NovelToon NovelToon
RED FLAG

RED FLAG

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:10k
Nilai: 5
Nama Author: Eva Rosita

"Kita putus!"

"putus?"

"ya. aku mau kita menjadi asing. semoga kita bisa menemukan kebahagiaan sendiri-sendiri. aku pergi,"

"Silahkan pergi. tapi selangkah saja kamu melewati pintu itu ... detik itu juga kamu akan melihat gambar tubuh indahmu dimana-mana,"

"brengsek!"

"ya. itu aku, Sayang ..."


***

Bagai madu dan racun, itulah yang dirasakan Eva Rosiana ketika jatuh dalam pesona Januar Handitama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva Rosita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11

"hei, kebangun ya?" bisik Janu merasakan pergerakan dari tubuh Eva yang sedikit menggeliat.

Eva menggumam dan segera mengerjapkan matanya cepat. Langsung tersadar jika posisinya dia masih ada dipelukan Janu.

Berdeham pelan menghalau canggung dan malu karena dia malah bablas tidur.

Apa senyaman itu dipelukan Janu, Va? Dasar bego oceh Eva dalam hati, merutuk diri sendiri.

"jam berapa ini?" tanyanya.

Setelah Eva menjauhkan badannya, Janu beringsut duduk dengan tegak. "jam 12 lebih dikit," jawabnya.

"Hah? Udah jam 12. Gue lama ya ketidurannya? Ck, sorry ya, Jan," ringisnya sungkan dan malu.

Bisa-bisanya dia tidur selama itu. Eva lirik ke depan, ternyata filmnya bukan film zombie lagi yang diputar. Iya lah, pasti sudah habis dua jam yang lalu itu film.

"Sans, aja kali, Va," balas Janu, "mau lanjut tidur lagi?" tawarnya yang langsung dapat delikan dari Eva.

"Gila lo!"

"Ya siapa tau aja lo masih ngantuk? Lo bisa pake kamar tamu,"

Eva menggeleng, menolak tawaran Janu. Sudah cukup dia merepoti Janu malam ini.

"Gue balik ke apart Rena aja. Thanks ya, Jan. Dan sorry, gue malah anteng tidur ... disitu," cicit Eva di akhir kalimatnya yang menunjuk dada Janu.

Ditanggapi dengan kekehan pelan oleh Janu. "dibalang santai aja juga. Ini selalu kuat dan siap saat lo butuh," lanjutanya sambil menepuk dadanya sendiri, seolah akan menerima sandaran dari Eva lagi.

"Lo makin malem, makin agak sinting kalo kata gue, Jan," cibir Eva.

Beranjak dari duduknya karena akan ke tempat Rena saja. Dia ngantuk sekali. Badan rasanya pegel semua, seperti habis digebukin satu erte. Mungkin ini efek Eva kurang tidur dan terlalu diforsir tenaganya. Palanya aja agak keliyengan sekarang.

"Mau gue anter?" tawar Janu. Ada di depan pintu, mengantar kepergian Eva.

"Yaelah, ketimbang turun sini doang, pake segala di anter," tolaknya, "gue balik ya?"

"hm-em," gumam Janu, kepalanya mengangguk pelan. Namun baru beberap langkah gadis itu jalan, Janu memanggilnya. "Eva,"

"Ya?"

"Langsung bobo ya. Jangan begadang,"

Eva terdiam, tertegun dengan perhatian kecil dari Janu. Lagi. Lantas senyumnya tercetak disertai anggukan pelan kepalanya. "lo juga," balasnya sebelum benar-benar pergi.

Janu tidak langsung menutup pintunya, masih setia berdiri menatap punggung Eva yang semakin menjauh dari pandangannya. Baru memutuskan masuk setelah tubuh Eva masuk ke dalam kotak besi yang akan bergerak turun.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Eva baru keluar dari lift, namun langkahnya terhenti tatkala netranya menemukan sosok Dewa yang masuk ke apartemen Rena.

Berarti malam ini dia tidak bisa menginap di tempat Rena lagi. Eva harus pulang ke kosnya.

