Liliy aqila khanza, Hesti Adifa dan Wina arfa alia bersahabat sejak TK sampai bangku kuliahan. mereka menamainya Black Ladies karena mereka memiliki kesamaan tidak menyukai warna yang cerah dan itu menggambarkan kepribadian mereka. Liliy aqila khanza berusia 19 tahun dan diagnosa dan mengidap DID ( Dissociative identy Disorver) 8 tahun yang lalu. Trauma masa kecil akibat broken home membuat tempramennya sulit ditebak. Liliy jurusan seni dan tergolong pandai di kelasnya. Gitar merupakan barang kesayangannya yang selalu di bawa kemana pun dia pergi. hesty dan wina ialah sahabat yang selalu memahaminya mereka tidak membiarkan sahabatnya larut dalam kesedihan. Hingga persahabatan mereka di uji oleh seorang laki-laki tampan jurusan olahraga yang merupakan pindahan dari kota. postur tubuhnya yang kokoh membuat idola para kaum hawa di kampusnya.Kedatangannya membuat persahabatan mereka mulai retak. Apakah Black Ladies mampu mengatasi keretakan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dragon starr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11.Mengingat
" Mengingatmu membuatku tenang, hingga aku lupa masalahku sendiri. Mengorbankan sesuatu yang berharga demi ketenangan, itu terlalu buruk dalam hidup. Bijaklah saat mencari dan membuat ketenangan tanpa mengorbankan sesuatu yang berharga."
Sesampainya di rumah, Lily membaringkan badanya ke kasur sambil menatap langit langit kamarnya dan tiba tiba terlintas di pikirannya mengingat suara Randy saat bernyanyi tadi di cafe karena Lily memang mengakui kalau suara Randy itu bagus walaupun Lily sebenarnya tidak mengenal siapa itu Randy yang selalu di ceritakan oleh sahabatnya.
Entah apa yang sedang di pikirkan oleh Lily, hanya mengikuti alur pikirannya saat ini. Mengingat suaranya tadi membuatnya tenang tapi Lily juga bingung kenapa bisa itu membuatnya tenang.
Di sisi lain pun sama, Hesti juga membaringkan badannya ke kasur dan tersenyum cengengesan sendiri dalam kamar dan membayangkan Randy perfom tadi di cafe. Sedangkan Wina hanya baring di atas kasur tanpa memikirkan apapun, karena Wina tidak ingin memikirkan Randy lagi dan tidak ingin persahabatannya hampir hancur lagi.
Mereka larut dalam pikirannya masing-masing, mereka tidak menyadari kalau persahabatannya sedang dalam masalah yang rumit yaitu masalah percintaan. Hanya waktu dan hati yang bisa menjawabnya.
Setelah beristirahat beberapa menit, Lily bangun dari kamar dan menuju kamar mandi. Setelah mandi, lily menuju meja belajanya lalu mengambil gitarnya di sudut meja lalu memetik senar gitarnya sejenak dan pikirannya masih bergelut dengan suara Randy. Baru beberapa petikan, Lily tersadar dengan apa yang dia pikirkan. Dia beristighfar beberapa kali dan bergumam,
" Aku ini kenapa? Kenapa tiba-tiba kepikiran sama dia sih? Padahal aku tidak kenal sama dia," gumamnya sendiri sambil memegang gitarnya dan menatap di luar jendela.
" Sepertinya Hesti menyukai Randy karena aku liat dari tatapannya dan senyumanya itu menandakan kalau dia menyukai Randy tapi dianya sembunyikan rasa itu. Aduh, jangan sampai Hesti itu terlalu jauh mencintai Randy, karena Randy itu terlalu banyak cewek cewek yang ngejar dia apalagi dia itu banyak sekali fans fanatiknya, aku tidak bisa membayangkan kalau Hesti di bully gara gara cowok," pikirnya Lily takut kalau yang di pikirannya itu terjadi suatu saat nanti, dia tidak ingin itu terjadi pada sahabatnya.
Di sisi lain, Hesti tidak memikirkan hal ke depan apa yang terjadi nantinya, yang dipikirannya hanya di penuhi oleh nama Randy. Pikirannya, Randy itu sempurna ndan sangat beruntung kalau dia bisa mendapatkan Randy. Hesti di selimuti rasa ambisius memiliki yang mengesampingkan persahabatannya dan mengejar apa yang dia inginkan.
Setelah bergelut di pikirannya masing-masing dan merasa jenuh dengan pikirannya sendiri, Lily turun ke dapur untuk membantu neneknya memasak untuk makan malam. Lily melihat neneknya kecapean dan menawarkan bantuan.
" Nek, biar aku yang masak untuk malam ini yah," tawarnya Lily pada neneknya.
" Kok tiba-tiba mau masak sendiri?" tanya neneknya keheranan dan terkejut karena Lily tiba-tiba muncul dan menawarkan kalau mau masak sendiri.
