipi hasil masakan mereka, Alberd tersenyum puas.

"Sepertinya aku harus lebih sering memasak bersamamu," ujarnya sambil menatap Alena penuh makna.

Alena tersenyum, tetapi tatapannya penuh tantangan.

"Hanya jika kamu tidak menghabiskan bahan sebelum aku selesai memasak," balasnya, mengingat bagaimana Alberd selalu mencicipi bumbu sebelum makanan selesai dibuat.

Alberd tertawa kecil, sebelum menarik Alena dalam pelukannya.

"Baiklah, aku akan menahan diri... hanya karena aku ingin lebih banyak waktu memasak bersamamu."

Saat langit berubah gelap, mereka menyalakan api unggun di tepi pantai. Nyala api memantulkan cahaya lembut ke wajah mereka, menciptakan bayangan yang menari di pasir.

Alena bersandar di dada Alberd, menikmati kehangatan api sambil mendengarkan suara ombak yang menenangkan.

Tanpa peringatan, Alberd mengambil gitar yang telah ia siapkan sebelumnya.

"Sayang, aku ingin kita menyanyikan lagu favorit kita bersama," ucap Alberd, suaranya penuh kelembutan.

Alena mengangkat wajahnya, menatapnya dengan mata yang berkilau di bawah sinar api. Pipinya merona, tapi ia mengangguk pelan.

"Sesuai keinginanmu, Sayang."

Alberd mulai memetik gitar, menciptakan alunan nada yang indah. Suara mereka berpadu, menyatu dengan suara angin dan deburan ombak, membentuk harmoni yang hanya bisa dimiliki oleh dua hati yang saling mencintai.

Saat lagu berakhir, Alena menatapnya dengan lembut.

"Aku ingin malam ini berlangsung selamanya," bisiknya.

Alberd menariknya lebih dekat, membiarkan dahinya menyentuh milik Alena.

"Tak perlu selamanya… cukup untuk selama kita hidup."

Di hari terakhir mereka di pulau itu, Alberd membawa Alena menaiki perahu kecil untuk berlayar ke tengah laut. Mereka duduk berdampingan, menyaksikan langit berubah keemasan saat matahari mulai tenggelam.

Angin sepoi-sepoi meniup lembut rambut Alena yang tergerai, membuatnya tampak seperti dewi yang baru turun dari langit.

Alberd mengecup keningnya dengan lembut sebelum berbisik,

"Ini adalah awal dari petualangan panjang kita. Aku tak sabar menghabiskan sisa hidupku bersamamu."

Alena hanya tersenyum, membalas genggaman tangan Alberd dengan erat, merasakan kebahagiaan yang tak tertandingi.

Di bawah langit senja yang indah, mereka tahu bahwa ini hanyalah permulaan dari kisah cinta mereka yang abadi.

1
Wulan Sari
critanya sangat menarik lho jadi kebayang bayang terus seandainya kenyataan giman
makasih Thor 👍 salam sehat selalu 🤗🙏
John Smith-Kun: Terima kasih, kebetulan ini novel pertama yang saya tulis, syukurlah klo ceritanya menarik
total 1 replies
Siti Masrifah
cerita nya bagus
John Smith-Kun: Thank u👍
total 1 replies
Author Risa Jey
Sebenarnya ceritanya bagus, ringan dan cocok untuk dibaca di waktu santai. Cuma aku bacanya capek, karena terlalu panjang. Satu bab cukup 1000 kata lebih saja, agar pas. Paling panjang 1500 kata. Kamu menulis di bab yang isinya memuat dua atau tiga chapter? ini terlalu panjang. Satu chapter, kamu buat saja jadi satu bab, jadi pas.

Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.

Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.

Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
John Smith-Kun: Untuk sifat asli Alena ada di bab 15 dan terima kasih atas sarannya
Author Risa Jey: 5.

Pengen lanjut baca tapi capek, gimana dong penulis 😭😭😭
total 5 replies
Dear_Dream
Jujur aja, cerita ini salah satu yang paling seru yang pernah gue baca!
Siti Masrifah: mampir di cerita ku kak
John Smith-Kun: Terima kasih🙏
total 2 replies
John Smith-Kun
Catatan Penulis:
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.

Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!