Huft, satu hembusan nafas panjang keluar. Ini sudah larut malam. Dia juga tidak ada kendaraan mau pulang. Mau balik lagi ke tempat Janu tidak mungkin. Jadi Eva memutuskan untuk pulang naik taksi. Agak ngeri kata teman-temannya yang katanya bahaya naik ojol malem begini.

"Ck. Gaji kagak dapet, malah keluar duit buat taksi. Apes amat!" gerutu Eva.

Naik taksi itu terlalu mewah untuk Eva. Ongkos itu bisa buat dia makan untuk tiga hari.

Sampai didepan kos, Eva langsung naik ke atas kasurnya yang tak empuk itu. Padahal niat awal dia mau mandi dulu dan mengganti bajunya. Namun sayang, tubuhnya terlalu lelah sekarang. Begitu lihat kasurnya, langsung meringkuk di atas sana.

Meringkuk, memeluk diri sendiri dan nasibnya.

"Harus kemana lagi gue nyari duit ya?" keluhnya bertanya ke semesta. "udah dibela-belain seminggu ngoyo kerja. Malah kena apes begini,"

Nur : Mbak, Ibu nanyain. Mbak kok ndak bisa dihubungi katanya.

Satu pesan masuk dari adiknya, yang semakin membuat lelahnya Eva seperti orang pesakitan.

Sengaja dia diamkan dulu Ibunya. Bukan bermaksud tidak peduli, tapi Eva cuma mau tenang saja sebentar disaat dia fokus cari uang.

Dia juga tahu apa tujuan sang Ibu terus menerus menghubunginya. Pasti karena uang tebusan untuk adiknya itu.

"Tuhan, aku lelah. Apa boleh aku menyerah?" jika sudah seperti ini, Eva akan melampiaskannya dengan tangisan.

Tidak akan ada yang bisa melihatnya rapuh seperti ini, biarkan semesta saja yang tahu. Sepi sudah terbiasa menemani rapuhnya.

Dari kecil sudah di didik untuk mengalah dan tidak cengeng, dan itu menjadikan sosok Eva yang tak mau dilihat rapuhnya oleh siapa pun.

Terkecuali Janu. Cowok itu sudah dua kali memergokinya menangis.

Mengingat soal Janu, Eva merasa nyaman dengan perhatiannya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi-pagi sekali, Janu sudah berdiri di depan pintu apartemen Rena. Kalau ditanya kenapa bisa tahu letaknya, ya karena Eva sendiri yang memberitahu kemarin malam nomer berapa apartemen Rena.

Tujuan Janu juga sudah sangat jelas, ingin mengajak Eva sarapan bersama.

"Janu?"

"Loh, Bang Dewa?"

Janu kaget, yang buka pintu bukan Eva ataupun Rena. Ada sosok yang dia kenal cukup akrab. Dewa, salah satu tetangga dirumah Papanya.

"Kamu ... Nyari siapa?" tanya Dewa dengan penuh selidik.

"Nyari Eva. Tadi malem dia nginep sini. Ini apartemen Rena kan?" balas Janu.

Dewa mengangguk, "tapi Eva tidak menginap disini,"

Dewa memang tidak terlalu kenal dengan Eva, tapi dia tahu jika gadis yang dicari Janu itu adalah teman Rena. Rena sering bercerita tentang gadis itu.

"Tapi tadi malem, Eva, bilang ke gue nginep sini, Bang," kekeuh Janu.

Sebenarnya Janu penasaran, kenapa pagi-pagi begini tetangganya itu sudah ada di apartemen Rena. Tapi Janu tidak mau bertanya, karena dia bukan orang yang kepo, yang suka tertarik dengan urusan orang lain.

"Mau kamu cek sendiri didalam?"

"nggak usah, deh. Gue balik aja. Yo, Bang!" seru Janu, balik badan setelah mendapat anggukan dari Dewa.

Karena Eva tidak ada di tempat Rena, ada kemungkinan gadis itu pulang ke kosnya. Janu langsung bergegas turun ke basement, mengendarai mobilnya sendiri untuk pergi ke tempat Eva.

Sampai disana, Janu langsung mengetuk pintu kos itu. Kalau di lihat dari rak sepatu plastik itu, Eva ada didalam karena Janu ingat tadi malam gadis itu memakai sepatu apa.