" Aku cuman mau bantu nenek, emang nggak boleh? Pasti nenek kecapekan dari tadi kerja sendirian, mending nenek duduk di sana," tanyanya Lily kembali dengan menatap neneknya yang lusuh karena bekerja seharian dan menunjukkan kursi untuk di tempati neneknya duduk.
" Boleh sekali Nak. Aku bangga sekali punya cucu yang makin hari makin dewasa," ucapnya nenek dengan tersenyum bangga dan berdiri menuju kursi yang di tunjuk Lily tadi.
" Ihhh nenek, bukan gara-gara aku bantuin masak?" tanyanya Lily tersenyum sambil melirik ke arah neneknya yang duduk memperhatikan Lily memotong sayuran.
" Bukan, Nak." Ucapnya neneknya, " Dulu kan kamu sangat manja dan tidak tau apa apa, selalu nya di kamar dan kalau bilang di panggil makan, palingan kamu bilangnya... Hmm" terangnya kembali neneknya sambil tersenyum mengingat waktu yang di lalui Lily.
"Kan itu dulu, Nek." ucapnya Lily dengan wajah malu saat di ceritakan waktu itu sambil memasukan bahan bahan masakannya di dalam wajan.
" Hehehe, kamu lanjutin masaknya yah, nenek mau siap siap salat dulu. Kamu juga jangan lupa solat, matikan aja dulu kompornya lalu solat." Pamit neneknya sambil berdiri meninggalkan Lily sendirian di dapur dan mengingatkan Lily untuk solat.
" Iya Nek, sebentar lagi masak kok," ucapnya Lily yang memperhatikan masakannya, dia takut kalau masakannya nanti hangus seperti waktu dia memasak pertama kali.
Masakannya pun akhirnya matang juga dan menyajikannya di atas meja tapi dia tidak tau kalau mengenai rasanya, karena masakannya kadang tidak bisa si makan alias asin sekali. Lily tidak bisa melupakan kejadian waktu itu, sampai sampai neneknya menyuruhnya memesan makanan dari luar daripada mereka mati kelaparan.
Setelah menyajikan masakannya di meja, Lily langsung ke kamarnya untuk solat sebelum makan malam dan beberapa menit Lily solat, Lily memperbaiki rambutnya di depan cermin dan mengikat kuncir agar tidak gerah sebagai riasan rambutnya kalau di rumah.
Lily menuruni tangga dan menuju ke meja makan yang mendapati neneknya duduk di kursi yang menunggunnya makan bersama. Sesampainya di meja makan, Lily juga duduk di kursi dan makan bersama neneknya. Setelah beberapa menit makan, Lily membereskan piring yang di atas meja makan dan mencucinya.
Setelah mencucinya, Lily pamit pada neneknya ke kamar untuk tidur malam karena sudah mengantuk. Sesampainya di kamar, Lily pun memperbaiki posisi bantalnya buat tidur dan membaringkan badanya di atas kasur. Tidak lama kemudian hanyut dalam mimpinya,
" Kenapa kamu egois sekali? Kamu bisa mendapatkan apa yang kamu mau," ucap seseorang tersedu-sedu sambil membelakangi uang membuat wajahnya tidak jelas terlihat.
" Kamu siapa? Apa maksudmu mengatakan aku egois? ucapnya Lily penasaran di dalam mimpinya.
" Kamu egois, kamu egois" ucapnya yang terus mengulangi ucapannya berulang kali.
Perempuan itu tiba-tiba menghilang seperti asap tertiup angin tanpa menjawab pertanyaan Lily.
" Hey! Jangan pergi dulu, jawab dulu pertanyaan saya," teriaknya Lily dengan lantang.
" Hey! KAMU DIMANA? APA MAKSUDMU TADI?" teriaknya Lily sambil mencari sosok perempuan misterius tadi.
Setelah beberapa lama Lily mencari sosok perempuan misterius itu tapi tidak dia temukan dan akhirnya Lily terbangun dari tidurnya yang ngos-ngosan seperti sudah lari maraton.
" Hufft... untung cuma mimpi" gumamnya Lily pelan dan pakaiannya di basahi keringat gara-gara mimpinya.
Lily mengambil air minum di sampingnya yang selalu ia simpan di atas meja, karena kadang Lily Haus tengah malam dan tidak bisa turun ke bawah buat ambil air minum.
" Apa yang maksud dari mimpi itu? Kenapa begitu nyata sekali? Siapa sosok perempuan itu? Kenapa dia mengatakan kalau aku itu egois?" batinnya Lily yang dipenuhi oleh pertanyaan membingungkan yang tidak bisa dia pahami arti dari mimpinya.
Lily tidak bisa tidur walaupun dia memejamkan matanya, dia melihat jam bekernya dan ternyata masih jam 03:00 WIB. Lily bangun mengambil wudhu untuk solat tahajjud dan meminta petunjuk mengenai mimpinya barusan. Setelah solat, pikiran Lily tenang kembali memejamkan matanya sampai terbangun di pagi hari.