Tok tok tok

Pintu sudah diketuk pelan berkali-kali tapi belum ada tanda Eva akan membukanya. Selagi menunggu, Janu juga menelepon Eva.

"Apa dia belum bangun ya?" pikir Janu.

Dua kali panggilannya tidak terjawab. Baru saja akan memanggilnya lagi, pintu sudah terbuka dari dalam.

"Janu?" lirih Eva dengan suara serak dan wajahnya yang pucat.

Entah suara gadis itu begitu karena bangun tidur atau sakit, karena menurut Janu wajah Eva sekarang benar-benar pucat. Matanya juga sayu.

Janu mengamati gadis di depannya itu, pakaiannya masih seragam yang tadi malam.

"Lo sakit?" tanya Janu langsung, melupakan tujuan utamanya yang akan mengajak Eva sarapan.

Mendapat pertanyaan seperti itu Eva spontan menyentuh keningnya sendiri. Panas, dan sepertinya iya, dia sakit. Pantas saja kepalanya nyut-nyutan.

"Masuk, Jan," tak menjawab pertanyaan Janu, si Eva malah membuka pintu lebih lebar, mempersilahkan tamunya masuk.

Dicekal tangan Eva, tanpa permisi tangan Janu satunya menyentuh kening hadis itu.

"Lo sakit, Va," tukas Janu.

"Cuma kecapean aja ini," elak Eva.

"Pasti lo belum sarapan. Lo tunggu sini ya, jangan dikunci pintunya. Gue beli sarapan dulu,"

Mungkin karena memang pusing dan tak punya tenaga, Eva mengangguk mengiyakan apa yang Janu katakan.

Janu pergi setelah memastikan Eva kembali ke atas kasurnya. Lalu dia sendiri yang menutup pintu kamar kos Eva.

Yang awalnya ingin mengajak sarapan nasi uduk, gagal. Janu akhirnya membeli bubur ayam yang di dekat kos Eva, dan mencari apotek dekat kampusnya. Karena apotek di situ buka 24 jam, jadi meski pagi begini masih buka. Dia beli obat demam dan juga vitamin karena Eva bilang kecapean.

Tidak seperti tadi yang harus mengetuk pintu dulu, sekarang Janu main nyelonong masuk ke kamar Eva. Dilihatnya gadis itu yang meringkuk didalam selimut tipis warna coklat.

"Va, makan dulu yuk," Janu duduk di tepi ranjang yang ukurannya tidak ada separuh ranjang miliknya.

Eva menggumam dan membuka matanya, dibantu oleh Janu untuk duduk.

"Ada mangkok nggak?"

"Bentar, gue ambilin di dapur," jawab Eva yang langsung ditahan oleh Janu.

"Gue aja yang ambil. Dimana dapurnya?"

"Nggak usah, Jan. Gue aj--"

"Lo lagi sakit, Va. Dimana dapurnya?" kekeuh Janu yang tak mengindahkan penolakan dari Eva.

"Di pojokan kanan tangga,"

Selaian tampan dan keren, Janu juga ngeyelan menurut Eva.

Janu mengangguk paham. Sebelum keluar dia menyuruh Eva untuk mengganti pakaian yang lebih nyaman.

Sebenarnya ini kepala kliyengan jika dibuat bergerak, tapi yang Janu katakan tadi benar. Baju yang ia kenakan sekarang sangat tidak nyaman sekali. Pelan pelan Eva bangkit, mengambil baju di lemari plastik lalu ke kamar mandi.

Cuci muka dan gosok gigi biar Janu tidak kabur karena bau jigongnya. Tidak usah mandi karena badan kedinginan.

Eva keluar, ternyata Janu sudah ada. Cowok itu sedang menuang bubur ke dalam mangkuk. Ada segelas teh hangat juga ternyata.

"Lo yang bikin teh?" cicit Eva.

Janu menggumam diiringi anggukan kepalanya.

Tanpa sadar Eva berdecak kecil, tak suka dengan yang Janu lakukan.

"Kenapa?" tanya Janu melihat Eva yang seperti tidak nyaman.

"Ngapain harus dibikinin teh si, Jan? Ini gue udah ngerepotin banget. Lo udah bawa sarapan juga," keluhnya membalas pertanyaan Janu.

Dari kemarin Eva merasa terlalu banyak merepotkan Janu.

Satu hembusan nafas panjang dan pelan keluar dari Janu. Di perhatikan gadis keras kepala yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi.

"Gue nggak keberatan. Gue juga nggak merasa direpotin. Ini pure karena keinginan gue sendiri," ucap Janu, "lagian, Va. Menerima bantuan orang lain nggak akan mengubah lo jadi lemah," lanjutnya tanpa ada riak atau tatapan yang meremehkan.

Eva hanya diam. Kalau sakit begini memang lebih sensitif saja rasanya. Merasa diri terlalu lemah, dan Eva tidak terbiasa dirawat jika sakit.

Karena Eva hanya diam saja, Janu beranjak. Menarik pelan tangan Eva, menuntunnya untuk duduk di ranjang. Tak mau mengajak duduk di lantai karena gadis itu sakit.

"Makan bubur dulu ya. Habis ini minum obat,"

"Jan ..."

"Makan, Va. Lo butuh tenaga buat sembuh," sergah Janu yang tak mau mendengar protesan dari Eva. "Mau gue suapin sekalian?"

"Ck. Gue bukan Agus tung-tung!" sungut Eva pelan, membuat Janu terkekeh.

Menerima sodoran semangkuk bubur dari Janu, Eva makan perlahan. Dia bukan tipe orang yang kalau sakit tidak mau makan karena pahit. Bukan, Eva bukan begitu orangnya. Walau pahit dia akan tetap memaksa makanan itu masuk ke tubuh, agar tubuhnya kembali sehat.

Sakit itu merugikan menurut Eva. Bahkan Eva melarang tubuhnya sendiri untuk sakit. Gara-gara sakit dia bisa tidak kuliah atau bolos kerja, gara-gara sakit juga dia menjadi orang lemah.

Dan ketika tidak ada yang merawat saat sakit, rasanya lebih sakit lagi.

Eva makan bubur, Janu juga ikut makan bubur. Mereka makan dalam diam, tapi sesekali mata Janu melirik ke Eva. Memastikan jika gadis itu makan dengan benar.

Yaelah, Jan. Itu anak bukan bocah. Belum jadian udah bucin aja.

Yang selesai lebih dulu, ya jelas Janu. Dia makan mirip demit yang menghisap asap menyan. Lalu setelahnya di susul Eva yang sudah menghabiskan satu porsi bubur dari Janu. Mangkuk di tangan Eva di ambil oleh Janu, diganti dengan teh hangat yang dia buat tadi.

Tidak tahu itu gula ditoples milik siapa tadi. Yang penting matanya lihat ada gula, di ambil saja itu oleh Janu.

"Minum obat dulu," Janu berikan obat demam ke Eva.

Tanpa banyak cincong gadis itu menerima dan menelannya.

"Gue nggak tau lo sakit apa. Itu tadi obat demam. Ini ada vitamin juga,"

"Thanks,"

Cuma acungan jempol yang Janu berikan sebagai tanggapan.

"Kenapa lo perhatian banget sama gue?" pertanyaan konyol yang terlontar dari mulut Eva. Dia sudah tahu alasannya, tapi tak tau kenapa ingin saja bertanya seperti itu.

"Ya karena gue peduli,"

"Lo begini juga, kalo temen lo ada yang sakit?"

"Enggak lah, ngapain?"

"Kok ke gue begini?"

"Ya lo pengecualian. Beda lah,"

"Kenapa gue beda?"

"Butuh banget validasi, Va? Lagi sakit begini juga," dengus Janu yang sebenarnya dia juga tahu jika Eva tahu alasannya.

Janu tahu ya si Eva ini tidak bego dan kelewat peka.

Eva tersenyum tipis. Beringsut untuk menyenderkan punggungnya ketembok. Kepalanya masih muter-muter jika terlalu lama tegak begini.

"Tadi gue ke tempat Rena, nyariin lo. Tapi yang bukain pintu malah tetangga gue, cowok,"

"Oh, itu Dewa,"

"Lo kenal Bang Dewa?" kejut Janu ternyata Eva juga kenal tetangganya yang ganteng itu.

"Kenal,"

"Kenal deket?" selidik Janu dengan suara yang tak bersahabat.

Seperti orang cemburu kalau Eva melihatnya.

"Papa gulanya Rena dia tuh," jawab Eva disertai dengusan geli.

"Oh," tuh kan benar, Janu tadi cemburu. Sekarang wajahnya sudah kendur, tak kaku seperti tadi. "Tapi lo nggak ada niatan nyari begituan, Va?"

"Sempet kepikiran sih. Enak kayaknya, tinggal kuliah doang, tapi duit banyak,"

"Sama gue aja kalo gitu," sahut Janu membuat Eva terkekeh tapi setelahnya meringis. Karena tambah nyut-nyutan kepalanya saat dibuat tertawa. "Duit gue nggak kalah banyak dari Dewa, btw,"

"Sinting,"

Janu tertawa, menertawakan diri sendiri. Segininya dia suka sama cewek sampai menurunkan harga diri menurutnya. Padahal diluar sana banyak cewek yang terang-terangan mendekatinya, bahkan menawarkan diri.

Ini sama si Eva malah dia yang nawarin jadi papa gulanya.

"Lo sih, di ajakin pacaran nggak mau," gerutu Janu.

"Frustasi amat ya, Pak, ditolak sekali?" sarkas Eva.

"Enggak juga sih. Yang kedua bakalan diterima kok,"

"Percaya diri sekali anda?"

"Ya itu gue,"

Eva geleng kepala. Tidak salah sih, memangnya apa yang membuat seorang Janu tidak percaya diri? Ganteng iya, duit banyak, keren, pinter juga iya kalo kata Budi. Tapi yang pasti sudah berhasil membuatnya tertarik kan?

1
Nia Arizani
seruuuu banget,, doble up dong thor😍
Ita Retno
gokil si ipe👏👏💪🔥
Ita Retno
dari cerita Ajeng jd tau cerita Eva👍❤️🔥
tati hartati
benar pasangan yg cocok sama emosian
Novita Ambarwanti
Thor lupa ya ada kontrakan disini 🫠
eva rositadewi: `nggak lupa. tapi pikun. hoho
total 1 replies
Vtree Bona
haha Eva di lawan
Vtree Bona
duh kemana aja kak thor
Arumi Putri
di lanjut gak nih padahal novel nya bagus loh
Arz Kaf
ya ampun kasiang juga si eva berarti yg masih beruntung hanya ajeng ya disayang mama dewi walau tiap hari ribut berdebat masalh yg gak genah tapi eva ternyata selalu dibedakan 😌😌va knapa nasibmu ngenes sih ga punya ibu tapi pilih kasih 😭
Arz Kaf
awasin ya di ipe ntar ada yg nyelakain kan repot apa perlu si bang janu yg jagain eva 🤭
Arz Kaf
gegara si janu nih terlalu seksih jadi baca kesini eh ternyata si markojeng teman nya si ipe toh😁😁😁
Safa
belum up lagi kah ?
anak meong
kaya nya memang ga di lanjut lagi sih cerita ini..
Aleea24
kereen siih ini novel.. semangat terus kaa...😊😍
Anonymous
nah uda keliatan ni red flag nya si januu
Rica Eldagita
akhirnya kesini juga 😊
anak meong
kak kata gw emang kurang panjang ih 😭😭
kak kenapa ga di fizo aja sih novel ini..
Anonymous: nah iyaaa. kenapa gak di pijo ajaa 😭😭😭
total 1 replies
Sri Wahyuni
bagus banget
Novia Herlina
Ho'oh...
Anonymous
aku nebak2 judul dan dimana letak red flag nya si Janu. Sejauh ini dia manis, tapi kayaknya dia bakal pecemburu bgttt Krn kecintaan atau bahkan seobses ituu sama si Eva. thorrr, makasih ya Uda up
✨litlestar🌟: belum kali kak ini kan masih awal, biasanya kan manis2 dulu
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!